Senin, 10 Mei 2010

Manajemen Kualitas Air

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kualitas air dapat dinyatakan dengan parameter kualitas air. Parameter ini meliputi parameter fisik, kimia, dan mikrobiologis.Parameter fisik menyatakan kondisi fisik air atau keberadaan bahan yang dapat diamati secara visual atau kasat mata. Parameter fisik ini adalah kekeruhan, kandungan partikel atau padatan, warna, rasa, bau, suhu, dan sebagainya.Parameter kimia menyatakan kandungan unsur atau senyawa kimia dalam air, seperti kandungan oksigen, bahan organik (dinyatakan dengan BOD singkatan dari Biological Oxygen Demand, atau kebutuhan oksigen biologis untuk memecah bahan buangan di dalam air oleh mikroorganisme., COD singkatan dari Chemical Oxygen Demand, atau kebutuhan oksigen kimia untuk reaksi oksidasi terhadap bahan buangan di dalam air, TOC Total organic carbon adalah jumlah ikatan yang terdapat pada senyawa organic,), mineral atau logam, derajat keasaman, nutrient atau unsur hara, kesadahan, dan sebagainya. Parameter mikrobiologis menyatakan kandungan mikroorganisme dalam air, seperti bakteri, virus, dan mikroba patogen lainnya. (Ali, 2007).

Parameter kualitas air pada budidaya yang paling berpengaruh salah satunya adalah amoniak. Sumber utama amoniak dalam air adalah hasil perombakan bahan organik, sedangkan sumber bahan organik terbesar dalam budidaya intensif adalah pakan. Sebagian besar pakan yang diberikan akan dimanfaatkan untuk pertumbuhan biota budidaya, namun sebagian lagi akan dieksresikan dalam bentuk kotoran padat dan amoniak (NH3) dalam air. Kotoran padat pun selanjutnya akan mengalami perombakan menjadi NH2 dalam bentuk gas.

Ikan mas menyukai tempat hidup (habitat) di perairan tawar yang airnya tidak terlalu dalam dan alirannya tidak terlalu deras, seperti di pinggiran sungai atau danau. Ikan mas dapat hidup baik di daerah dengan ketinggian 150 - 600 meter di atas permukaan air laut (dpl) dan pada suhu 25-30° C. Meskipun tergolong ikan air tawar, ikan mas kadang-kadang ditemukan di perairan payau atau muara sungai yang bersalinitas (kadar garam) 25-30‰. Ikan mas tergolong jenis omnivora, yakni ikan yang dapat memakan berbagai jenis makanan, baik yang berasal dari tumbuhan maupun hewan renik. Namun, makanan utamanya adalah tumbuhan dan hewan yang terdapat di dasar dan tepi perairan (Wikipedia, 2011).

Menurut Arie (2008), Ikan mas memiliki bebepapa kelebihan dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya, diantaranya:


a. Bisa mencapai ukuran sangat besar, dulu di Bandung ada orang yang memiliki ikan mas seberat 25 kg.
b. Bertulang cukup besar, dan berduri sedikit, sehingga tidak khawatir termakan.
c. Tumbuh sangat cepat, bisa 5 kali lebih cepat dari ikan-ikan air tawar lainnya.
d. Sangat respon terhadap pakan tambahan
e. Mudah dibudidayakan, karena ikan mas dapat dipijahkan secara alami, dan dapat dibesarkan diberbagai lingkungan budidaya, seperti di kolam tanah, kolam air deras (running water pond), keramba, di jaring terapung (floating cage).

Fitoremediasi salah satu metode remediasi dengan mengandalkan pada peranan tumbuhan untuk menyerap, mendegradasi, mentransformasi dan mengimobilisasi bahan pencemar logam berat. Tanaman mempunyai kemampuan mengakumulasi logam berat yang bersifat esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan telah ditemukan 435 jenis tanaman hiperakumulator yang dapat digunakan dalam proses fitoremediasi seperti tanaman Musaparadisiaca, Zea mays, Dahlia pinnata, Vetiveria zizanioides, Alamanda cathartica, Panicum maximum, Ischaemum timorense, Helianthus annus, Papirus sp. dan tanaman air lainnya (Priyanto dan Prayitno, 2007). Keberhasilan fitoremediasi dengan menggunakan tanaman hiperakumulator sangat cocok digunakan dalam menurunkan kadar pencemar sampai memenuhi kriteria yang disyaratkan (Priyanto dan Prayitno, 2007dalam Henggar, 2009).

Bila dedaunan bisa menjadi sumber pakan alternatif, maka ada baiknya berpikir kreatif untuk menanam tanaman air. Bisa dipilih tanaman seperti kangkung, azola pinata (moto lele atau kayu apu). Bisa ditanam secara terpisah atau menjadi satu dengan kolam induk. Bila menjadi satu, tanaman air selain bisa untuk sumber pakan juga sebagai regulator ekosistem. Bahan biokimia yang tidak perlu oleh limbah kolam bisa disedot akar tanaman. Sebaiknya dilokalisir dalam satu keramba kolam. Ini untuk mengontrol jumlah tanaman air. Sebab bila terlalu banyak juga menghambat tumbuhnya biodiversitas air sebagai sumber plankton. Secara periodik tanaman air bisa dikeluarkan dari keramba untuk pakan ikan. Tipe azola baiknya varian yang kecil dan sedang (Bhakti, 2011).

Tanaman Apu Apu (Pistia Stratiotes L.) bisa anda temukan pada daerah yang mempunyai ketinggian 5 – 800 meter. Tanaman Apu Apu ini terapung di air dan mempunyai tinggi 5 – 10 cm. Daun tunggal membentuk roset akar. Helaian daun berongga seperti spon dengan ujung membulat dan berlekuk, pertulangan sejajar, kedua permukaan berambut, berwarna hijau cerah, panjang 1,3 – 10 cm, dan lebar 1,5 – 6 cm. Akar serabut berwarna putih kotor. Tanaman Apu Apu ini biasanya dijadikan untuk makanan ternak dan juga sebagai pupuk hijau (Sugeng, 2011).

Tanaman Jenis ini memerlukan media tanah dan air, jika kebanyakan air dan terkena sinar matahari langsung, maka daunnya akan cepat hancur.Biasanya tanaman ini dipergunakan untuk tempat ikan-ikan hias bertelur, karena memiliki akar yang menggantung panjang kebawah air (Acil, 2009).

Kiambang (dariki: pohon, tumbuhan, danambang: mengapung) merupakan nama umum bagi paku air dari genus Salvinia.Tumbuhan ini biasa ditemukan mengapung di air menggenang, seperti kolam, sawah dan danau, atau di sungai yang mengalir tenang. Kiambang memiliki dua tipe daun yang sangat berbeda. Daun yang tumbuh di permukaan air berbentuk cuping agak melingkar, berklorofil sehingga berwarna hijau,dan permukaannya ditutupi rambut berwarna putih agak transparan. Rambut – rambut ini mencegah daun menjadi basah dan juga membantu kiambang mengapung. Daun tipe kedua tumbuh di dalam air berbentuk sangat mirip akar, tidak berklorofil dan berfungsi menangkap hara dari air seperti akar. Orang awam menganggap ini adalah akar kiambang. Kiambang sendiri akarnya (dalam pengertian anatomi) tereduksi. Kiambang tidak menghasilkan bunga karena masuk golongan paku – pakuan (Wannura , 2010).

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum Manajemen Kualitas Air dengan materi Peranan Kayu Apu (Pistia Stratiotes, L) Terhadap Penurunan Kandungan Amoniak,Pertumbuhan, dan Kelulus hidupan adalah untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan kayu apu (Pistia Stratiotes, L) pada kualitas air.

1.3 Waktu dan Tempat

Praktikum Manajemen Kualitas Air dilaksanakan pada hari Rabu dan Kamis tanggal 25 dan 26 Mei 2011 di Laboratorium Reproduksi Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi dan Morfologi

2.1.1. Ikan Mas (Cyprinus carpio)

Klasifikasi ikan mas (Cyprinus carpio) menurut Effendy (1993) dalam Laili (2007) adalah sebagai berikut:

Phylum : Chordata

Class : Osteichthyes

Ordo : Ostariophysi

Sub Ordo : Cyprinoidae

Family : Cyprinidae

Sub Family : Cyprininae

Genus : Cyprinus

Spesies : Cyprinus carpio

Gambar 1. Ikan mas (Cyprinus carpio) sumber : (Google image,2011)

Ikan mas (Cyprinus Carpio) menurut sejarahnya dari daratan Cina dan Rusia. Ikan mas mempunyai bentuk badan agak memanjang dan memipih tegak (compressed). Mulutnya berada di ujung tengah (terminal) dan dapat disembulkan (protaktik). Bagian ujung mulut dua pasang sungut. Di ujung dalam mulut terdapat kerongkongan yang tersusun dari tiga baris gigi geraham. Sisik ikan mas tergolong sisik besar bertipe cycloid. Sirip punggung (dorsal) memanjang dan bagian belakangnya berjari keras. Sementara itu sirip ketiga dan keempat bergigi. Letak antara kedua sirip, punggung dan perut berseberangan, sirip dada (pectoral) terletak di belakang tutup insang (operculum). Usus ikan mas umumnya tidak begitu panjang jika dibandingkan dengan hewan pemakan tumbuh-tumbuhan asli. Ikan mas tidak mempunyai lambung, juga tidak bergigi, sehingga bila mencerna makanan sebagai pengganti penggerusnya adalah pharing mengeras.

Ciri-ciri morfologi ikan mas antara lain bentuk tubuh ikan mas memanjang dan memipih tegak, mulutnya terletak di ujung tengah dan dapat disembulkan, sungut ada dua pasang, sirip punggung teletak tepat di atas sirip perut, sisik kasar bertipe sikloid dan gurat sisi (Linea Lateralis) lengkap berada sampai pertengahan ujung batang ekor (Solichah, 2007).

2.1.2. Kayu apu (Pistias stratiotes L)

Klasifikasi Kayu apu (Pistias stratiotes L) adalah sebagai berikut:

Ø Domain : Eukaryota

Ø Kingdom : Plantae

Ø Subkingdom : Viridaeplantae

Ø Phylum : Tracheophyta

Ø Subphylum : Euphyllophytina

Ø Infraphylum : Radiatopses

Ø Class : Liliopsida

Ø Subclass : Aridae

Ø Superorder : Aranae

Ø Order : Arales

Ø Family : Araceae Gambar 2. Kayu Apu (Pistia stratiotes L)

Ø Subfamily : Aroideae Sumber : (Google image,2011)

Ø Tribe : Pistieae

Ø Genus : Pistia

Ø Specific epithet: stratiotes - L.

Ø Botanical name: Pistia stratiotes L. ( Zipcodezoo,2011).

Tanaman air Pistia termasuk ke dalam genus dalam keluarga Araceae , yang terdiri dari spesies tunggal, Pistia stratiotes, sering disebut air selada kol atau kubis Nil. Sekarang ini, baik secara alami atau melalui pengenalan manusia, terdapat di hampir semua saluran air tropis dan subtropis. Mengapung di permukaan air akar-akarnya menggantung terendam di bawah daun mengambang. Daun bisa mencampai panjang 14 cm dan tidak memiliki batang. berwarna hijau muda, dengan urat paralel, margin bergelombang dan tercakup dalam rambut pendek yang membentuk struktur keranjang seperti yang memerangkap gelembung udara, meningkatkan daya apung (Kusumaningtyas, 2009).

2.2. Kepadatan Ikan

Padat penebaran berpengaruh terhadap kelangsungan hidup, pertumbuhan panjang mutlak, laju pertumbuhan bobot harian dan efisiensi pakan, tetapi tidak berpengaruh terhadap nilai koefisien keragaman panjang (p<0,05). Menurut Hepher dan Pruginin (1981), peningkatan padat penebaran akan diikuti dengan penurunan pertumbuhan (critical standing crop) dan pada padat penebaran tertentu pertumbuhan akan berhenti (carrying capacity). Untuk mencegah terjadinya hal tersebut, peningkatan padat penebaran haruslah sesuai dengan daya dukung (carrying capacity). Peningkatan padat penebaran akan mengganggu proses fisiologi dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak yang pada akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan dan fisiologis ikan. Pada keadaan lingkungan yang baik dan pakan yang mencukupi, peningkatan padat penebaran akan disertai dengan peningkatan hasil (produksi).

Pada kondisi padat penebaran ikan makin tinggi, oksigen terlarut makin berkurang. Meningkatnya kebutuhan oksigen seiring dengan peningkatan padat penebaran dan ukuran ikan, akibatnya jumlah kelarutan oksigen dalam media pemeliharaan semakin berkurang karena oksigen dimanfaatkan ikan untuk respirasi dan juga untuk metabolisme. Menurut Stickney (1979), suplai oksigen di wadah produksi akuakultur sebaiknya berbanding lurus dengan padat penebaran ikan dan jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ikan. Oksigen yang semakin berkurang dapat ditingkatkan dengan pergantian air dan aerasi (Goddard, 1996). Semakin tinggi padat penebaran dalam wadah budidaya, bahan organik dan sisa metabolisme juga semakin tinggi. Laju oksidasi, laju oksidasi nitrit dan laju nitrifikasi juga meningkat dengan meningkatnya padat penebaran yang secara tidak langsung berkaitan dengan meningkatnya buangan metabolit dan sisa pakan di dalam sistem budidaya. Dekomposisi metabolit dan sisa pakan yang meningkat akan meningkatkan konsentrasi amoniak di dalam sistem, sehingga mendorong meningkatnya laju oksidasi amoniak, laju oksidasi nitrit dan laju nitrifikasi.

Kandungan amonia antara 0,0-0,12 ppm masih menghasilkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang baik bagi benih ikan gurame (Affiati dan Lim, 1986). Wedemeyer (1996) menyatakan bahwa peningkatan padat penebaran akan mengganggu proses fisiologi dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak yang pada akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan dan fisiologis sehingga pemanfaatan makanan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup mengalami penurunan. Bardach et al. (1972) menambahkan bahwa padat penebaran juga akan mempengaruhi keagresifan ikan. Ikan yang dipelihara dalam padat penebaran yang rendah lebih agresif dibanding yang dipelihara dalam padat penebaran lebih tinggi. Ikan yang dipelihara dalam padat penebaran yang tinggi akan lambat pertumbuhannya karena tingginya tingkat kompetisi dan banyaknya sisa-sisa metabolisme yang tertimbun di dalam air (Darmawangsa, 2008).

Keuntungan usaha dihitung berdasarkan selisih antara pendapatan yang diperoleh dengan biaya usaha yang dikeluarkan pada setiap padat penebaran benih ikan mas yang digunakan. Padat penebaran yang paling optimal diperoleh berdasarkan kepada keuntungan yang paling tinggi. Penerimaan bergantung kepada jumlah ikan yang dijual dan harga. Harga ikan ditentukan oleh ukuran dan mutu atau varietas. Penerimaan dapat dihitung dengan rumus :

P = N x H

Keterangan : P = Penerimaan

N = Jumlah ikan yang dijual

H = Harga

Padat penebaran merupakan satu diantara faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ikan, seperti yang dikemukakan oleh Effendi (1978) bahwa pertumbuhan ikan ikan dipengaruhi oleh faktor luar dan dalam. Faktor luar diantaranya adalah sifat-sifat fisika-kimia air, padat penebaran mutu dan jumlah makanan. Sedangkan faktor dalam diantaranya adalah ketrunan, seks, umur, kematangan gonad dan parasit (Kune, 2006).

2.3. Pertumbuhan Ikan

Ikan mas merupakan salah satu ikan air tawar yang mempunyai nilai ekonomis penting, sehingga ikan ini banyak dibudidayakan. Selain dipelihara dalam kolam-kolam tertentu, ikan mas sering dipelihara di sawah bersama-sama dengan tanaman padi. Kelangsungan hidup ikan sangat tergantung dari kondisi perairan tempat hidupnya. Mengingat besarnya potensi pencemaran dari limbah pestisida dalam perairan, dan adanya perbedaan kepentingan tersebut, maka pemakaian pestisida kiranya perlu dilakukan secara cermat (Rudiyanti dan Astri, 2009).

Selain dengan pemotongan sirip pada ikan, faktor pakan juga berperan penting dalam pertumbuhan ikan. Pakan yang diberikan pada ikan harus mengandung nilai gizi yang sesuai dengan kebutuhan ikan. Pakan ini juga akan mempengaruhi penyediaan benih ikan mas yang tepat dalam jumlah dan berkualitas baik, yang menjadi faktor utama untuk menjamin kelangsungan usaha pembesaran ikan sampai mencapai ukuran konsumsi. Secara alami produksi benih ikan dari ukuran larva sampai mencapai 100 gram masih sangat rendah. Dengan menekan kematian yang terjadi sampai dengan umur tiga minggu, ada kemungkinan derajat keberhasilan hidup benih ikan sampai 100 gram dapat ditingkatkan. Kematian benih ikan yang disebabkan oleh parasit, penyakit, dan hama dapat ditekan atau dikurangi dengan cara memperbaiki sistem pemeliharaan yaitu dari pemeliharaan alami ke pemeliharaan yang lebih terkontrol (Patriono et.al2007,.).

Padat penebaran merupakan satu diantara faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ikan, seperti yang dikemukakan oleh Effendi (1978) bahwa pertumbuhan ikan ikan dipengaruhi oleh faktor luar dan dalam. Faktor luar diantaranya adalah sifat-sifat fisika-kimia air, padat penebaran mutu dan jumlah makanan. Sedangkan faktor dalam diantaranya adalah ketrunan, seks, umur, kematangan gonad dan parasit (Kune. 2006). Perlakuan kejutan suhu panas berpengaruh nyata terhadap laju penetasan. Laju penetasan ikan mas diploid berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan tetraploid, tetapi tidak berbeda nyata dengan triploid (P>0,05). Kelangsungan hidup ikan mas triploid dan tetraploid lebih rendah dibandingkan diploid. Ikan mas tetraploid memiliki kecepatan pertumbuhan relatif dan laju pertumbuhan spesifik lebih tinggi dibandingkan ikan mas diploid dan triploid. Ikan mas triploid tidak mengalami perkembangan gonad (steril), sedangkan ikan mas diploid dan tetraploid perkembangan gonadnya normal. Induksi ikan mas triploidi dan tetraploidi, masing-masing sebesar 70 persen dan 60 persen. Ikan mas tetraploid memiliki kecepatan pertumbuhan relatif dan laju pertumbuhan spesifik lebih baik (tinggi), masing-masing sebesar 5,38 dan 44,57 %, sedangkan ikan mas triploid sebesar 4,42 dan 43,05 % dan diploid sebesar 3,51 dan 39,97 %.Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kecepatan pertumbuhan relatif dan laju pertumbuhan spesifik ikan mas tetraploid berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan ikan mas diploid maupun triploid. Kecepatan pertumbuhan relatif dan laju pertumbuhan spesifik harian ikan mas tetraploid juga cenderung lebih tinggi bila dibandingkan dengan ikan mas diploid maupun triploid. Ikan mas triploid belum menampakkan pertumbuhan yang maksimal. Ikan triploid akan mengalami pertumbuhan yang tinggi terutama pada saat periode perkembangan dan atau kematangan gonad maupun masa pemijahan, karena energi yang diperlukan untuk metabolisme perkembangan gonad ketika musim pemijahan dipergunakan untuk pertumbuhan somatik atau tubuh. Efek konsumsi energi dalam proses reproduksi akan menentukan perbedaan laju pertumbuhan antara triploid dan diploid (Mukti, 2001).

Pertumbuhan panjang tubuh ikan seiring dengan pertumbuhan berat tubuh ikan itu sendiri. Setiap pertumbuhan berat ikan akan bertambah pula panjangnya. Dapat dikatakan bahwa berat ikan yang ideal sama dengan pangkat tiga dari panjangnya dan dalam hal ini berlaku untuk ikan kecil atau besar[. Pertumbuhan panjang tubuh ikan mas terjadi karena pakan yang diberikan dapat dimanfaatkan dan sesuai dengan kebutuhan ikan mas. Pertambahan panjang tubuh ikan mas dipengaruhi oleh faktor genetika masing-masing individu, jenis strain, jenis ikan serta faktor lingkungan terutama pakan. Pertambahan panjang tubuh ikan mas terutama didukung oleh kandungan protein dari bahan pakan. Pada ikan kebutuhan protein relatif lebih tinggi 2 - 3 kali dibandingkan dengan mamalia. Pada stadium larva atau benih ikan sangat membutuhkan protein sekitar 40-50 % lebih besar dibandingkan kebutuhan protein ikan dewasa. Untuk larva atau benih ikan sangat baik diberikan pakan alami berupa Moina sp karena kandungan proteinnya lebih dari 38% yang mempengaruhi daya cerna. Kualitas air merupakan aspek yang penting dalam pemeliharaan ikan. Kualitas air yang ideal adalah yang dapat mendukung kelangsungan semua siklus ikan. Suhu air selama pemeliharaan ikan mas berkisar 26 - 27_C, sedangkan pH air berkisar 6 - 7, dan oksigen terlarut berkisar 3,5 - 4,5 ppm. Kisaran nilai kualitas air tersebut masih baik untuk pemeliharaan dan pertumbuhan ikan mas berdasarkan Sutoyo Brotowidjoyo (Patriono, 2009).

Ikan mas memiliki laju pertumbuhan yang cepat dan dapat mencapai ukuran satu kilogram dalam waktu kurang dari satu tahun. Pertumbuhan ikan mas majalaya berkisar antara 3,3 – 9,9 g/hari, sedangkan sinyonya antara 6,7 – 9,9 g/hari. Melalui proses hibridasi sifat-sifat ikan mas masih dapat ditingkatkan antara 10 – 15 % (Aryanto, 2003). Ukuran terbesar ikan mas yang pernah dilaporkan tertangkap di alam adalah 120 cm panjang standar dan beratnya 37,3 kilogram. Jenis ikan ini dapat mencapai umur maksimal 47 tahun (Cholik et. al., 2005).

2.4. Kelangsungan Hidup Ikan

Kelangsungan hidup adalah peluang hidup suatu individu dalam waktu tertentu, sedangkan mortalitas adalah kematian yang terjadi pada suatu populasi organisme yang menyebabkan berkurangnya jumlah individu di populasi tersebut.Tingkat kelangsungan hidup akan menentukan produksi yang diperoleh dan erat kaitannya dengan ukuran ikan yang dipelihara. Kelangsungan hidup benih ditentukan oleh kualitas induk, kualitas telur, kualitas air serta perbandingan antara jumlah makanan dan kepadatannya. Padat tebar yang terjadi dapat menjadi salah satu penyebab rendahnya tingkat kelangsungan hidup suatu organisme, terlihat kecenderungannya bahwa makin meningkat padat tebar ikan maka tingkat kelangsungan hidupnya akan makin kecil Untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan, maka diperlukan makanan yang memenuhi kebutuhan nutrisi ikan. Makanan yang dimakan oleh ikan digunakan untuk kelangsungan hidup dan selebihnya akan dimanfaatkan untuk pertumbuhan. Peningkatan padat tebar ikan akan berpengaruh terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan, artinya bahwa peningkatan padat tebar ikan belum tentu menurunkan tingkat kelangsungan hidup. Walaupun terlihat kecenderungan bahwa makin meningkat pada tebar ikan maka tingkat kelangsungan hidup akan makin kecil. Nilai tingkat kelangsungan hidup ikan rata-rata yang baik berkisar antara 73,5-86,0 %. Kelangsungan hidup ikan ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya kualitas air meliputi suhu, kadar amoniak dan nitrit, oksigen yang terlarut, dan tingkat keasaman (pH) perairan, serta rasio antara jumlah pakan dengan kepadatan (Seandy, 2010).

Kelangsungan hidup atau sintasan (survival rate) adalah persentase jumlah biota budi daya yang hidup dalam kurun waktu tertentu. Untuk menghitung kelangsungan hdup atau sintasan dapat digunakan rumus berikut (Effendie,1979) :

SR (%) = x 100%

Seperti pertumbuhan, banyak faktor yang dapat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup seperti padat penebaran, pakan, lingkungan (kualitas air) kualitas benih, hama dan penyakit (kordi.2009).

Kelangsungan hidup ikan mas triploid dan tetraploid lebih rendah apabila dibandingkan dengan ikan mas diploid. Hal ini kemungkinan besar akibat rendahnyakemampuan ikan-ikan poliploid seperti triploiddan tetraploid dalam menangkap oksigenterlarut dalam air. Kemampuan banding oxygenatau pengikatan oksigen terlarut ikan-ikan triploid dan tetraploid sangat rendah biladibandingkan dengan ikan normal (Rustidja,komunikasi personal).

Ikan-ikan poliploid seperti triploid dantetraploid memiliki ukuran sel yang besar danjumlah sel yang jauh lebih banyak biladibandingkan dengan ikan diploid, dikarenakan pembelahan sel yang terjadi di dalam tubuh ikan poliploid sangat tinggi dan hal ini didugamenyebabkan proses metabolisme di dalam tubuh ikan juga akan berjalan lebih cepat, sehingga sangat diperlukan jumlah atau kadar oksigen terlarut yang cukup besar. Padahal,apabila kemampuan banding oxygen ikan terlalu rendah, maka jumlah/kadar oksigen yang diserap jauh tidak seimbang dengan jumlah/kadar oksigen terlarut yang dibutuhkan untuk memperlancar proses metabolisme tubuhnya. Ditambah lagi dengan adanya persaingan antar individu untuk mengkonsumsi oksigen terlarut dalam air media pemeliharaan yang menyebabkan terbatasnya ketersediaan oksigen terlarut. Akibatnya, kemampuan ikan-ikan poliploid (triploid dan tetraploid) untuk bertahan hidup sangat rendah (Mukti et,al.2001).

2.5. Kualitas Air

Dalam arti yang luas, kualitas air ditentukan oleh faktor biologi, fisika dan variable kimia yang mempengaruhi keinginan air untuk penggunaan tertentu. Dalam budidaya kualitas air biasa didefinisikan sebagai kesesuaian air untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan, biasanya diatur oleh beberapa variabel (Boyd, 1982).

Kualitas air dalam budidaya perairan adalah faktor pembatas. Biota budidaya tumbuh optimal pada kualitas air yang sesuai dengan kebutuhannya. Budidaya perairan yang menerapkan padat penebaran tinggi dan pemberian pakan optimal mengharuskan penerapan manajemen pengelolaan air yang lebih ketat (Ghufron dan Kordi, 2009).

Sumber air yang dipilih untuk usaha budidaya perairan, airnya harus jernih dan bebas dari bahan pencemaran. Beberapa sifat fisika-kimia yang harus diketahui untuk mendukung pertumbuhan biota budidaya, yaitu suhu, salinitas (kadar garam), kandungan oksigen terlarut, dan pH (derajat keasaman air). Keempat indikator kualitas air tersebut paling umum diukur untuk mengetahui baik tidaknya kualitas air disuatu perairan. Indikator lainnya adalah karbondioksida, amoniak, nitrat, kesadahan, dan hidrogen sulfida kadang diabaikan jika keempat indikator tersebut berada pada kondisi optimum (Ghufron dan Kordi, 2008).

2.5.1. Suhu

Suhu juga sangat penting bagi kehidupan organisme di perairan, karena suhu mempengaruhi baik aktivitas maupun perkembangbiakan dari organisme tersebut. Oleh karena itu, tidak heran jika banyak dijumpai bermacam-macam jenis ikan yang terdapat di berbagai tempat di dunia yang mempunyai toleransi tertentu terhadap suhu. Ada yang mempunyai toleransi yang besar terhadap perubahan suhu, disebut bersifat euryterm. Sebaliknya ada pula yang toleransinya kecil, disebut bersifat stenoterm. Suhu optimum dibutuhkan oleh ikan untuk pertumbuhannya. Ikan yang berada pada suhu yang cocok, memiliki selera makan yang lebih baik. Organisme perairan seperti ikan maupun udang mampu hidup baik pada kisaran suhu 20-30°C. Perubahan suhu di bawah 20°C atau di atas 30°C menyebabkan ikan mengalami stres yang biasanya diikuti oleh menurunnya daya cerna (Ardiyana, 2010).

Suhu yang cocok untuk budidaya berbagai biota air antara 23-32OC. Di daerah tropik seperti Indonesia, suhu perairan tidak menjadi masalah karena perubahan suhu relatif sangat kecil, yakni berkisar antara 27-32OC (Ghufran, 2008). Suhu air yang layak untuk budidaya ikan laut adalah 27–32OC (Mayunar et.al., 1995 dalam Sumaryanto et.al., 2001). Kenaikan suhu perairan juga menurunkan kelarutan oksigen dalam air, memberikan pengaruh langsung terhadap aktivitas ikan disamping akan menaikkan daya racun suatu polutan terhadap organisme perairan (Brown dan Gratzek, 1980). Selanjutnya Kinne (1972), menyatakan bahwa suhu air berkisar antara 35–40OC merupakan suhu kritis bagi kehidupan organisme yang dapat menyebabkan kematian (Irawan et.al., 2009).

Kualitas air merupakan aspek yang penting dalam pemeliharaan ikan. Kualitas air yang ideal adalah yang dapat mendukung kelangsungan semua siklus ikan. Suhu air selama pemeliharaan ikan mas berkisar 26 - 27°C, sedangkan pH air berkisar 6 - 7, dan oksigen terlarut berkisar 3,5 - 4,5 ppm. Kisaran nilai kualitas air tersebut masih baik untuk pemeliharaan dan pertumbuhan ikan mas (Patriono et. al., 2009).

Menurut Arie dan Cecep (2009), parameter yang baik untuk ikan mas yaitu :

Parameter

Kadar

Suhu

25 - 30º C

Warna

Hijau kecoklatan

Kekeruhan

20 – 40 cm oleh plankton

Oksigen

Minimal 3 mg/l

Karbondioksida

Maksimal 25 mg/l

pH

7 – 7,5

Amoniak

Maksimal 0,1 mg/l

Alkalinitas

50 – 300 mg/l

2.5.2. pH

Derajat keasaman lebih dikenal dengan istilah pH. pH (Poison Of Hydrogen), yaitu logaritma dari kepekatan ion ion H (Hidrogen) yang terlepas dalam suatu cairan derajat keasaman / pH air menunjukan aktifitas ion hidrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai kosentrasi ion hidrogen (dalam mol per liter) pada suhu tertentu atau dapat di tulis pH = - log ( H+ ) (Kordi dan Andi, 2007).

Menurut Apriyani (2010), derajat keasaman atau pH merupakan suatu indeks kadar ion hidrogen (H+) yang mencirikan keseimbangan asam dan basa. Nilai pH juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktifitas perairan (Pescod, 1973). Nilai pH pada suatu perairan mempunyai pengaruh yang besar terhadap organisme perairan sehingga seringkali dijadikan petunjuk untuk menyatakan baik buruknya suatu perairan (Odum, 1971). Biasanya angka pH dalam suatu perairan dapat dijadikan indikator dari adanya keseimbangan unsur-unsur kimia dan dapat mempengaruhi ketersediaan unsur-unsur kimia dan unsur-unsur hara yang sangat bermanfaat bagi kehidupan vegetasi akuatik. Tinggi rendahnya pH dipengaruhi oleh fluktuasi kandungan O2 maupun CO2.

Kualitas air merupakan aspek yang penting dalam pemeliharaan ikan. Kualitas air yang ideal adalah yang dapat mendukung kelangsungan semua siklus ikan. Suhu air selama pemeliharaan ikan mas berkisar 26 - 27°C, sedangkan pH air berkisar 6 - 7, dan oksigen terlarut berkisar 3,5 - 4,5 ppm. Kisaran nilai kualitas air tersebut masih baik untuk pemeliharaan dan pertumbuhan ikan mas (Patriono et. al., 2009).

2.5.3. DO (Dissolved Oxigen)

Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernafasan, metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik, sumber utama oksigen dalam perairan tersebut. Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung dari beberapa faktor, seperti keruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus gelombang dan pasang surut (Salmin, 2005).

Meskipun beberapa jenis ikan mampu bertahan hidup pada perairan dengan kosentrasi minimum yang masih dapat diterima. Sebagian besar spesies biota air budidaya untuk hidup dengan baik adalah 5 ppm. Pada perairan dengan kosentrasi oksigen dibawah 4 ppm, beberapa jenis ikan mampu bertahan hidup akan tetapi nafsu makannya menurun, untuk itu kosentrasi oksigen yang baik dalam budidaya antara 5 – 7 ppm. Hanya ikan ikan yang memiliki pernafasan tambahan ynag mampu hidup di perairan yang kandungan oksigen rendah, seperti lele, gurami seperti betok dan gabus (Kordi dan Andi, 2007).

Kualitas air merupakan aspek yang penting dalam pemeliharaan ikan. Kualitas air yang ideal adalah yang dapat mendukung kelangsungan semua siklus ikan. Suhu air selama pemeliharaan ikan mas berkisar 26 - 27°C, sedangkan pH air berkisar 6 - 7, dan oksigen terlarut berkisar 3,5 - 4,5 ppm. Kisaran nilai kualitas air tersebut masih baik untuk pemeliharaan dan pertumbuhan ikan mas (Patriono et. al., 2009).

2.5.4. Amonia

Limbah amonia dari budidaya ikan yang dibuang langsung ke perairan sekitarnya merupakan sumber pencemaran yang perlu mendapat perhatian. Potensi pasokan amonia ke dalam air budidaya ikan adalah sebesar 75% dari kadar nitrogen dalam pakan. Pengubahan nitrogen yang berperan dalam pengurangan kandungan amonia terdiri atas tiga proses yakni proses fotoautotrofik oleh alga, proses bakterial autotrofik yang mengubah amonia menjadi nitrat, dan proses bakterial heterotrofik yang mengubah amonia langsung menjadi biomassa mikroba. Proses mikrobial seperti ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas air dan mengurangi beban cemaran limbah budidaya ikan ke perairan sekitarnya (Gunadi dan Rani, 2011).

Menurut Chin dan Chen (1987) dalam Handayani (2003), sumber utama ammonia pada air kolam adalah ekskresi ammonia oleh ikan dan crustacea. Jumlah amonia yang diekskresikan oleh ikan bisa diestimasikan dari penggunaan protein netto (pertambahan protein ikan-protein pakan) dan protein prosentase dalam pakandengan rumus :

Ammonia-nitrogen (g/kg pakan) = (1.0-NPU) (Protein+6.25) (1000)

Keterangan :

NPU = Net Protein Utilization / penggunaan protein netto

Protein = protein dalam pakan

6.25 = rasio rata-rata dari protein nitrogen

Menurut Arie dan Cecep (2009), parameter yang baik untuk ikan mas yaitu :

Parameter

Kadar

Suhu

25 - 30º C

Warna

Hijau kecoklatan

Kekeruhan

20 – 40 cm oleh plankton

Oksigen

Minimal 3 mg/l

Karbondioksida

Maksimal 25 mg/l

pH

7 – 7,5

Amoniak

Maksimal 0,1 mg/l

Alkalinitas

50 – 300 mg/l


III. METODOLOGI

3.1. Alat dan Bahan

3.1.1. Alat

Alat – alat yang digunakan dalam praktikum Manajemen Kualitas Air tentang Peranan Kayu Apu (Pistia stratiotes,L) Terhadap Penurunan Kandungan Amoniak, Pertumbuhan dan Kelulushidupan Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio) adalah :

Ø Akuarium ukuran 60x30x30 : Untuk tempat media benih ikan mas (Cyprinus carpio) dengan ketinggian 25 cm.

Ø Aerator + Batu Aerasi + Selang : Untuk penyedia oksigenbagi benih ikan.

Ø Serokan : Untuk mengambil ikan.

Ø Buku : Tempat untuk menulis.

Ø Alat Tulis : Akat untuk menulis.

Ø Penggaris : Alat untuk mengukur.

Ø Timbingan Analitik (ketelitian 10-2 ) : Untuk menimbang ikan dan pakan ikan.

Ø Corong : Alat untuk menuang bahan kimia.

Ø Pipet Tetes : Untuk mengambil larutan nessler.

Ø pH Meter : Untuk mengukur pH.

Ø DO Meter : Untuk mengukur DO.

Ø Tabung reaksi : Untuk tempat air sampel.

Ø Spektrofotometer : Alat untuk mengukur kandungan amoniak.

Ø Beaker Glass : Untuk tempat air sampel.

Ø Kalkulator : alat untuk menghitung.

3.1.2 Bahan

Bahan – bahan yang digunakan dalam praktikum Manajemen Kualitas Air tentang Peranan Kayu Apu (Pistia stratiotes,L) Terhadap Penurunan Kandungan Amoniak,Pertumbuhan dan Kelulushidupan Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio) adalah :

Ø Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio ) : Sebagai sampel untuk pengamatan dengan

ukuran 5 cm.

Ø Air Tawar : Sebagai media ikan untuk hidup dan pengamatan.

Ø Kayu Apu : Untuk meningkatkan kualitas air di dalam akuarium.

Ø Pakan Ikan : Untuk memenuhi energi pada ikan untuk beraktivitas.

Ø Aquades : Untuk mengkalibrasi alat – alat pengamatan kualitas air.

Ø Larutan nessler : Untuk mengendapkan amoniak.

Ø Kertas Saring : Sebagai alas saat menimbang pakan ikan.

3.2. Prosedur Kerja

3.2.1. Persiapan Wadah dan Peralatan

Dalam praktikum Manajemen Kualitas Air tentang Peranan Kayu Apu (Pistia stratiotes,L) Terhadap Penurunan Kandungan Amoniak, Pertumbuhan dan Kelulushidupan Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio) yang dilakukan adalah disiapkan wadah dan peralatan 2-3 hari sebelum dilaksanakan praktikum yang terdiri dari akuarium percobaan ukuran 60x30x30cm sebanyak 15 akuarium, lalu dibersihkan agar terkondisikan steril dari penyakit. Kemudian disiapkan kayu apu dengan jumlah yang telah ditentukan yaitu 100%,75%,50% dan 25% sebagai perbandingan mana yang efektif dari kesekian banyak jumlah kayu apu tersebut.Lalu disiapkan biota percobaan yaitu benih ikan mas (Cyprinus carpio) dengan jumlah dan ukuran yang telah ditentukan yaitu 30 ekor benih ikan pada tiap akuarium dengan ukuran masing-masing 5 cm dan beserta pakan peletnya dan yang terakhir disiapkan perlengkapan yang akan digunakan untuk praktikum.

3.2.2 Adaptasi Terhadap Hewan Uji

Sebelum praktikum dilaksanakan,ikan mas (Cyprinus carpio) diadaptasikan (diaklamatisasi) terhadap kondisi lingkungan yang baru dengan cara dipelihara pada wadah bak tandon 2-3 hari.hal ini diharapkan agar ikan mas (Cyprinus carpio) tidak stres saat dimasukkan akuarium pengamatan dan meminimalisir kematian.

3.2.3 Pelaksanaan Praktikum

Saat pelaksanaan praktikum,dilakukan pengisian air tawar pada akuarium yang telah disiapkan dengan ketinggian air 25 cm agar sisa ruang yang tidak terisi air sebagai tempat difusi oksigen.Kemudian dilakukan pengukuran kualitas air pada akuarium percobaan (suhu,pH,DO,amoniak) sebelum dilakukan perlakuan.

a) Suhu dan pH

Dalam pengamatan,pengukuran suhu dan pH dilakukan dengan menggunakan 1 alat saja,dengan cara penggunaan yaitu bagian ujung alat dikalibrasi dengan aquades agak steril kemudian dicelupkan dalam akuarium,lalu ditekan “ON” dan dibaca serta dicatat hasilnya.setelah itu ditekan “ OFF” dan diangkan ujung alat dan diletakkan pada beaker glass yang berisi aquades.

b) DO (Dissolved Oxygen)

Dalam pengamatan,pengukuran DO dilakukan dengan menggunakan alat yaitu DO meter dengan cara penggunaan yaitu bagian ujung dikalibrasi dengan aquades agak steril kemudian dicelupkan dalam akuarium,lalu ditekan “ON” dan dibaca serta dicatat hasilnya.setelah itu ditekan “ OFF” dan diangkan ujung alat dan diletakkan pada beaker glass yang berisi aquades.

c) Amoniak

Dalam pengamatan,pengukuran amoniak yang perli dilakukan adalah disiapkan sampel sebanyak 25 ml,kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass dan ditambahkan 1 ml larutan nessler sebagai pengikat amoniak.Lalu dihomogenkan dan ditunggu samapi mengendap kemudian diambil larutan yang bening dan dimasukkan dalam cuvet.Setelah itu,dihitung panjang gelombang dengan spektrofotometer.kemudian ditekan power dan ditunggu hingga muncul tulisa “ METHOD”.Lalu ditekan panjang gelombang dan disesuaikan dengan bahan.Setelah itu,ditekan “ENTER” dan dimasukkan aquades 10 ml untuk mengkalibrasi spektrofotometer.Lalu ditekan “ZERO” sampai muncul angka 0,0 dan kemudian dibuang aquades.Lalu diisi dengan larutan nessler 1 ml sebagai bahan yang akan diamati.Kemudian ditekan “ENTER” dan dicatat hasil.Lalu dibuang larutannya dan dimatikan dengan tekan tombol “OFF”.

3.3 Rancangan Praktikum

Dalam percobaan yang digunakan dalam praktikum adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yaitu rancangan yang digunakan untuk percobaan yang mempunyai media atau tempat percobaan yang seragam atau homogen,sehingga banyak digunakan untuk percobaan di laboratorium.Menurut (Hanafiah,A. 2005), pada RAL ini, data hasil percobaan Y dinyatakan dalam model matematik.

Y = µ + T + Ɛ

Keterangan :

Y = nilai pengamatan dari perlakuan

µ = nilai tengah umum

T = pengaruh perlakuan

Ɛ = pengaruh gallat dari perlakuan.

Rangcangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan masing-masing perlakuan sebagai berikut :

K = Perlakuan dengan pemberian Kayu Apu 0%

A = Perlakuan dengan pemberian Kayu Apu 25%

B = Perlakuan dengan pemberian Kayu Apu 50%

C = Perlakuan dengan pemberian Kayu Apu 75%

D = Perlakuan dengan pemberian Kayu Apu 100%

Dalam perlakuan ini masing-masing perlakuan diberi ulangan sebanyak 3 kali.Denah percobaan dapat dilihat pada gambar :

K2

D1

B2

A3

C3

A1

C1

D2

K1

B3

B1

K3

A2

C2

D3

Keterangan :

A,B,C,dan D = Perlakuan

1,2,dan 3 = Ulangan

K = Kontrol


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sulvival Rate (SR)

Menurut Kordi (2009), kelangsungan hidup atau sintesa (Survival Rate) adalah presentasi jumlah biota budidaya yang hidup dalam kurun waktu tertentu. Seperti pertumbuhan, banyak factor yang dapat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup, seperti padat penebaran, pakan, lingkungan (kualitas air), kualitas benih, hama dan penyakit. Hasil pengamamatan SR dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Grafik Hasil Pengukuran SR Ikan Mas Selama Pratikum Manajemen Kualitas Air

Dalam praktikum Manajemen Kualitas Air tentang Survival Rate (kelulus hidupan) diperoleh data dari kelompok 2 yaitu akuarium dengan kepadatan kayu apu (Pistia stratiotes) 25% akuarium A1, A2, Dalam praktikum Manajemen Kualitas Air tentang Survival Rate (kelulus hidupan) diperoleh data dari kelompok 2 yaitu akuarium dengan kepadatan kayu apu (Pistia stratiotes) 25% akuarium A1, A2, dan A3 mempunyai nilai SR sebesar 57%, 63% dan 67%. Sedangkan dari semua akuarium baik kontrol (tanpa kayu apu (Pistia stratiotes)) sampai dengan akuarium D (kayu apu (Pistia stratiotes) 100%) diperoleh nilai SR rata-rata tertinggi yaitu 88,87% pada akuarium Kontrol (kayu apu (Pistia stratiotes) 0%) dan terendah yaitu 59,67% pada akuarium C (kayu apu (Pistia stratiotes) 75%). Hal ini menunjukkan bahwa ikan mas (Cyprinus carpio) dapat bertahan hidup dengan baik sehingga kelulus hidupannya 100% pada kepadatan kayu apu (Pistia stratiotes) sebesar 0% di akuarium. Sedangkan ikan mas (Cyprinus carpio) hanya 59,67% dari 30 ekor yang mampu bertahan hidup dengan kepadatan kayu apu (Pistia stratiotes) 75%. Hal ini dikarenakan factor koreksi dari ikan mas (Cyprinus carpio) yang kesehatannya berbeda-beda setiap akuarium. Pada akuarium control, kondisi benih ikan lebih sehat dibanding pada akuarium lainnya, sehingga survival rate (kelulus hidupan) lebih tinggi. Seharusnya, pada akuarium dengan kayu apu (Pistia stratiotes), nilai SR-nya lebih tinggi dari pada yang lainnya. Karena kayu apu (Pistia stratiotes) merupakan fitoremediasi yang dapat mengurangi pencemaran dan mengikat senyawa-senyawa berbahaya dalam perairan tersebut.

Nilai SR ini diperoleh dari rumus: SR

Dengan hasil pada akuarium A1, A2, A3 dengan nilai SR 57%, 63% dan 67% dapat diketahui bahwa besar nilai kelulus hidupan pada akuarium A1 sebesar 57% dan sisanya sebesar 43% mati. Sedangkan pada akuarium A2 besar nilai kelulus hidupan sebesar 63% dan ikan yang mati sebesar 37%. Dan pada akuarium A3 besar nilai kelulus hidupan sebesar 67% dan ikan yang mati sebesar 33%. Besar nilai SR setiap akuarium berbeda-beda tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Terdapat faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal di antaranya seperti umur, daya tahan tubuh ikan, gen, dll. Sedangkan faktor eksternal berasal dari lingkungan di mana spesies itu berada yaitu seperti adanya virus, bakteri yang menyebabkan kematian pada ikan tersebut, suhu, pH, DO, dll.

Hasil analisa sidik ragam perhitungan SR di peroleh hasil berbeda nyata, ini dapat dilihat dari nilai F hitung lebih besar dari nilai F 5 % tetapi lebih kecil dari F 1%. Untuk mengetahui perlakuan yang terbaik maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT)

Berdasarkan hasil uji BNT yang diperoleh menunjukkan bahwa Urutan perlakuan terbaik adalah perlakuan kontrol → perlakuan D = perlakuan B = perlakuan A = perlakuan C. Ini karena pemakaian jenis ikan yang berbeda pada saat pratikum, ikan yang digunakan pada kontrol sudah diadaptasikan lebih lama, sehingga pada saat dilakukan pratikum ikan tidak membutuhkan waktu lama untuk beradaptasi.

4.2 Grow Rate (GR)

Menurut Laksono (2007), pertumbuhan mutlak (Grow Rate) adalah laju pertumbuhan total ikan. Dalam praktikum Manajemen Kualitas Air tentang Grow Rate (pertumbuhan harian) diperoleh data dari kelompok 2 yaitu akuarium dengan kepadatan kayu apu (Pistia stratiotes) 25% akuarium A1, A2, dan A3 mempunyai nilai GR sebesar 0,15; 0,168; 0,135. Nilai GR ini diperoleh dai rumus:

GR =

Hasil pengamamatan GR dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Nilai GR Ikan Mas (Cyprinus carpio)

Dari grafik di atas dapat diketahui nilai GR rata-rata tertinggi yaitu 0,19 pada akuarium C (kayu apu (Pistia stratiotes) 50%) dan terendah yaitu 0,09 pada akuarium Kontrol (tanpa kayu apu (Pistia stratiotes)). Hal ini menunjukkan bahwa ikan mas (Cyprinus carpio) dapat tumbuh dengan baik sehingga mencapai nilai pertumbuhan yang besar pada kepadatan kayu apu (Pistia stratiotes) sebesar 75% di akuarium. Sedangkan ikan mas (Cyprinus carpio) mengalami pertumbuhan sebesar 0,09 pada kepadatan kayu apu (Pistia stratiotes) 0%. Hal ini dikarenakan pada akuarium dengan kepadatan kayu apu (Pistia stratiotes) 75%, oksigen yang dihasilkan lebih optimal dan faktor nutrisi juga terpenuhi, sehingga dapat tumbuh dengan optimal. Sedangkan ikan mas (Cyprinus carpio) mempunyai nilai pertumbuhan yang sedikit pada akuarium tanpa kayu apu (Pistia stratiotes) karena suplai oksigen yang minimal serta dapat dimungkinkan karena nutrisi dari pakan yang kurang memenuhi.

Dengan hasil pada akuarium A1, A2, A3 dengan nilai GR 0,15; 0,168 dan 0,135 dapat diketahui bahwa besar nilai pertumbuhan harian ikan mas (Cyprinus carpio) pada akuarium A1 sebesar 0,15 gr. Sedangkan pada akuarium A2 besar nilai pertumbuhan harian ikan sebesar 0,168 gr. Dan pada akuarium A3 besar nilai pertumbuhan harian sebesar 0,135 gr. Besar nilai GR setiap akuarium berbeda-beda tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Terdapat faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal di antaranya seperti umur, nafsu makan, gen, dll. Sedangkan faktor eksternal berasal dari lingkungan di mana spesies itu berada yaitu seperti adanya virus, bakteri yang menyebabkan kematian pada ikan tersebut, nutrisi, suhu, pH, DO, dll.

Hasil analisa sidik ragam perhitungan GR di peroleh hasi tidak berbeda nyata, ini dapat dilihat dari nilai F hitung lebih kecil dari nilai F 5 % dan F 1%. Untuk mengetahui perlakuan yang terbaik maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT).

4.3 Food Convertion Rate (FCR)

FCR merupakan kepanjangan dari Feed Convertion Ratio. Artinya berapa rasio pakan. Atau definisi yang sangat mudah dipahami, FCR adalah berapa banyak pakan (kg) yang diberikan untuk menghasilkan 1 kg daging ikan? Jika pakan yang diberikan 1 kg berarti FCR = 1.0 dan FCR =1.2 apabila kita membutuhkan pakan 1.2 kg untuk mengasilkan daging 1 kg ikan (Mujianto,2009).

Dalam praktikum Manajemen Kualitas Air tentang Grow Rate (pertumbuhan harian) diperoleh data dari kelompok 2 yaitu akuarium dengan kepadatan kayu apu (Pistia stratiotes) 25% akuarium A1, A2, dan A3 mempunyai nilai FCR sebesar 0,18; 0,182; 0,159.Hasil pengamamatan FCR dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Nilai FCR Ikan Mas (Cyprinus carpio)

Dari grafik di atas dapat diketahui nilai rata-rata FCR tertinggi yaitu 0,21 pada akuarium D (kayu apu (Pistia stratiotes) 100%) dan terendah yaitu 0,13 pada akuarium Kontrol (tanpa kayu apu (Pistia stratiotes)). Hal ini menunjukkan bahwa dengan kepadatan kayu apu (Pistia stratiotes) sebesar 100% di akuarium, pakan sebesar 0,21 gr dapat membentuk daging 1 kg ikan mas (Cyprinus carpio). Sedangkan dengan kepadatan kayu apu (Pistia stratiotes) sebesar 0% di akuarium, pakan sebesar 0,13 gr dapat membentuk daging 1 kg ikan mas (Cyprinus carpio). Dengan demikian dapat diketahui bahwa hasil FCR terkecil yaitu 0,13 gr lebih efisien karena tidak memerlukan jumlah pakan yang banyak untuk membentuk 1 kg daging ikan.

Nilai FCR ini diperoleh dari rumus :

FCR =

Dengan hasil pada akuarium A1, A2, A3 dengan nilai FCR 0,18; 0,182 dan 0,159 dapat diketahui bahwa jumlah pakan yang diberikan untuk pembentukan 1 kg daging ikan mas (Cyprinus carpio) pada akuarium A1 sebesar 0,18 gr. Sedangkan pada akuarium A2 jumlah pakan yang diberikan untuk pembentukan 1 kg daging ikan sebesar 0,182 gr. Dan pada akuarium A3 jumlah pakan yang diberikan untuk pembentukan 1 kg daging ikan sebesar 0,159 gr. Besar nilai FCR setiap akuarium berbeda-beda tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Terdapat faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal di antaranya seperti umur, nafsu makan, gen, dll. Sedangkan faktor eksternal berasal dari lingkungan di mana spesies itu berada yaitu seperti nutrisi, suhu, pH, DO, dll.

Dari semua akuarium baik kontrol (tanpa kayu apu (Pistia stratiotes)) sampai dengan akuarium D (kayu apu (Pistia stratiotes) 100%) diperoleh nilai FCR tertinggi yaitu 0,21 pada akuarium D2 (kayu apu (Pistia stratiotes) 100%) dan terendah yaitu 0,0944 pada akuarium K1 (tanpa kayu apu (Pistia stratiotes)). Hal ini menunjukkan bahwa dengan kepadatan kayu apu (Pistia stratiotes) sebesar 100% di akuarium, pakan sebesar 0,21 gr dapat membentuk daging 1 kg ikan mas (Cyprinus carpio). Sedangkan dengan kepadatan kayu apu (Pistia stratiotes) sebesar 0% di akuarium, pakan sebesar 0,0944 gr dapat membentuk daging 1 kg ikan mas (Cyprinus carpio). Dengan demikian dapat diketahui bahwa hasil FCR terkecil yaitu 0,0944 gr lebih efisien karena tidak memerlukan jumlah pakan yang banyak untuk membentuk 1 kg daging ikan.

Hasil analisa sidik ragam perhitungan FCR di peroleh hasil berbeda nyata, ini dapat dilihat dari nilai F hitung lebih besar dari nilai F1 % tetapi lebih kecil dari F5%. Untuk mengetahui perlakuan yang terbaik maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT)

Berdasarkan hasil uji BNT yang diperoleh menunjukkan bahwa urutan perlakuan terbaik adalah perlakuan D perlakuan C = perlakuan A = perlakuan B = perlakuan kontrol . pada hal ini terjadi karena perbedaan kepadatan kayu apu ( Pistia stratiotes ) dalam setiap akuarium.

4.4 Amoniak

Di dalam air ammonia terdapat di dalam 2 bentuk yaitu NH+ atau biasa disebut Ionized Ammonia (IA) yang kurang beracun dan NH3 atau Unionized Amonia tersebut di dalam air berada dalam keseimbangan (Kordi dan Tancung,2007). Hasil pengamamatan amoniak dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6. Grafik Hasil Pengukuran Amoniak Ikan Mas Selama Pratikum Manajemen Kualitas Air

Dari grafik di atas nilai rata-rata amonia tertinggi sebesar 0,27 pada akuarium C (kayu apu (Pistia stratiotes) 75%) dan terendah yaitu 0,14 pada akuarium B (kayu apu (Pistia stratiotes) 50%). Dengan demikian dapat diketahui bahwa dengan kepadatan kayu apu (Pistia stratiotes) 75% nilai amonia tinggi. Sedangkan dengan kepadatan kayu apu (Pistia stratiotes) 50% nilai ammonia rendah. Hal ini disebabkan karena factor lain yaitu dimungkinkan dari jumlah ikan yang bertahan hidup. Benih ikan mas (Cyprinus carpio) pada akuarium B (kayu apu (Pistia stratiotes) 50%) jumlahnya lebih sedikit dibandingkan akuarium lainnya dikarenakan benih ikan mati. Sehingga konsentrasi ammonia yang bersumber dari feses ikan sedikit. Ditinjau dari segi lain, seharusnya pada akuarium dengan kepadatan 0% kayu apu (Pistia stratiotes) mempunyai nilai amonia yang tinggi. Hal ini dikarenakan tidak adanya kayu apu (Pistia stratiotes) yang mempunyai kemampuan menyerap amonia, sehingga pada akuarium dengan kepadatan kayu apu (Pistia stratiotes) 0% mempunyai lebih besar kadar ammonia yang terkandung.

Hasil analisa sidik ragam perhitungan amoniak di peroleh hasil berbeda nyata, ini dapat dilihat dari nilai F hitung lebih besar dari nilai F 5 % tetapi lebih kecil dari F 1%. Untuk mengetahui perlakuan yang terbaik maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT).

Berdasarkan hasil uji BNT yang diperoleh menunjukkan bahwa Urutan perlakuan terbaik adalah perlakuan C = perlakuan Kontrol perlakuan A = perlakuan D = perlakuan . pada hal ini terjadi karena perbedaan kepadatan kayu apu ( Pistia stratiotes ) dalam setiap akuarium.

4.5 Data Pendukung Kualitas Air

- Suhu

Suhu sangat penting bagi kehidupan organisme di perairan, karena suhu mempengaruhi baik aktivitas maupun perkembangbiakan dari organisme tersebut. Oleh karena itu, tidak heran jika banyak dijumpai bermacam-macam jenis ikan yang terdapat di berbagai tempat di dunia yang mempunyai toleransi tertentu terhadap suhu. Ada yang mempunyai toleransi yang besar terhadap perubahan suhu, disebut bersifat euryterm. Sebaliknya ada pula yang toleransinya kecil, disebut bersifat stenoterm. Suhu optimum dibutuhkan oleh ikan untuk pertumbuhannya. Ikan yang berada pada suhu yang cocok, memiliki selera makan yang lebih baik. Organisme perairan seperti ikan maupun udang mampu hidup baik pada kisaran suhu 20-30°C. Perubahan suhu di bawah 20°C atau di atas 30°C menyebabkan ikan mengalami stres yang biasanya diikuti oleh menurunnya daya cerna (Ardiyana, 2010).

Dalam praktikum Manajemen Kualitas Air tentang Kualitas Air mengenai suhu diperoleh data dari kelompok 2 yaitu akuarium dengan kepadatan kayu apu (Pistia stratiotes) 25% akuarium A1, A2, dan A3 mempunyai nilai suhu dari hari Jumat,27 Mei 2011 sampai Kamis,2 Juni 2011 di pagi hari rata-rata sebesar 24oC (A1), 23,92oC (A2), dan 23,87oC (A3). Sedangkan pada siang hari rata-rata sebesar 26,24oC (A1), 27,34oC (A2), dan 26,38oC (A3). Dari hasil ini dapat diketahui bahwa suhu air di akuarium pada pagi hari lebih rendah dari pada siang hari. Hal ini dikarenakan oleh perbedaan intensitas cahaya matahari yang masuk dalam akuarium yaitu pada siang hari matahari tepat 90o sehingga penyinarannya lebih besar dibandingkan pada pagi hari dan juga pengaruh aktivitas dan metabolisme dari ikan mas (Cyprinus carpio) tersebut.

Menurut Arie dan Cecep (2009), parameter yang baik untuk ikan mas yaitu :

Parameter

Kadar

Suhu

25 - 30º C

Warna

Hijau kecoklatan

Kekeruhan

20 – 40 cm oleh plankton

Oksigen

Minimal 3 mg/l

Karbondioksida

Maksimal 25 mg/l

pH

7 – 7,5

Amoniak

Maksimal 0,1 mg/l

Alkalinitas

50 – 300 mg/l

- DO (Dissolve Oxygen)

Oksigen (O2) terlarut adalah satu jenis gas terlarut dalam air dengan jumlah yang sangat banyak yaitu menempati urutan kedua setelah Nitrogen. Namun jika dilihat dari segi kepentingan untuk budidaya perairan oksigen menempati urutan teratas (Kordi dan Tancung,2007).

Dalam praktikum Manajemen Kualitas Air tentang Kualitas Air mengenai DO diperoleh data dari kelompok 2 yaitu akuarium dengan kepadatan kayu apu (Pistia stratiotes) 25% akuarium A1, A2, dan A3 mempunyai nilai DO dari hari Jumat,27 Mei 2011 sampai Kamis,2 Juni 2011 di pagi hari rata-rata sebesar 7,46gr/ml (A1), 7,3gr/ml (A2), dan 7,52gr/ml (A3). Sedangkan pada siang hari rata-rata sebesar 6,79gr/ml (A1), 6,91gr/ml (A2), dan 6,9gr/ml (A3). Dari hasil ini dapat diketahui bahwa DO di akuarium pada pagi hari lebih tinggi dari pada siang hari. Hal ini dikarenakan oleh suhu air di siang hari lebih tinggi dari pada di pagi hari. Sehingga mempengaruhi aktivitas dan metabolisme dari ikan mas (Cyprinus carpio). Dengan suhu yang tinggi, metabolisme ikan meningkat sehingga banyak memerlukan oksigen dan DO di air akuarium menjadi berkurang.

Menurut Arie dan Cecep (2009), parameter yang baik untuk ikan mas yaitu :

Parameter

Kadar

Suhu

25 - 30º C

Warna

Hijau kecoklatan

Kekeruhan

20 – 40 cm oleh plankton

Oksigen

Minimal 3 mg/l

Karbondioksida

Maksimal 25 mg/l

pH

7 – 7,5

Amoniak

Maksimal 0,1 mg/l

Alkalinitas

50 – 300 mg/l

- pH (Derajat Keasaman)

Derajat keasaman lebih dikenal dengan istilah pH. pH (Power of Hydrogen), yaitu logaritma dari kepekatan ion-ion H (Hydrogen) yang terlepas dalam suatu cairan. Derajat keasaman atau pH air menunjukkan aktivitas ion hydrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hydrogen (dalam mol perliter) pada suhu tertentu atau dapat ditulis pH= -log (H+) (Effendi,2003).

Dalam praktikum Manajemen Kualitas Air tentang Kualitas Air mengenai pH diperoleh data dari kelompok 2 yaitu akuarium dengan kepadatan kayu apu (Pistia stratiotes) 25% akuarium A1, A2, dan A3 mempunyai nilai pH dari hari Jumat,27 Mei 2011 sampai Kamis,2 Juni 2011 di pagi hari rata-rata sebesar 7,14 (A1), 6,86 (A2), dan 7,2 (A3). Sedangkan pada siang hari rata-rata sebesar 6,34 (A1), 6,88 (A2), dan 6,5 (A3). Dari hasil ini dapat diketahui bahwa pHHHHHHHUihgilsmhH di akuarium pada pagi hari lebih tinggi dari pada siang hari. Hal ini dikarenakan pada pagi hari ikan belum melakukan banyak aktivitas dan metabolisme, sehingga pH air dalam akuarium belum menurun dan masih optimal. Sedangkan pada siang hari ikan banyak melakukan banyak aktivitas dan metabolisme sehingga banyak mengeluarkan feses yang mengandung amoniak sehingga pH air di akuarium menjadi asam.

Menurut Arie dan Cecep (2009), parameter yang baik untuk ikan mas yaitu :

Parameter

Kadar

Suhu

25 - 30º C

Warna

Hijau kecoklatan

Kekeruhan

20 – 40 cm oleh plankton

Oksigen

Minimal 3 mg/l

Karbondioksida

Maksimal 25 mg/l

pH

7 – 7,5

Amoniak

Maksimal 0,1 mg/l

Alkalinitas

50 – 300 mg/l

V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Ikan mas (Cyprinus Carpio) menurut sejarahnya dari daratan Cina dan Rusia. Ikan mas mempunyai bentuk badan agak memanjang dan memipih tegak (compressed). Ikan mas menyukai tempat hidup (habitat) di perairan tawar yang airnya tidak terlalu dalam dan alirannya tidak terlalu deras, seperti di pinggiran sungai atau danau. Padat penebaran berpengaruh terhadap kelangsungan hidup, pertumbuhan panjang mutlak, laju pertumbuhan bobot harian dan efisiensi pakan. Kelangsungan hidup adalah peluang hidup suatu individu dalam waktu tertentu. Tingkat kelangsungan hidup akan menentukan produksi yang diperoleh dan erat kaitannya dengan ukuran ikan yang dipelihara. Kelangsungan hidup benih ditentukan oleh kualitas induk, kualitas telur, kualitas air serta perbandingan antara jumlah makanan dan kepadatannya. Untuk mempertahankan kelangsungan hidup, maka diperlukan makanan yang memenuhi kebutuhan nutrisi ikan. Makanan yang dimakan oleh ikan digunakan untuk kelangsungan hidup dan selebihnya akan dimanfaatkan untuk pertumbuhan. Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor luar dan dalam. Faktor luar diantaranya adalah sifat-sifat fisika-kimia air, padat penebaran mutu dan jumlah makanan. Sedangkan faktor dalam diantaranya adalah ketrunan, seks, umur, kematangan gonad dan parasit. Ikan mas memiliki laju pertumbuhan yang cepat dan dapat mencapai ukuran satu kilogram dalam waktu kurang dari satu tahun. Ikan mas menyukai tempat hidup (habitat) di perairan tawar yang airnya tidak terlalu dalam dan alirannya tidak terlalu deras, seperti di pinggiran sungai atau danau. Ikan mas dapat hidup baik di daerah dengan ketinggian 150 - 600 meter di atas permukaan air laut (dpl) dan pada suhu 25-30° C, sedangkan pH air berkisar 6 - 7, dan oksigen terlarut berkisar 3,5 - 4,5 ppm, serta amoniak maksimal 0,1 mg/l. Meskipun tergolong ikan air tawar, ikan mas kadang-kadang ditemukan di perairan payau atau muara sungai yang bersalinitas (kadar garam) 25-30‰.

Tanaman air Pistia termasuk ke dalam genus dalam keluarga Araceae , yang terdiri dari spesies tunggal, Pistia stratiotes, sering disebut air selada kol atau kubis Nil. Mengapung di permukaan air akar-akarnya menggantung terendam di bawah daun mengambang. Daun bisa mencampai panjang 14 cm dan tidak memiliki batang. berwarna hijau muda. Tanaman Jenis ini memerlukan media tanah dan air, jika kebanyakan air dan terkena sinar matahari langsung, maka daunnya akan cepat hancur. Biasanya tanaman ini dipergunakan untuk tempat ikan-ikan hias bertelur, karena memiliki akar yang menggantung panjang kebawah air.

Dalam praktikum Manajemen Kualitas Air tentang Survival Rate (kelulus hidupan) diperoleh data dari kelompok 2 yaitu akuarium dengan kepadatan kayu apu (Pistia stratiotes) 25% akuarium A1, A2, dan A3 mempunyai nilai SR sebesar 57%, 63% dan 67%. Nilai SR ini diperoleh dari rumus: SR . Hasil analisa sidik ragam perhitungan SR di peroleh hasil berbeda nyata, ini dapat dilihat dari nilai F hitung lebih besar dari nilai F 5 % tetapi lebih kecil dari F 1%. Berdasarkan hasil uji BNT yang diperoleh menunjukkan bahwa Urutan perlakuan terbaik adalah perlakuan kontrol → perlakuan D = perlakuan B = perlakuan A = perlakuan C. Ini karena pemakaian jenis ikan yang berbeda pada saat pratikum, ikan yang digunakan pada kontrol sudah diadaptasikan lebih lama, sehingga pada saat dilakukan pratikum ikan tidak membutuhkan waktu lama untuk beradaptasi. Grow Rate (pertumbuhan harian) diperoleh data dari kelompok 2 yaitu akuarium dengan kepadatan kayu apu (Pistia stratiotes) 25% akuarium A1, A2, dan A3 mempunyai nilai GR sebesar 0,15; 0,168; 0,135. Nilai GR ini diperoleh dari rumus: GR = . Hasil analisa sidik ragam perhitungan GR di peroleh hasi tidak berbeda nyata, ini dapat dilihat dari nilai F hitung lebih kecil dari nilai F 5 % dan F 1%. Untuk mengetahui perlakuan yang terbaik maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT). Dengan hasil pada akuarium A1, A2, A3 dengan nilai FCR 0,18; 0,182 dan 0,159 dapat diketahui bahwa jumlah pakan yang diberikan untuk pembentukan 1 kg daging ikan mas (Cyprinus carpio) pada akuarium A1 sebesar 0,18 gr. Sedangkan pada akuarium A2 jumlah pakan yang diberikan untuk pembentukan 1 kg daging ikan sebesar 0,182 gr. Dan pada akuarium A3 jumlah pakan yang diberikan untuk pembentukan 1 kg daging ikan sebesar 0,159 gr. Besar nilai FCR setiap akuarium berbeda-beda tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Terdapat faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal di antaranya seperti umur, nafsu makan, gen, dll. Sedangkan faktor eksternal berasal dari lingkungan di mana spesies itu berada yaitu seperti nutrisi, suhu, pH, DO, dll. Hasil analisa sidik ragam perhitungan FCR di peroleh hasil berbeda nyata, ini dapat dilihat dari nilai F hitung lebih besar dari nilai F1 % tetapi lebih kecil dari F5%. Berdasarkan hasil uji BNT yang diperoleh menunjukkan bahwa urutan perlakuan terbaik adalah perlakuan D perlakuan C = perlakuan A = perlakuan B = perlakuan kontrol . pada hal ini terjadi karena perbedaan kepadatan kayu apu ( Pistia stratiotes ) dalam setiap akuarium.

5.2 Saran

Saran yang dapat kami sampaikan adalah agar dalam praktikum selanjutnya lebih baik lagi. Serta dalam penyusunan laporan sebaiknya diberi kemudahan agar bisa cepat terselesaikan.

DAFTAR PUSTAKA

Acil. 2009. Kapu – Kapu. http://acil.menlh.go.id/index.php/flora/1386-fungsimanfaat-dan-jenis-tanaman-air. Diakses pada tanggal 01 Juni 2010 pukul 15.25 WIB.

Akuakultur. 2010. Pembesaran lele. http://yadi45.wordpress.com/. Diakses pada 30 mei 201, pukul 19.00 WIB

Apriyani, Raina Dwi Putri. 2010. DERAJAT KEASAMAN (pH) SEBAGAI PARAMETER PERAIRAN. http://rainadpa.blogspot.com/2010/01/derajat-keasaman-ph-seba gai -parameter.html. Diakses pada 01 Juni 2011, pukul 20.00 WIB

Ardiyana. 2010. Pengaruh Suhu dan Salinitas Terhadap Keberadaan Ikan. http:// aryansfirdaus.wordpress.com/2010/10/25/pengaruh-suhu-dan-salinitas-terha dap -keberadaan-ikan/. Diakses pada 01 Juni 2011, pukul 19.00 WIB

Arie Usni dan Cecep Muharam.2009. Panen Ikan Mas 2,5 Bulan. Penebar Swadaya. Jakarta

Boyd C.E. 1982. Water Quality Management For Pond Fish Culture. Elsevier Scientific Publishing Company. New York.

Cholik Fuad, Ateng G.J, Poernomo, Ahmad Jauzi. 2005. Akuakultur. PT. Victoria Kreasi Mandiri. Jakarta.

Effendi,H. 2003. Tebar Kualitas Air. Kanisius:Yogyakarta.

Fenner Bob. 2011. Water Lettuce, Pistia stratiotes. http://www.wetwebmedia.com /plante dtk ssub webindex/pistia.htm. Diakses pada tanggal 01 Juni 2011 pukul 13.13 WIB

Ghufran, M. dan Kordi. K. 2008. Budidaya Perairan Jilid Kesatu. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

_______. 2009. Budidaya Perairan Buku Kedua. PT Citra Aditya Bakti. Bandung.

Gunadi, B. dan Rani, H. 2011. Pengendalian Limbah Amonia Budidaya Ikan Lele Dengan SistemHeterotrofik Menuju Sistem Akuakultur Nir-Limbah. www.rca-prpb.com/Use rFiles/.../PENGENDALIAN %20AMONIA.pdf. Diakses pada 01 Juni 2011, pukul 20.00 WIB

Hardiani Henggar. 2009. Potensi Tanaman Dalam Mengakumulasi Logam Cu Pada Media Tanah Terkontaminasi Limbah Pada Industri Kertas. http://www.bbpk.go.id/... /7.%20Potensi %20 tanaman%20-%20Henggar%20H.pdf. Diakses pada tanggal 01 Juni 2011 pukul 09.08 WIB

Irawan Andri; Aminullah; Dahlan; Ismail; Syamsul Bahri; Yuza Fahdian. 2009. Faktor-faktor Penting dalam proses pembesaran ikan di fasilitas nursery danpembesaran.www.sith.itb.ac.id/d4../Kelompok_6_Pembesaran_Ikan_Udang.pdf.

Kordi.2009. Budidaya Perairan. PT.Citra Aditya Bakti:Bandung.

Kordi dan Tancung.2007. Budidaya Perairan. PT.Citra Aditya Bakti:Bandung.

Kusumaningtyas, Hapsari. 2009. Limnologi Tanaman Air. http://www.scribd.com/doc/55 466421/Tanaman-Air-Di-GH. Diakses pada 01 Juni 2011, pukul 20.00 WIB

Laili, Ulfatul. 2007. Pengaruh Pemberian Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza roxb) terhadap Prevalensi danKelulushidupan Ikan Mas (Cyprinus carpio) yang Diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophyla. lib.uin-malang.ac.id /files/thesis /full chapter/02520016.pdf. Diakses pada 01 Juni 2011, pukul 20.00 WIB

Masduqi Ali. 2007. Kualitas Air Sebagai Indikator Pengelolaan DAS. http://blog.its.ac.id /mas duq i/2007/11/04/kualitas-air-sebagai-indikator-pengelolaan-daerah-pengaliran-sungai/. Diakses pada tanggal 01 Juni 2011 pukul 12.12 WIB

Nurwulan Fita Asri. 2008. Amoniak. http://fitaasri.blogspot.com/2008/11/sains-amoniak.html. Diakses pada tanggal 01 Juni 2011 pukul 14.05 WIB.

Patriono Enggar, Endri Junaidi, Asri Setiorini.2009. Pengaruh Pemotongan Sirip Terhadap Pertumbuhan Panjang Tubuh Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). jpsmipaunsri.files.wordpress.com/2010/.../1363-66-d-enggar-ganjil.pdf. Diakses pada 01 Juni 2011 pukul 08.08 WIB

Paramata Sri D, Indah Raya, Muhammad Zakir. 2009. Pengaruh Penambahan Glutation Pada Bioakumulasi Ion Pb2+dan Cr6+ oleh Fitoplankton Laut Porphyridium Cruentum. http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/6737913acfb054c2944da0ac97abf874.pdf. Diakses pada tanggal 01 Juni 2011 pukul 10.10 WIB.

Rossanti. 2006. Manajemen Kualitas Air. Erlangga:Jakarta.

Salmin. 2005. OKSIGEN TERLARUT (DO) DAN KEBUTUHAN OKSIGEN BIOLOGI (BOD) SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR UNTUK MENENTUKAN KUALITAS PERAIRAN. http://images.atoxsmd.multiply.multiplycontent.com /attach ment/0/RluywAoKCsYAAAHIw641/oksigen%20terlarut%20dan%20kebutuhan%20oksigen%20biologi%20untuk%20penentuan%20kualitas%20perairan.pdf?nmid=44066689. Diakses pada 01 Juni 2011, pukul 20.00 WIB

Seandy. 2010. Kelangsungan Hidup. http://seandy-laut-biru.blogspot.com /2010/09/ ke langsungan-hidup-ikan-lele.html. Diakses pada 30 mei 20, pukul 19.00 WIB

Solichah, Anis. 2007. Pengaruh Konsentrasi Tris Amino Methan Yang Berbeda Dalam Pengencer Tris Kuning Telur Dan Lama Penyimpanan Terhadap Motilitas Spermatozoa Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.). lib.uin-malang. ac.id /files /thesis /fullchapter/02520047.pdf. Diakses pada 01 Juni 2011, pukul 20.00 WIB

Surahmaida. 2005. Fitoremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Pb dan Cd dengan Menggunakan Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.). http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-5377-3306201004-abstrak%20id.pdf. Diakses pada tanggal 01 Juni 2011 pukul 11.11 WIB

Wikipedia. 2011. Pistia. http://id.wikipedia.org. Diakses pada tanggal 01 Juni 2011 pukul 07.27 WIB.

Zipcodezoo. 2011. Pistia stratiotes L. http://zipcodezoo.com/Plants/P/Pistia_stratiotes/. Diakses pada 01 Juni 2011, pukul 20.00 WIB

LAMPIRAN

  • Perhitungan SR

Perlakuan

Ulangan

Total

Rata-rata

I

II

III

Kontrol

93.30

90

83.3

266.60

88.87

A

57

63

67

187

62.33

B

60

76.6

53.3

189.9

63.30

C

60

66

53

179

59.67

D

100

67

67

234

78.00

Total




1,056.50

352.17

FK = = 74,412.82

JK total =

+ + + + + + + + + + + + + + ) – FK = 3,089.41

JK perlakuan = ( ­2 + ­2 + ­2 + ­2 + ­2 ) – FK = 1,888.37

JK Acak = JK total – JK perlakuan = 1,201.04

Tabel analisa keragaman/ sidik ragam





Sumber keragaman

db

JK

KT

F Hit

F 5%

F 1%

Perlakuan

4

1,888.37

472.09

3.930705

3.48

5.99

Acak

10

1,201.04

120.10

*



Total

14

3,089.41





Perhitungan Uji BNT :

SED = = = 8.95

BNT 5% = t tabel 5% (db acak) x SED = 19.94

BNT 1% = t tabel 1% (db acak) x SED = 28.36

Tabel BNT

Rata-rata perlakuan

(C) 59.67

(A) 62.33

(B) 63.30

(D) 78.00

(K) 88.87

Notasi

(C) 59.67

-





a

(A) 62.33

2.67

-




a

(B) 63.30

3.63

0.97

-



a

(D) 78.00

18.33

15.67

14.70

-


a

(K) 88.87

29.20

26.53

25.57

10.87

-

ab

Kesimpulan :

Urutan perlakuan terbaik adalah perlakuan kontrol → perlakuan D = perlakuan B = perlakuan A = perlakuan C.

  • Perhitungan Amoniak

Perlakuan

Ulangan

Total

Rata-rata

I

II

III

Kontrol

0.21

0.28

0.22

0.71

0.24

A

0.24

0.26

0.14

0.64

0.21

B

0.13

0.15

0.14

0.42

0.14

C

0.35

0.23

0.23

0.81

0.27

D

0.2

0.16

0.12

0.48

0.16

Total




3.06

1.02

FK = = 0,62

JK total =

+ + + + + + + + + + + + + + ) – FK = 0,06

JK perlakuan = ( ­2 + ­2 + ­2 + ­2 + ­2 ) – FK = 0,03

JK Acak = JK total – JK perlakuan = 0,02

Tabel analisa keragaman/ sidik ragam





Sumber keragaman

db

JK

KT

F Hit

F 5%

F 1%

Perlakuan

4

0.03

0.01

3.587017

3.48

5.99

Acak

10

0.02

0.00

*



Total

14

0.06





SED = = 0,04

BNT 5% = t tabel 5% (db acak) x SED = 0,09

BNT 1% = t tabel 1% (db acak) x SED = 0,13


Tabel BNT







Rata-rata perlakuan

0.14

0.16

0.21

0.24

0.27

Notasi

B

0.14

-





a

D

0.16

0.02

-




a

A

0.21

0.07

0.05

-



a

Kontrol

0.24

0.10

0.08

0.02

-


ab

C

0.27

0.13

0.11

0.06

0.03

-

ab

Kesimpulan : Urutan perlakuan terbaik adalah perlakuan C = perlakuan Kontrol perlakuan A = perlakuan D = perlakuan B

  • Perhitungan FCR

Perlakuan

Ulangan

Total

Rata-rata

I

II

III

Kontrol

0.09

0.13

0.17

0.39

0.13

A

0.18

0.18

0.16

0.52

0.17

B

0.16

0.11

0.15

0.42

0.14

C

0.2

0.15

0.19

0.54

0.18

D

0.19

0.21

0.24

0.64

0.21

Total




2.51

0.84

FK = = 0,42

JK total =

+ + + + + + + + + + + + + + ) – FK = 0,02

JK perlakuan = ( ­2 + ­2 + ­2 + ­2 + ­2 ) – FK = 0,01

JK Acak = JK total – JK perlakuan = 0,01

Tabel analisa keragaman/ sidik ragam





Sumber keragaman

Db

JK

KT

F Hit

F 5%

F 1%

Perlakuan

4

0.01

0.0025

4.433628

3.48

5.99

Acak

10

0.01

0.001

*



Total

14

0.02





SED = = 0,02

BNT 5% = t tabel 5% (db acak) x SED = 0,05

BNT 1% = t tabel 1% (db acak) x SED = 0,07


Tabel BNT








Rata-rata perlakuan

0.13

0.14

0.17

0.18

0.21

Notasi

Kontrol

0.13

-





a

B

0.14

0.01

-




a

A

0.17

0.04

0.03

-



a

C

0.18

0.05

0.04

0.01

-


a

D

0.21

0.08

0.07

0.04

0.03

-

ab

Kesimpulan : Urutan perlakuan terbaik adalah perlakuan D perlakuan C = perlakuan A = perlakuan B = perlakuan kontrol

  • Perhitungan GR

Perlakuan

Ulangan

Total

Rata-rata

I

II

III

Kontrol

0.12

0.14

0.02

0.28

0.09

A

0.15

0.17

0.13

0.45

0.15

B

0.07

0.16

0.2

0.43

0.14

C

0.29

0.15

0.12

0.56

0.19

D

0.09

0.21

0.08

0.38

0.13

Total




2.10

0.70

FK = = 0,29

JK total =

+ + + + + + + + + + + + + + ) – FK = 0,06

JK perlakuan = ( ­2 + ­2 + ­2 + ­2 + ­2 ) – FK = 0,01

JK Acak = JK total – JK perlakuan = 0,04

Tabel analisa keragaman/ sidik ragam





Sumber keragaman

db

JK

KT

F Hit

F 5%

F 1%

Perlakuan

4

0.01

0.0025

0.776374

3.48

5.99

Acak

10

0.04

0.004

ns



Total

14

0.06





SED = = 0,005

BNT 5% = t tabel 5% (db acak) x SED = 2,228 x 0,005 = 0,011

BNT 1% = t tabel 1% (db acak) x SED = 3,169 x 0,005 = 0,015

  • Data Pengamatan Kualitas Air

Aquarium

D1

D2

D3

Jumat, 27 Mei 2011

Pagi

Suhu

22,10 C

22,10 C

22,10 C

DO

8,64

8,81

8,42

pH

8

7,95

8

Siang

Suhu

25,80 C

25,70 C

25,90 C

DO

7,12

6,54

7,13

pH

8,14

8,42

8,31

Sabtu, 28 Mei 2011

Pagi

Suhu

22,60 C

22,60 C

22,60 C

DO

7,9

8,07

7,94

pH

7,5

7,75

7,49

Siang

Suhu

25,60 C

25,80 C

260 C

DO

7,81

7,8

7,8

pH

7,69

7,51

7,78

Minggu, 29 Mei 2011

Pagi

Suhu

23,40 C

23,40 C

23,40 C

DO

7,99

7,85

7,88

pH

6,83

6,96

6,76

Siang

Suhu

270 C

270 C

270 C

DO

6,3

4,8

6,0

pH

7,13

6,82

6,85

Senin, 30 Mei 2011

Pagi

Suhu

24,40 C

24,40 C

24,40 C

DO

6,3

6,45

7,2

pH

5,95

5,83

5,88

Siang

Suhu

25,80 C

25,90 C

25,80 C

DO

7,08

6,76

6,54

pH

7,13

6,71

6,71

Selasa, 31 Mei 2011

Pagi

Suhu

23,20 C

23,30 C

23,30 C

DO

7,19

7,97

6,77

pH

7,31

7,07

6,96

Siang

Suhu

25,70 C

25,80 C

25,60 C

DO

7,81

7,76

7,71

pH

7,5

6,9

7,42

Rabu, 1 Juni 2011

Pagi

Suhu

22,30 C

22,10 C

22,40 C

DO

6,7

6,5

6,5

pH

7,2

7,0

7,31

Siang

Suhu

24,30 C

25,80 C

25,60 C

DO

6,82

7,76

7,65

pH

7,08

6,9

7,1

Kamis, 2 Juni 2011

Pagi

Suhu

24,30 C

24,30 C

24,30 C

DO

6,93

6,51

6,71

pH

7,08

6,97

7,25

Siang

Suhu

270 C

270 C

270 C

DO

7,8

7,85

7,76

pH

7,23

7,12

6,98