Rabu, 14 Desember 2011

Uji Proksimat Pada Pakan Ikan

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Samosir (2010), analisis proksimat merupakan suatu metode analisis kimia untuk mengidentifikasikan kandungan zat makanan dari suatu bahan pakan atau pangan. Komponen fraksi yang dianalisis masih mengandung komponen lain dengan jumlah yang sangat kecil. Analisis proksimat menganalisis beberapa komponen seperti zat makanan air (bahan kering), bahan anorganik (abu), protein, lemak dan serat kasar.

Menurut Gunawan (2010), analisis proksimat adalah pengujian laboratorium bahan pakan yang akan diformulasi dan diolah menjadi ransum pelet, crumble, atau mash. Parameter pengujian bahan ini meliputi parameter kadar air, protein, lemak, serat kasar, abu, kalsium (Ca) dan fospor (P), sesuai standar nasional Indonesia (SNI).

Menurut Pramono (2007), Analisis proksimat terdiri atas protein kasar, lemak kasar, serat kasar abu, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) dan kadar air dari masing-masing bahan antara lain; daging ikan dan pakan uji. Analisis proksimat bahan pakan dan pakan uji dilakukan pada awal penelitian sedangkan analisis tubuh ikan dilakukan pada awal dan akhir penelitian yang bertujuan untuk menghitung tingkat retensi protein dan retensi lemak.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dalam praktikum Nutrisi Ikan ini adalah agar praktikan dapat mengetahui tentang analisa proksimat seperti kadar kering, analisis kadar abu, kadar protein dan kadar lemak.

Tujuan dalam praktikum Nutrisi Ikan adalah untuk mengetahui cara uji proksimat, kadar kering, analisis kadar abu, kadar protein dan kadar lemak.

1.3 Waktu dan Tempat

Praktikum Nutrisi Ikan dilaksanakan pada hari Senin tanggal 3 Oktober 2011 di laboratorium Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang.


  1. TINJAUAN PUSTAKA

1.


2.1. Kebutuhan Nutrisi Ikan

Pada ikan, sumber energi diperoleh dari pakan, dimana pada pakan ikan ini mengandung zat gizi/nutrien yang berasal dari karbohidrat, lemak dan protein dan dapat terukur secara langsung atas pertolongan bom kalorimeter. Kuantitas dan energi yang tersedia untuk pertumbuhan merupakan jenis energi yang paling utama dari segi pandangan akuakultur. Kebutuhan energi hewan air berbeda beda kuantitasnya, hal ini dapat dibedakan berdasarkan jenis ikan yang dibudidayakan, kebiasaan makan, ukuran ikan, lingkungan dan status reproduksi. Energi yang disediakan oleh makanan adalah salah satu pertimbangan yang penting di dalam menentukan nilai gizinya (Gusrina, 2008).

Ikan menggunakan protein sebagai sumber energi yang utama. Sumber energi yang digunakan adalah lemak, sedangkan karbohidrat menjadi sumber energi yang ketiga. Hal tersebut berbeda dengan hewan-hewan berdarah panas homokoilotermal. Pada jenis hewan tersebut sumber energi yang digunakan adalah karbohidrat, lemak dan protein (Mudjiman, 2004).

Menurut Afrianto dan Liviawaty (2005), pada dasarnya, zatzat gizi yang dibutuhkan oleh ikan dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu :

1. Kelompok yang menghasilkan energi

Zat–zat gizi yang termasuk dalam kelompok ini akan menghasilkan energi bila dicerna oleh ikan. Tiga komponen zat gizi yang bisa menghasilkan energi yaitu protein, lemak dan karbohidrat.

2. Kelompok yang tidak menghasilkan energi

Meskipun tidak menghasilkan energi kepindahan zat gizi yang termasuk dalam kelompok ini tetap diperlihatkan oleh ikan keseimbangan gizi di dalam tubuhnya. Komponenen pakan yang tadi mengandung energi adalah vitamin dan mineral.

2.2. Kandungan Nutrisi Dalam Pakan Ikan

Dalam pembuatan pakan ikan, protein merupakan komponen yang penting. Dengan menghitung kandungan protein dalam penyusunan bahan (ramuan) pakan, kebutuhan nutrisi ikan budidaya sudah dapat dipenuhi. Artinya, untuk menyusun bahan (ramuan) pakan buatan bagi ikan budidaya, tidak semua gizi yang dibutuhkan (misalnya, protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral) diperhitungkan nilainya, tapi cukup menghitung kebutuhan protein, total energi (kkal/100 g), persen protein yang dapat dicerna, dan asam amino (Methionine dan Arginine). Protein merupakan komponen penting karena zat tersebut mempunyai fungsi sebagai bahan-bahan dalam tubuh, serta sebagai zat pembangun, zat pengatur dan zat pembakar. Selain protein, komponen nutrisi lain yang penting dan harus tersedia dalam pakan ikan adalah lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Lemak berfungsi sebagai sumber energi yang paling besar di antara protein dan karbohidrat. Satu gram lemak dapat menghasilkan 4 kkal per gram. Lemak juga menjadi sumber asam lemak, fosfolipid, kolesterol dan sebagai pelarut pada proses penyerapan vitamin A, D, E dan K. Selain itu, lemak juga berfungsi membantu proses metabolisme, osmoregulasi, dan menjaga keseimbangan daya apung ikan dalam air, serta untuk memelihara bentuk dan fungsi membran/jaringan (fosfolipida). Kelebihan lemak dapat disimpan sebagai cadangan energi dalam jangka panjang selama melakukan aktivitas atau selama periode tanpa makanan (Kordi, 2010).


Kebutuhan Nutrisi Untuk Ikan Lele

Nutrisi

Kebutuhan (%)

Protein

35 – 40

Lemak

9,5 – 10

Karbohidrat

20 – 30

Vitamin

0,25 – 0,40

Mineral

1,0

Sumber: Kordi (2007)

Dalam pembuatan ransum / pakan, hal pertama yang harus diperhatikan adalah kandungan gizi masing-masing bahan baku yang akan digunakan dalam pembuatan ransum tersebut. Karena dengan demikian, kita dapat menentukan tingkat kebutuhan energi, protein ataupun asam-asam amino esensial bagi ikan. Di samping itu, dengan mengetahui kandungan protein dan asam-asam amino esensial suatu bahan, kita dapat mengetahui ada tidaknya asam amino esensial pembatas dalam bahan tersebut. Dengan demikian, pemilihan bahan dasar merupakan faktor penting dalam pembuatan ransum. Demikian pula cara pengolahan bahan dasar sumber protein mulai dari penggilingan, pengayakan, hingga menjadi tepung, dan akhirnya diformulasikan menjadi pellet, perlu diperhitungkan sebaik mungkin. Kemungkinan terjadinya degradasi atau denaturasi dalam proses hendaknya ditekan hingga sekecil mungkin, karena degradasi atau denaturasi dapat merusak dan menurunkan kualitas protein bahan. Setelah kita mengetahui kandungan gizi masing-masing bahan, kita dapat segera menentukan nilai perbandingan antara besarnya energi dan kadar protein (DE/P) yang sesuai dengan kebutuhan ikan bagi pertumbuhan optimalnya. Kemudian, segera dilanjutkan dengan penentuan komposisi (persentase) masing-masing bahan yang akan digunakan dalam pembuatan ransum. Penentuan persentase didasarkan pada tiap 1 kg bahan penyusun ransum. Sebagai contoh, dalam pembuatan makanan (pellet) bagi udang windu, ditetapkan kadar protein pellet sebesar 37,5 %, dengan komposisi persentase penggunaan bahan dasar protein adalah sebagai berikut.

1. Tepung ikan 40 %

2. Tepung daging dan tulang 30 %

3. Tepung darah 5 %

4. Tepung kedelai 20 %

5. Tepung jagung 5 % +

100 % (dalam 1 kg bahan penyusun)

2.3. Pengertian Analisis Proksimat

Menurut Afrianto dan Liviawaty (2005), analisis proksimat ditunjukkan untuk mengetahui persentase nutrien dalam pakan berdasarkan sifat kimianya, di antaranya kadar air, protein, lemak, serat, ekstrak bebas nitrogen dan abu. Analisis proksimat banyak digunakan untuk menentukan kualitas pakan buatan karena prosedurnya mudah dan relatif murah.

Kandungan nutrien pangan atau pakan dapat diketahui dengan mengurai (menganalisis) komponen pangan dan pakan secara kimia. Teknik analisis yang umum untuk mengetahui kadar nutrien dalam pangan atau pakan adalah Analisis Proksimat (Proximate analysis) atau metode Weende. Analisis Proksimat ditemukan sekitar 100 tahun yang lalu di pusat eksperimen Weende (Weende Experiment Station) Jerman oleh dua ilmuwan Henneberg dan Stohmann. Metode ini tidak menguraikan kandungan nutrien secara rinci namun berupa nilai perkiraan sehingga disebut analisis proksimat (Hernawati, 2011).

Menurut Gunawan (2010), analisis proksimat adalah pengujian laboratorium bahan pakan yang akan diformulasi dan diolah menjadi ransum pelet, crumble atau mash. Parameter pengujian bahan ini meliputi parameter kadar air, protein, lemak, serat kasar, abu, kalsium (Ca) dan fospor (P), sesuai standar nasional Indonesia (SNI).

2.4. Macam – Macam Pengujian Analisa Proksimat

2.4.1. Kadar Kering

Bahan kering bebas air menyatakan kadar bahan bahan yang tersisa setelah air yang terdapat dalam bahan pakan tersebut diuapkan atau dihilangkan seluruhnya. Berdasarkan literatur, kadar bahan kering bebas air tepung garut yaitu sebesar 82,4%. Sedangkan dari analisa yang dilakukan diketahui kandungan bahan kering bebas air yaitu sebesar 85,104%. sehingga air yang terkandung dalam tepung garut yaitu sebesar 15%. Nilai ini bagi suatu bahan pakan merupakan nilai kandungan air yang cukup tinggi (mininal 14%), sehingga apabila bahan pakan ini hendak digunakan dalam formulasi pakan, perlu penambahan bahan antioksidan untuk mencegah kerusakan pada pakan akibat proses oksidasi (Ekasari et al, 2009).

Pada skala usaha rumah tangga alat yang digunakan untuk mengeringkan pakan buatan adalah sinar matahari atau oven biasa. Pada industri skala menengah biasanya menggunakan oven listrik sedangkan pada industri skala besar pakan buatan yang dibuatnya menggunakan alat pencetak yang lengkap dengan Salat pemanas (steam) sehingga pellet yang dihasilkan sudah dalam bentuk pellet kering (Crayonpedia, 2011).

2.4.2 Uji Protein

Menurut Murtidjo (2001), analisa protein kasar dapat dilakukan dengan cara:

a. Sampel diambil sebanyak 2 gr secara acak.

b. Sampel dimasukkan dalam gelas percobaan, kemudian ditambah zat katalis (K2SO4) 30 cc. Lalu dipanasi selama 2 jam sampai berwarna hijau muda.

c. Kemudian sampel didinginkan dan dipindah ke gelas volume 250 cc dan diberi aquadest 50 ml.

d. Diambil 25 cc dalam gelas penyulingan, ditambah dengan (NaOH) kadar 50% sebanyak 20 cc dan dicuci dengan aquadest. Dibawah gelas pembekuan dipasang gelas segitiga yang didalamnya telah diisi dengan 0,1 N H2SO4 sebanyak 20 cc ditambah dengan indikator metil merah 2 tetes, lalu disuling selama 10 menit sampai zat cair dalam gelas bertambah 2 kali lipat.

e. Selanjutnya dititrasi dengan NaOH 0,1 N dan dihitung zat proteinnya.

Menurut Purwoko dan Noor (2007), analisis protein terdiri dari 2 metode, yaitu metode Kjeldahl untuk protein (N) total (Sudarmaji dkk.,1984) dan metode Lowry-Folin untuk protein terlarut pendek (Alexander dan Griffiths,1992). Secara rinci metode Kjeldahl adalah sebagai berikut. Sampel (5 g) dimasukkan dalam labu Kjeldahl dan ditambah 3 g campuran CuSO4 dan K2SO4 (1:9;b/b) dan 20 mL H2SO4 pekat. Labu Kjedahl dipanaskan sampai warna larutan menjadi putih, kemudian didinginkan. Larutan sampel ditambah 3 tetes indikator fenolftalen dan didestilasi. Destilat ditambah 50 mL larutan asam borat 2% dan 5 tetes indikator Tashiro dan ditambah NaOH sampai larutan sampel menjadi alkalis. Sampel dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai larutan sampel menjadi merah muda. Metode Lowry-Folin adalah sebagai berikut. Sampel (5 g) ditambah 5 mL aquades, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 5.000 rpm selama 5 menit. Bagian cair (supernatan) diambil dan ditambah aquades sampai mencapai volume 100 mL. Sampel diambil 1 mL dan ditambah 1 mL reagen Lowry D (campuran reagen Lowry A, B, dan C; 20:1:1 v/v), kemudian dikocok dengan vortex dan dibiarkan pada suhu kamar selama 15 menit. Larutan sampel ditambah 3 mL reagen Lowry E, kemudian dikocok dan dibiarkan pada suhu kamar selama 45 menit. Larutan sampel diambil 1 mL dan diukur nilai penyerapan cahaya (OD) pada panjang gelombang 590 nm dengan UV- VIS spektrofotometer. Nilai OD590 dikonversi ke kadar protein terlarut berdasarkan kurva standar protein BSA.

2.4.3 Uji Lemak

Menurut Crayonpedia (2011), pengukuran kadar lemak pakan ikan atau bahan baku yang akan digunakan untuk membuat pakan ikan dapat dilakukan dengan menggunakan metode Soxhlet dan metode Weibull. Metode soxlet digunakan jika bahan baku pakan atau pakan ikan mengandung kadar lemak yang relatif tidak terlalu banyak, dan jika kadar lemak dalam bahan pakan atau pakan ikan cukup banyak maka bahan pakan dan pakan itu harus dilakukan hidrolisis terlebih dahulu dan metode yang digunakan adalah metode Weibull. Prinsip : Bahan makanan yang larut di dalam petrelium eter, atau ekstraksi lemak bebas dengan pelarut non polar peralatan :

  • Kertas saring
  • Labu lemak
  • Alat soxhlet Pemanas listrik Oven
  • Neraca analitik
  • Kapas bebas lemak
  • Pereaksi : hexane atau pelarut lemak lainnya

Langkah kerja 1 :

1. Panaskan cawan labu dalam oven pada suhu 105–110o C selama satu jam, dinginkan dalam eksikator selama 10 menit dan timbang (X1).

2. Timbang bahan / contoh sebanyak 2 – 5 gram (bahan sebaiknya dalam bentuk halus dan kering), dan dibungkus dengan kertas
saring/kertas filter dalam bentuk silinder (a).

3. Masukkan selongsong kertas filter kedalam tabung ekstraksi dan diberi pemberat serta dihubungkan dengan kondensor/pendingin .

4. Pasanglah tabung ekstraksi pada alat destilasi Soxhlet dengan pelarut petroleum ether/ petroleum benzena/hexana sebanyak 150 ml yang dimasukkan kedalam soxhlet sampai kertas saring tersebut terendam dan sisa larutan dimasukkan kedalam labu.

5. Panaskan cawan labu yang dihubungkan dengan soxhlet di atas water bath sampai cairan dalam soxhlet terlihat bening. Pemanasan ini berlangsung selama 2–4 jam, apabila setelah 4 jam ekstraksi belum sempurna pemanasan dapat dilanjutkan selama 2 jam lagi.

6. Lepaskan labu dari soxhlet dan tetap dipanaskan di atas water bath untuk menguapkan semua petroleum ether dari cawan labu.

7. Cawan labu dipanaskan dalam oven pada suhu 105–110oC selama 15–60 menit, kemudian didinginkan dalam eksikator selama 10 menit dan ditimbang. Ulangi prosedur ini sampaidiperoleh berat yang stabil (X2).

8. http://www.crayonpedia.org/wiki/images/9/91/Agj.jpgHitunglah persentase kadar lemak bahan/contoh dengan persamaan sebagai berikut ;

Langkah kerja SNI :

1. Timbang seksama 1–2 g contoh, masukkan ke dalam selongsong kertas yang dialasi dengan kapas.

2. Sumbat selongsong kertas berisi contoh tersebut dengan kapas, keringkan dalam oven pada suhutidak lebih dari 800C selama lebih kurang satu jam, kemudian masukkan ke dalam alat soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak berisi batu didih yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya.

3. Ekstrak dengan heksana atau pelarut lemak lainnya selama lebih kurang 6 jam.

4. Sulingkan heksana dan keringkan ekstrak lemak dalam oven pengering pada suhu 105OC.

5. Dinginkan dan timbang.

6. Ulangi pengeringan ini hingga tercapai bobot tetap.

Ket:

http://www.crayonpedia.org/wiki/images/3/39/Agk.jpgW : bobot contoh dalam gram

W1 : bobot lemak sebelum ekstraksi dalam

gram

W2 : bobot labu lemak sesudah ekstraksi

Pengukuran Kadar Lemak dengan Metode Weibull

Prinsip : ekstraksi lemak dengan pelarut non polar setelahcontoh dihidrolisis dalamsuasana asam untuk membebaskan lemak yang terikat. Peralatan :

· Kertas saring.

· Kertas saring pembungkus (Thimle).

· Labu lemak.

· Alat Soxhlet.

· Neraca Analitik.

· Pereaksi : larutan HCl 25%, kertas lakmus, n-Heksana atau pelarut lemak lainnya.

Langkah kerja SNI ;

1. Timbang seksama 1 2 g cuplikan ke dalam gelas piala.

2. Tambah 30 ml HCl 25% dan 20 ml air serta beberapa butir batu didih.

3. Tutup gelas dengan kaca arloji dan didihkan selama 15 menit.

4. Saring dengan keadaan panas dan cuci dengan air panas hingga tidak bereaksi asam lagi.

5. Keringkan kertas saring berikut isinya pada suhu 100 – 105 OC.

6. Masukkan ke dalam kertas saring pembungkus (paper thimble) dan ekstrak dengan heksana atau pelarut lemak lainnya 2–3 jam pada suhu lebih kurang 80 OC.

7. Sulingkan larutan heksana atau pelarut lemak lainnya dan keringkan ekstrak lemak pada suhu 100–105 OC.

8. Dinginkan dan timbang.

9. Ulangi proses pengeringan ini hingga tercapai bobot tetap.

http://www.crayonpedia.org/wiki/images/8/8e/Agl.jpgKet:

W : bobot cuplikan dalam gram

W1 : bobot labu lemak sesudah ekstraksi

dalam gram

W2 : bobot labu lemak sebelum ekstraksi

dalam gram

Menurut Dejavu (2009), ada dua cara untuk menguji adanya lemak dalam suatu makanan yaitu secara sederhana dan secara kompleks :

a. Uji lemak sederhana :

Teteskan minyak goreng pada selembar kertas putih atau kertas sampul.
Terawangkan kertas didepan cahaya sehingga cahaya dapat melewatinya. Jika bagian kertas yang ditetesi minyak goreng tembus cahaya maka minyak goreng tersebut mengandung lemak.

b. Uji lemak Kompleks :

Tuangkan etanol pekat ke dalam tabung reaksi. Tambahkan satu atau dua tetes minyak goreng kedalam tabung reaksi D. Kocok tabung reaksi D. Tambahkan 1 ml air kedalam tabung reaksi. Kocok lagi. Jika terbentuk endapan putih keabu-abuan, maka makanan yang diuji mengandung lemak.

2.4.4. Kadar Abu

Dalam banyak referensi mengenai makanan ternak, jarang sekali abu atau bahan organik dibahas secara mendalam. Komponen abu pada analisis proksimat tidak memberikan nilai makanan yang penting karena abu tidak mengalami pembakaran sehingga tidak menghasilkan energi. Jumlah abu dalam bahan pakan hanya penting untuk menentukan perhitungan bahan ekstrak tanpa nitrogen. Meskipun abu teridri dari komponen mineral, namun bervariasinya kombinasi unsur mineral dalam bahan pakan asal tanaman menyebabkan abu tidak dapat dipakai sebagai indeks untuk menentukan jumlah unsur mineral tertentu. Kadar abu suatu bahan pakan ditentukan dengan pembakaran bahan tersebut pada suhu tinggi (500–600 oC). Pada suhu tinggi bahan organik yang ada akan terbakar dan sisanya merupakan abu (Suparjo, 2008).

Menurut Darsudi (2008), penentuan kadar abu (metode pengabuan pada tanur). Alat yang dipergunakan dalam kegiatan ini dalah: tanur pengabuan, cawan porselen, nampan stainless, timbangan analitik, desikator dan lain – lain.

Cara kerja

Panaskan cawan porselen kosong dalam tanur pengabuan pada suhu 600oC selama 2 jam, kemudian turunkan suhu tanur hingga 110oC. Angkat cawan porselen kosong, dinginkan dalam desikator selama 30 menit lalu timbang. (A). timbang sampel sebanyak 2 g; (B). Masukkan dalam cawan porselen (A) kemudian abukan cawan porselen berisi sampel dalam tanur pengabuan pada suhu 600oC selama 3 jam kemudian turunkan suhu tanur hingga 110oC; (C). angkat sampel dan dinginkan dalam desikator selama 30 menit, lalu timbang.

Perhitungan:

Kadar Abu (%) =


3. METODOLOGI

3.1. Alat dan fungsi

3.1.1. Kadar kering

Alat–alat yang digunakan dalam praktikum nutrisi ikan tentang kadar kering adalah :

· Oven : untuk mengeringkan petridish.

· Petridish : sebagai tempat bahan/sampel.

· Timbangan digital mattler : untuk menimbang bahan dan sampel dengan

ketelitian 0,01 gram.

· Eksikator : untuk menyerap kelembaban.

· Stopwacth : untuk menghitung waktu.

3.1.2. Uji Protein

Alat–alat yang digunakan dalam praktikum nutrisi ikan tentang analisa protein adalah :

· Alat destruksi : untuk memecah protein menjadi asam amino.

· Alat destilasi : untuk penyulingan larutan.

· Buret : untuk tempat larutan saat titrasi.

· Statif dan klem : sebagai penyangga biuret saat titrasi.

· Timbangan digital mattler : untuk menimbang bahan dan sampel dengan

ketelitian 0,01 gram.

· Erlenmeyer : untuk tempat larutan.

· Stopwacth : untuk menghitung waktu.


3.1.3. Uji Lemak

Alat–alat yang digunakan dalam praktikum nutrisi ikan tentang analisa lemak adalah :

· Goldfish : untuk ekstraksi lemak.

· Timbel : sebagai wadah sampel.

· Gelas piala : sebagai wadah petroleum eter.

· Timbangan digital mattler : untuk menimbang bahan dan sampel dengan

ketelitian 0,01 gram.

· Stopwacth : untuk menghitung waktu.

3.1.4. Kadar Abu

Alat–alat yang digunakan dalam praktikum nutrisi ikan tentang analisa kadar abu / mineral adalah :

· Oven / tungku perapian : untuk mengeringkan crosible proselin.

· Timbangan digital mattler : untuk menimbang bahan dan sampel yang

digunakan dengan ketelitian 0,01 gram.

· Crosible porselen : untuk tempat pengabuan.

· Eksikator : untuk menyerap kelembaban.

· Stopwacth : untuk menghitung waktu.

3.2. Bahan dan Fungsi

3.2.1. Kadar kering

Bahan–bahan yang digunakan dalam praktikum nutrisi ikan tentang kadar kering adalah :

· Dedak : sebagai bahan sampel yang akan diamati serta hhhhhhhhhhhhhhhhhdigunakan sebagai pembanding.

· Kacang hijau : sebagai bahan sampel yang akan diamati serta aaaaaaaaaaaaaaaaadigunakan sebagai pembanding.

· Tepung ikan : sebagai bahan sampel yang akan diamati serta aaaaaaaaaaaaaaaaadigunakan sebagai pembanding.

· Tepung kedelai : sebagai bahan sampel yang akan diamati serta aaaaaaaaaaaaaaaaadigunakan sebagai pembanding.

· Tepung roti : sebagai bahan sampel yang akan diamati serta aaaaaaaaaaaaaaaaadigunakan sebagai pembanding.

· Tepung jagung : sebagai bahan sampel yang akan diamati serta aaaaaaaaaaaaaaaaadigunakan sebagai pembanding.

3.2.2. Uji Protein

Bahan–bahan yang digunakan dalam praktikum nutrisi ikan tentang kadar kering adalah :

· Dedak : sebagai bahan sampel yang akan diamati serta aaaaaaaaaaaaaaaaadigunakan sebagai pembanding.

· Kacang hijau : sebagai bahan sampel yang akan diamati serta aaaaaaaaaaaaaaaaadigunakan sebagai pembanding.

· Tepung ikan : sebagai bahan sampel yang akan diamati serta aaaaaaaaaaaaaaaaadigunakan sebagai pembanding.

· Tepung kedelai : sebagai bahan sampel yang akan diamati serta aaaaaaaaaaaaaaaaadigunakan sebagai pembanding.

· Tepung roti : sebagai bahan sampel yang akan diamati serta aaaaaaaaaaaaaaaaadigunakan sebagai pembanding.

· Tepung jagung : sebagai bahan sampel yang akan diamati serta aaaaaaaaaaaaaaaaadigunakan sebagai pembanding.

· Asam sulfat 96–98 % : untuk memecah protein menjadi asam amino.

· NaOH 40 % : sebagai indikator warna.

· Methyl–orange : sebagai indikator warna.

3.2.3. Uji Lemak

Bahan–bahan yang digunakan dalam praktikum nutrisi ikan tentang kadar kering adalah :

· Dedak : sebagai bahan sampel yang akan diamati serta aaaaaaaaaaaaaaaaadigunakan sebagai pembanding.

· Kacang hijau : sebagai bahan sampel yang akan diamati serta aaaaaaaaaaaaaaaaadigunakan sebagai pembanding.

· Tepung ikan : sebagai bahan sampel yang akan diamati serta aaaaaaaaaaaaaaaaadigunakan sebagai pembanding.

· Tepung kedelai : sebagai bahan sampel yang akan diamati serta aaaaaaaaaaaaaaaaadigunakan sebagai pembanding.

· Tepung roti : sebagai bahan sampel yang akan diamati serta aaaaaaaaaaaaaaaaadigunakan sebagai pembanding.

· Tepung jagung : sebagai bahan sampel yang akan diamati serta aaaaaaaaaaaaaaaaadigunakan sebagai pembanding.

· Kertas saring : untuk membungkus bahan dan sampel.

· Petroleum Eter : sebagai pelarut organik

· Tali : untuk mengikat mengikat bahan dalam kertas saring.

3.2.4. Kadar Abu

Bahan – bahan yang digunakan dalam praktikum nutrisi ikan tentang kadar kering adalah :

· Dedak : sebagai bahan sampel yang akan diamati serta aaaaaaaaaaaaaaaaadigunakan sebagai pembanding.

· Kacang hijau : sebagai bahan sampel yang akan diamati serta zzzzzzzzzzzzzzzzzzzdigunakan sebagai pembanding.

· Tepung ikan : sebagai bahan sampel yang akan diamati serta aaaaaaaaaaaaaaaaadigunakan sebagai pembanding.

· Tepung kedelai : sebagai bahan sampel yang akan diamati serta aaaaaaaaaaaaaaaaadigunakan sebagai pembanding.

· Tepung roti : sebagai bahan sampel yang akan diamati serta aaaaaaaaaaaaaaaaadigunakan sebagai pembanding.

· Tepung jagung : sebagai bahan sampel yang akan diamati serta aaaaaaaaaaaaaaaaadigunakan sebagai pembanding.

3.3 Skema Kerja

3.3.1. Kadar Kering

diambil

dioven pada suhu 1050C selama 4 jam

dipindahkan petridish ke dalam eksikator

ditimbang petridish (a)

ditimbang 15 gram contoh

diletakkan contoh ke dalam petridish

dioven 1050C sampai beratnya konstan (untuk bahan kering dioven + selama 6 jam, sedangkan untuk bahan basah + selama 24 jam)

dimasukkan ke dalam eksikator + 30 menit

ditimbang contoh dan petridish (c)

dihitung kadar kering dengan rumus:


3.3.2. Uji Protein

ditimbang 0,3 gram

dimasukkan ke dalam labu destruksi

ditambahkan ½ tablet Kjeldahl

ditambahkan 15 ml asam sulfat 96–98%

dimasukkan dalam rak destruksi

diletakkan dalam alat destruktor




dipasang kabel pada stopkontak

ditekan POWER

dinyalakan blower

diputar suhu pemanas No. 2 dengan nilai suhu 200 – 250 oC selama 15–25 menit

dinaikkan suhu ke No. 35 dengan nilai suhu 380 oC selama 2 jam sampai berwarna jernih

dimatian suhu pemanas ke arah OFF

dimatikan POWER

ditunggu tabung sampai dingin

dikeluarkan dari sampel

dicabut kabel

ditambahkan 50 ml aquadest pada dinding tabung

ditambah NaOH 40% sampai berwarna biru pertama kali 90–100 ml

diisi 60 ml asam borak 3 %




dipasang pada alat destilasi.

didestilasi sampai volume pada erlenmeyer 80 ml

didinginkan

ditambah 3–5 tetes indikator methyl-orange

dititrasi dengan asam sulfat 0,2 sampai berwarna merah pertama kali

dihitung selisih ml titran

dihitung kadar protein dengan rumus:

3.3.3. Uji Lemak


ditimbang sampel 0,5 gram

dibungkus menggunakan kertas saring dan di tali

dimasukkan dalam timbel

ditimbang gelas piala

diisi petroleum eter 60 ml pada gelas piala

diletakkan gelas piala di bawah timbel

dialirkan air pendingin pada kondensor

dinyalakan pemanas listrik

diekstraksi selama 3–4 jam

dimatikan pemanas listrik

dimatikan kondensor air pendingin

diambil sisa bahan dari timbel

dioven bahan selama 15 menit dengan suhu 105°C untuk mendapatkan lemak kasar

ditimbang sampel

dihitung lemak kasar dengan rumus:

dipanaskan sisa petroleum eter hingga terbentuk kerak untuk mendapatkan lemak asli

ditimbang gelas piala

dihitung lemak asli dengan rumus:

3.3.4. Kadar Abu




dioven

ditimbang dengan timbangan analitik

disiapkan berdasarkan pembagian kelompok :

Dedak (kelompok 1)

Tepung roti (kelompok 2)

Tepung jagung (kelompok 3)

Tepung kedelai (kelompok 4)

Tepung ikan (kelompok 5)

Tepung kacang hijau (kelompok 6)

ditimbang sebanyak 0,5 gr

ditempatkan ke dalam crosible porselen

dioven dengan temperatur 140oC

dimasukan kedalam eksikator sampai dingin

ditimbang berat pengabuan

dihitung kadar abu dengan rumus :




3.4. Analisa Prosedur

3.4.1. Kadar Kering

Sebelum memulai praktikum nutrisi tentang materi kadar kering, terlebih dahulu disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Alat–alat yang digunakan adalah oven, petridish, timbangan mattler, eksikator. Bahan–bahan yang digunakan adalah alumunium foil, kertas saring, dedak, tepung roti, jagung, kedelai, tepung ikan dan kacang hijau.

Setelah alat dan bahan dipersiapkan, selanjutnya diambil petridish dan dioven pada suhu 105oC selama 4 jam dengan tujuan menghilangkan kadar air dalam petridish. Kemudian dipindahkan petridish ke dalam eksikator dengan tujuan mendinginkan petridish. Setelah dingin, petridish ditimbang dengan tujuan untuk mendapatkan berat kering dari petridish dan hasilnya dicatat sebagai a. Kemudian ditimbang sampel seberat 15–30 gram dengan menggunakan timbangan mattler dengan ketelitian 10-4 dan hasilnya dicatat sebagai b. Selanjutnya sampel diletakkan dalam petridish. Kemudian sampel yang ada di dalam petridish di oven dengan suhu 105–110oC sampai beratnya konstan dengan ketentuan untuk bahan kering dioven kurang lebih selama 6 jam, sedangkan untuk bahan basah kurang lebih selama 24 jam. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan menghilangkan kadar air dari sampel.

Selanjutnya setelah selesai dioven, diambil petridish berisi sampel dan dimasukkan ke dalam eksikator kurang lebih selama 30 menit, dengan tujuan mendinginkan petridish. Prosedur penggunaan eksikator adalah silika gel di oven selama 24 jam dan dimasukkan ke dalam eksikator. Kemudian tutup eksikator di olesi dengan vaselin dengan tujuan agar tutup eksikator dapat rapat saat ditutup. Selanjutnya setelah selesai di oven dimasukkan sampel ke dalam eksikator, kemudian vakum ditutup kembali. Kemudian ditunggu selama 10–20 menit, sampel dikeluarkan dan vakum ditutup kembali. Setelah petridish dan sampel dingin, ditimbang petridish berisi sampel menggunakan timbangan mattler dengan ketelitian 10-4 dan hasilnya dicatat sebagai c, hal tersebut bertujuan untuk mendapatkan berat kering dari sampel. Selanjutnya dilakukan analisis tersebut mulai prosedur kerja ditimbangnya petridish setelah dingin dengan 2 kali ulangan. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang akurat. Kemudian dilakukan perhitungan dengan rumus

kadar kering =

dan hasilnya dicatat.

3.4.2 Uji Protein

Pertama–tama hal yang harus dilakukan dalam melakukan praktium Nutrisi mengenai analisa protein ini yaitu mempersiapkan alat dan bahannya terlebih dahulu kemudian dilakukan analisa protein ini dengan menggunakan metode Kjeldahl dan metode ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu : Destruksi, Destilasi dan Titrasi. Kemudian setelah mengetahui ketiga cara ini dilakukan prosedur kerjanya dimulai dari metode Destruksi.

Metode Destruksi.

Pertama–tama ditimbang bahan sebanyak 0,3 gr dengan menggunakan timbangan digital mattler dengan ketelitian 10-4. Kemudian masukkan bahan tersebut ke dalam lalu destruksi dan kemudian ditambahkan ½ tablet kjeldahl untuk mempercepat reaksi dan sebagai katalisator dan menurunkan suhu, selanjutnya ditambahkan sebanyak 2 gr katalis destruksi dan 15 ml asam sulfat 96 – 98% yang tujuannya untuk memecah protein dan asam amino, sedangkan hal yang sama dilakukan pada blanko (tanpa contoh). Kemudian letakkan pada rak destruksi untuk dilakukan destruksi selanjutnya letakkan pada alat destruksi, setelah itu labu destruksi ditutup dengan alat yang ada saluran asapnya, seterusnya kran dibuka dan alat destruksi disambungkan dengan stop kontak dan alat destruksi diatur dulu suhunya antara 200–250 ºC dan diatur waktunya juga selama 25 menit setelah itu suhu dinaikkan kembali hingga menjadi 300 ºC kemudian ditunggu hingga warna berubah menjadi jernih yakni selama 2 jam, setelah jernih dipanaskan kembali selama 10 menit dan setelah selesai alat dimatikan. Kemudian keluarkan rak beserta cerobong asap dari alat pemanas dan diangin – anginkan sampai dingin. Selanjutnya setelah dingin labu destruksi ditambahkan air sebanyak 50 ml dengan cara air dilewatkan dinding tabung karena kalau air dituangkan langsung ke dalam labu dikhawatirkan labu akan pecah setelah itu siap untuk masuk ke tahap berikutnya.

Metode Destilasi

Pertama–tama untuk melakukan Destilasi yakni dihidupkan terlebih dahulu alat destilasi yakni sebagai berikut, alat destilasi dihubungkan dengan stop kontak dan ditekan knop powernya setelah itu kran dibuka dan jangan lupa pula memperhatikan lampu cooling menyala atau tidak, kalau lampu tidak menyala kran dimatikan dan dilepas sambungan dari alat destilasi ke kran airnya. Setelah itu ditunggu sampai lampu start menyala kurang lebih 5–10 menit lamanya, setelah itu erlenmeyer yang telah dipersiapkan diisi dengan 50 ml asam borak 3% untuk mengikat N kemudian tabung destruksi ini kita pasang di alat destilasi. Kemudian ditambahkan larutan NaOH 40% sampai volume 90–100 ml sebagai indikator warna biru dengan menekan knop add NaOH untuk memulai proses destilasi ini tekan knop start dan tunggu hingga lampu destilasi menyala. Selanjutnya tunggu hingga ada bunyi berarti proses destilasi selesai setelah tekan stop, kemudian perhatikan volume dari erlenmeyer sekitar 150–200 ml dan bila belum 150 ml mulai kembali destilasi sampai volume di atas 150 ml, dan setelah proses ini selesai dilanjutkannya ke tahap berikutnya.

Metode Titrasi

Langkah–langkah yang harus dilakukan untuk melakukan titrasi yakni sebagai berikut pertama–tama setelah metode destilasi, ditambahkan methylorange sebanyak 3–5 tetes untuk indikator warna. Kemudian ditambahkan sulfat sebanyak 0,2–0,4 sampai terjadi warna merah setelah itu perhatikan minikus buret, setelah itu perhatikan ml titrasi contoh (a) dan ml titrasi blanko (b) kemudian lakukan analisis dengan 2 ulangan, setelah itu kita lakukan perhitungan dengan rumus sebagai berikut :

H2SO4 …. N

Kadar protein = N% x faktor konversi (5,9)


Faktor konversi

Nama Bahan

Konversi Protein

Daging hewan , Ikan

6,25

Susu, Keju, Mentega

6,38

Protein, Biji-bijian

5,90

Tepung terigu

5,70

Agar-agar

5,55

3.4.3. Uji Lemak

Pada praktikum nutrisi ikan materi analisis lemak, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan praktikum. Adapun alat alat yang digunakan pada praktikum sebagai berikut: Goldfisch sebagai alat untuk mengekstraksi lemak, timbel sebagai wadah sampel saat akan di ekstraksi di goldfisch, gelas piala sebagai wadah petroleum eter, timbangan untuk menimbang sampel atau bahan. Sedangkan bahan bahan yang digunakan adalah alumunium foil untuk membungkus bahan agar bahan tidak terbakar saat dipanaskan, bahan (dedak untuk kelompok 1, tepung roti untuk kelompok 2, tepung jagung untuk kelompok 3. Tepung kedelai untuk kelompok 4, tepung ikan untuk kelompok 5, tepung kacang ijo untuk kelompok 6) masing masing berguna sebagai bahan sampel yang akan diamati serta digunakan sebagai pembanding, petroleum eter untuk melarutkan lemak, air untuk pendingin pada kondensor.

Selanjutnya setelah semua alat dan bahan disiapkan, ditimbang sampel sebanyak 5 gram, kemudian dibungkus menggunakan kertas saring dan diikat dengan tali. Menggunakan kertas saring karena kertas saring dapat menyerap lemak. Setelah terbungkus, sampel bahan dimasukkan dalam timbel. Timbel disini berfungsi sebagai wadah sampel saat akan di ekstraksi. Setelah selesai, ditimbang gelas piala dengan timbangan sartorius ketelitian 10-4 setelah selesai, diisi gelas piala dengan petroleum ether sebanyak 30 ml, petroleum ether berfungsi untuk melarutkan lemak. Langkah selanjutnya menggunakan goldfisch.

Goldfisch

Goldfisch berfungsi sebagai alat untuk mengekstraksi lemak. Cara penggunaannya, pertama di letakkan gelas piala di bagian bawah timbel dan di alirkan air pendingin pada kondensor. Selanjutnya dinyalakan pemanas listrik dan diekstrasi selama 2 jam. Setelah 2 jam dimatikan pemanas litrik dan selanjutnya dimatikan kondensor air pendingin. Setelah itu diambil sisa bahan timbel dan di oven selama 15 menit dengan suhu 105o Celcius untuk mendapatkan lemak kasar lulu di timbang sampel. Di hitung lemak kasar dengan rumus:

Lemak kasar =

Selanjutnya di panaskan sisa petroleum eter hingga terbentuk kerak untuk mendapatkan lemak asli dan ditimbang gelas piala. Lalu dihitung lemak asli dengan rumus:

Lemak asli =

3.4.4. Kadar Abu

Pada saat praktikum Nutrisi Ikan langkah awal yang dilakukan dalam pembuatan kadar abu adalah dengan dipersiapkan alat–alat dan bahan-bahan yang dibutuhkan. Diambil crosible porselen yang sudah di oven. Tujuan dari pengovenan adalah untuk mengkondisikan supaya crosible porselen dalam kondisi benar-benar kering. Setelah itu ditimbang crosible porselen denga timbangan digital mattler ketelitian 104. Tujuan dari penimbangan adalah untuk mengetahui berat awal crosible porselen yang akan digunakan sebagai media pengabuan. Ditimbang bahan contoh sebesar 0,4–0,6 gr. Digunakan berat tersebut karena diasumsikan dengan berat sekian, dapat dilakukan untuk pengamatan kadar abu. Contoh bahan yang digunakan setiap kelompok berbeda–beda supaya diketahui perbandingan kadar abu yang paling banyak dan yang paling sedikit. Dari kelompok 1–6 secara berturut-turut bahan contoh yang digunakan adalah dedak, tepung roti, tepung jagung, tepung kedelai, tepung ikan, tepung kacang hijau.

Dimasukkan contoh bahan ke dalam crosible porselen. Kemudian dipanaskan dengan hotplate sampai berwarna hitam kira–kira 3–5 menit sampai berwarna hitam, Tujuan dari pemanasan ini adalah supaya contoh bahan benar-benar kering. Kemudian crosible porselen dan bahan contoh dimasukkan ke dalam tungku. Di oven dengann suhu 6500C selama kurang lebih 3 jam. Diasumsikan dengan suhu sekian dan waktu sekian, bahan contoh sudah menjadi abu. Setelah itu di letakkan crosible porselen beserta contoh ke dalam eksikator supaya abu dingin. Langkah terakhir, ditimbang berat crosible porselen dengan timbangan mattler untuk penentuan kadar abu. Rumus kadar abu yaitu :

Kadar abu = x 100%

3.5 Analisa Hasil

3.5.1 Kadar Kering

Dari hasil praktikum analisa proksimat dengan materi kadar kering diperoleh hasil pada kelompok 1 sebesar 94 %, dengan berat petridish (a) 42,3 gr, berat sampel dan petridish sebelum dioven (b) 56,5 gr dan berat sampel dan petridish sesudah dioven (c) 55,6619 gr. Kemudian pada kelompok 2 diperoleh hasil kadar kering sebesar 94,549 %, dengan berat petridish (a) 43,71 gr, berat sampel dan petridish sebelum dioven (b) 58,7 gr dan berat sampel dan petridish sesudah dioven (c) 57,883 gr. Selanjutnya pada kelompok 3 diperoleh hasil kadar kering sebesar 93,98 %, dengan berat petridish (a) 44,24 gr, berat sampel dan petridish sebelum dioven (b) 59,37 gr dan berat sampel dan petridish sesudah dioven (c) 58,46 gr.

Kemudian pada kelompok 4 diperoleh hasil kadar kering sebesar 95 %, dengan berat petridish (a) 51 gr, berat sampel dan petridish sebelum dioven (b) 65,17 gr dan berat sampel dan petridish sesudah dioven (c) 64,47 gr. Selanjutnya pada kelompok 5 diperoleh hasil kadar kering sebesar 95,78 %, dengan berat petridish (a) 46,7 gr, berat sampel dan petridish sebelum dioven (b) 62,1 gr dan berat sampel dan petridish sesudah dioven (c) 61,45 gr. Kemudian pada kelompok 6 diperoleh hasil kadar kering sebesar 95,22 %, dengan berat petridish (a) 42,2 gr, berat sampel dan petridish sebelum dioven (b) 57,7 gr dan berat sampel dan petridish sesudah dioven (c) 56,96 gr.

Dari data tersebut didapat bahwa bahan-bahan seperti dedak, tepung roti, tepung jagung, tepung kedelai, tepung ikan dan kacang hijau baik sebagai pakan, karena air yang terkandung pada masing-masing bahan rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ekasari et al. (2009), bahwa pada analisa yang dilakukan diketahui kandungan bahan kering bebas air yaitu sebesar 85,104% sehingga air yang terkandung dalam tepung garut yaitu sebesar 15%. Nilai ini bagi suatu bahan pakan merupakan nilai kandungan air yang cukup tinggi (maksimal 14%).

3.5.2 Uji Protein

Dari praktikum Nutrisi kali ini telah diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut,dari data nomer contoh 1 dengan berat contoh 0,3 gr dan hasil ml titrasinya antara lain contoh a’ sebesar 0,1 ml sedangkan blanko b’ sebesar 0 ml,setelah melalui perhitungan dengan rumus N% diperoleh hasil sebesar 0,4669% sedangkan %p sebesar 2,91%, sedangkan dari data nomer contoh 2 dengan berat contoh 0,3 gr dan hasil ml titrasinya antara lain contoh a’ sebesar 0,3 ml sedangkan blanko b’ sebesar 0 ml,setelah melalui perhitungan dengan rumus N% diperoleh hasil sebesar 1,4008% sedangkan %p sebesar 8,755%, sedangkan dari data nomer contoh 3 dengan berat contoh 0,3 gr dan hasil ml titrasinya antara lain contoh a’ sebesar 1 ml sedangkan blanko b’ sebesar 0 ml,setelah melalui perhitungan dengan rumus N% diperoleh hasil sebesar 0,0093% sedangkan %p sebesar 0,055%, sedangkan dari data nomor contoh 4 dengan berat contoh 0,3 gr dan hasil ml titrasinya antara lain contoh a’ sebesar 14,8 ml sedangkan blanko b’ sebesar 0 ml, setelah melalui perhitungan dengan rumus N% diperoleh hasil sebesar 0,138% sedangkan %p sebesar 0,185%, sedangkan dari data nomer contoh 5 dengan berat contoh 0,3 gr dan hasil ml titrasinya antara lain contoh a’ sebesar 0,5 ml sedangkan blanko b’ sebesar 0 ml,setelah melalui perhitungan dengan rumus N% diperoleh hasil sebesar 0,0046% sedangkan %P sebesar 0,29%, sedangkan dari data nomor contoh 6 dengan berat contoh 0,3 gr dan hasil ml titrasinya antara lain contoh a’ sebesar 1,3 ml sedangkan blanko b’ sebesar 0 ml,setelah melalui perhitungan dengan rumus N% diperoleh hasil sebesar 0,0121% sedangkan %P sebesar 0,07139%, sedangkan data–data di atas adalah data dari setiap bahan yang berbeda–beda otomatis kandungan setiap bahan berbeda dan persentase kandungannya pun berbeda–beda ada yang besar dan ada yang kecil, sedangkan kandungan N% terbesar terkandung pada bahan kelompok 2 sebesar 1,4008% sedangkan nilai N% terendah diperoleh oleh keompok 1 sebesar 0,4669%, sedangkan %P terbesar diperoleh pada kelompok 2 sebesar 8,755% sedangkan nilai terendah diperoleh oleh kelompok 3 sebesar 0,055%.

Dari data diatas menunjukkan nilai N% paling besar pada tepung kedelai yaitu sebesar 0,138% dan nilai %P sebesar 0,815%. Hal tersebut dikarenakan kadar protein dari tepung kedelai yang tinggi. Menurut Diputi (2011), Kedelai mengandung protein 35 % bahkan pada varitas unggul kadar proteinnya dapat mencapai 40–43 %. Dibandingkan dengan beras, jagung, tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar dan telur ayam, kedelai mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar protein susu skim kering. Dan pada tabel menunjukkan komposisi dari tepung kedelai.

Kandungan

Kadar (%)

Protein

35-45%

Karbohidrat

18-32%

Lemak

12-30%

Air

7%

3.5.3 Uji Lemak

Dalam praktikum nutrisi ikan tentang analisa lemak didapatkan hasil dari perlakuan dengan menggunakan bahan kacang kedelai didapatkan hasil bahwa pada perlakuan ini dihasilkan warna lemak kuning. Dari penganalisa perlakuan menggunakan kacang kedelai dapat diketahui bahwa kacang hijau/biji–bijian mengandung Fospolipida, hal ini sesuai dengan pernyatan Kordi (2010), minyak dan biji–bijian banyak mengandung fosfolipida seperti sefalin yang banyak terdapat dalam kacang kedelai.

Sumber lemak yang digunakan dalam pakan sangat mempengaruhi pertumbuhan karena memiliki komposisi asam lemak yang berbeda. Minyak ikan banyak mengandung asam lemak dari kelompok n-3 HUFA dan minyak kedelai mengandung asam lemak dari keluarga lenoleat (n-6). Kedua kelompok asam esensial bagi beberapa jenis ikan (Suwirya et al., 2005).

3.5.4. Kadar Abu

Berdasarkan hasil praktikum tentang Nutrisi Ikan diperoleh data yang berbeda–beda tiap kelompok. Adapun untuk kelompok 1 dengan contoh dedak, kadar abu yang diperoleh 8%. Kelompok 2 dengan contoh tepung roti, kadar abu yang diperoleh 2%. Kelompok 3 dengan contoh tepung jagung, kadar abu yang diperoleh 2%. Kelompok 4 dengan contoh tepung kedelai diperoleh kadar abu 4%. Kelompok 5 dengan contoh tepung ikan diperoleh kadar abu 38%. Kelompok 6 dengan contoh tepung kacang hijau diperoleh kadar abu sebesar 4%.

Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa kadar abu mempunyai prosentasi yang kecil, hal tersebut karena kadar abu adalah kadar yang dihasilkan dari perbandingan antara bahan setelah dioven dengan bahan utuh tanpa pengovenan. Dari pernyataan tersebut berarti kadar abu adalah kadar dari bahan yang tidak dapat dimanfaatkan lagi sebagai sumber nutrisi. Menurut Vanessa (2008), abu merupakan zat–zat anorganik yang berupa logam ataupun mineral-mineral yang terikat masuk di dalam gliserin yang sebenarnya tidak diharapkan ada di dalam gliserin. Zat–zat anorganik dan mineral-mineral tersebut dinggap sebagai kotoran yang masuk ke dalam gliserin pada saat pemprosesan ataupun memang telah ada pada bahan dasar pembuatan gliserin (CPO).

Unsur mineral juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Pada proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar, tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu (Gumay,2009).


4. Kesimpulan Dan Saran

4.


4.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum nutrisi , didapatkan kesimpulan sebagai berikut :

· Ikan menggunakan protein sebagai sumber energi yang utama. Sumber energi yang digunakan adalah lemak, sedangkan karbohidrat menjadi sumber energi yang ketiga. Hal tersebut berbeda dengan hewan-hewan berdarah panas homokoilotermal.

· Macam–macam pengujian analisis proksimat diantaranya : Kadar kering, uji protein, uji lemak, kadar abu.

· Pada analisa kadar kering,nilai tertinggi terdapat pada kelompok 1 yang menggunakan bahan pakan tepung ikan dengan kadar kering sebanyak 95,78 %.

· Pada uji protein , nilai N% paling besar pada tepung kedelai yaitu sebesar 0,138% dan nilai %P sebesar 0,815%.

· Pada uji lemak kandungan lemak asli paling besar yaitu pada kelompok 3 dengan menggunakan bahan tepung jagung.

· Pada uji kadar abu,nilai terbesar ada pada kelompok 1 dengan kadar abu sebesar 8%.

4.2 Saran

Pada praktikum nutrisi ini banyak waktu kosong saat praktikum sehingga diharapkan agar asisten mampu mengefesiensikan waktu sehingga praktikum yang dilakukan tidak menghabiskan banyak waktu.


DAFTAR PUSTAKA

Afrianto Eddy dan Evi Liviawaty. 2005. Pakan Ikan. Kanisius (Anggota IKAPI). Yogyakarta.

Afrianto, Eddy, dan Evi Liviwaty.2005. Pakan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Crayonpedia, 2011. Teknologi pakan buatan. "http://www.crayonpedia.org/mw/BAB_6_TEKNOLOGI_PAKAN_BUATAN". Diakes tanggal 26 oktober 2011 pukul 21.00 WIB.)

Crayonpedia. 2011.Teknologi pakan buatan. http://www.crayonpedia.org/mw/BAB_6_TEKNOLOGI_PAKAN_BUATAN. Diakses pada tanggal 27 Oktober 2011 pukul 21.16 WIB.

Darsudi. 2008. Analisis Kandungan Proksimat Bahan Baku dan Pakan Buatan/Pelet untuk Kepiting Bakau (Scylla paramamosain). Bul. Tek Lit. Akuakultur Vol. 7 No.1 Tahun 2008. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/71084145.pdf diakses pada 25 Oktober 2011 pukul 13.20 WIB

Dejavu. 2009. Uji zat-zat yang terkandung dalam makanan. http://14dejavu.wordpress.com/2009/04/01/uji-zat-%E2%80%93-zat-yang-terkandung-dalam-makanan/.Diakses pada tanggal 27 Oktober 2011 pukul 21.31 WIB.

Ekasari, Nur Herta. 2009. Laporan resmi praktikum nutrisi ikan. Surabaya.

Gumay, Tri Rizki Miranty. 2009. Kandungan Beta Karoten dan Nilai Gizi Telur Asin dari Titik yang mendapat Pakan Limbah Udang. http://www.scribd.com/doc/51586777/19/Kadar-Abu. Diakses tanggal 27 Oktober 2011 pukul 14.07 WIB.

Gunawan, Dajadi. 2010. http://www.ditjennak.go.id/regulasi%5CPedoman%20 Pemb%20Pabrik%20Pakan%20Skala%20Kecil.pdf. Diakses tanggal 24 Oktober 2011, pukul 19.15

Gusrina.2008. Budidaya Ikan. Direktorat Pempbinaan Sekolah Kejuruan. Jakarta.

Hernawati. 2011. http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/197 003311997022-HERNAWATI/FILE_5.pdf. Diakses tanggal 24 Oktober 2011, pukul 19.30 WIB.

Kordi, M. Ghufron. 2010. Budidaya Ikan Lele di Kolam Terpal. Lily Publisher: Yogyakarta..

Murtidjo, Bambang Agus. 2001. Pedoman Meramu Pakan Ikan. Kanisius. Yogyakarta
Menurut sumber BPTP Jawa Tengah, kadar kalori tepung jagung 355 kalori, tepung terigu 365 kalori. Kadar lemak tepung jagung 5,42 persen dan tepung terigu 2.09 persen. Serat kasar tepung jagung 4,24 persen, tepung terigu 1,92 persen. Kadar abu tepung jagung 1,35 persen, tepung terigu 1,83 persen. Protein tepung jagung 11.02 persen, tepung terigu 14,45 persen dan kadar pati tepung jagung 79,95 persen tepung terigu 18,74 persen Sinar Tani,2011).

Pramono. 2007. Optimalisasi Pakan Dengan Level Protein dan Eneergi Protein. ejournal.umm.ac.id/index.php/protein/article/view/175/18.

Purwoko, Tjahjadi dan Noor Soesanti H. 2007. Kandungan Protein Kecap Manis Tanpa Fermentasi Moromi Hasil Fermentasi Rhizopus oryzae and R. oligosporus. BIODIVERSITAS. 8(2): 223 – 227. http://biodiversitas.mipa.uns.ac.id/D/D0803/D080312kandunganproteinkecap.pdf

Sinar Tani. 2011. Tepung Jagung Berdaya Saing. http://www.sinartani.com/nilai-tambah/pasca-panen/3210.html.

Suparjo. 2008. Analisis secara kimiawi. http://jajo66.files.wordpress.com/2008/06/4analisis-kimiawi.pdf diakses pada 25 Oktober 2011 pukul 13.00 WIB

Suwirya, Ketut, Muhammad Marzuki, Agus Prijono dan Nyoman Adiasmara Giri. 2005. Pengaruh Substitusi Minyak Ikan Dengan Minyak Kedelei Dalam Lemak Pakan Terhadap Pertumbuhan Benih Kerapu Lumpur, Epinephelus coioides. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 11(5): 63-68. http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/115056368.pdf

Vanessa. 2008. Penentuan Kadar Air dan Kadar Abu dari Gliserin yang Diproduksi PT.Sinar Oleochemical International-Medan. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/13912/1/09E00321.pdf. Diakses tanggal 27 Oktober 2011 pukul 14.00 WIB.