Kamis, 23 Desember 2010

Gonad

1.1 Pengertian Gonad
Menurut Villee et, al (1984), gonad kelamin pada semua vertebrata terpisah, kecuali pada beberapa ikan berkerangka tulang. Testis merupakan sepasang alat berukuran sedang yang masing-masing mempunyai tubulas seminifenus yang berlaku-liku. Ini merupakan daerah yang luas untuk memproduksi bermilyad-milyad sperma ovosium ikan dan ampitria, yang menghasilkan ribuan atau ratusan telur memenuhi sebagian besar rongga tubuh. Pada hampir semua terbiasa, gonad resenteri rongga tubuh dan selama hidup tetap berada di tempat itu.
Testis atau gonad bersifat internal dan bentuknya longitudinal. Pada umumnya berpasangan lamprey dan hagfish mempunyai testis tunggal (Rechman, 2003).
Gonad sendiri adalah organ endokrin yang memproduksi dan mengeluarkan steroid yang mengatur pembangunan tubuh hewan mengendalikan karakteristiknya.

1.2 Ciri-ciri induk yang matang Gonad
1.2.1 Ciri induk jantan yang matang Gonad
Induk ikan mas matang gonad yaitu betina dengan berat 2,0-3,0 kg dan jantan dengan berat 1,5 – 2,0 kg masing-masing sebanyak 3 dan 6 ekor dimasukkan didalam kolam. Pemijakan berukuran 2 x 5 x 1 cm dan ditambah substrat berupa ketaban yang terbuat dari ijuk. (mukti, 2007)
Pada gonad jantan dapat dilihat dari papilla genitalnya yang terletak di belakang dan mendekati sirip anus, berwarna merah, merucing dan melembar ke arah pangkalan, maka ikan tersebut telah matang kelamin (Nazori, 2010)
Gonad mengalami peningkatan ukuran telur pada masing-masing individu dan ovarium menjadi lebih berwarna pada bagian perutnya (Royce, 1972)

1.2.2 Ciri induk berina yang masak telur
Ciri-ciri induk betina yang matang telur adalah bagian perutnya membesar, agak lembek dan lubang sakuran telur terlihat merah dan membengkak sedangkan induk jantan yang matang gonad memperlihatkan warna hitam kelam, bagian baju putih, sirip ekor dan sirip punggung berwarna merah (Sugiarto ,1988 dalam Rustidja, 1996)
Ciri induk betina yang telah matang gonad dapat melihat dari bentuk perut yang membesar sangat lembut dapat juga dengan mengurut perut ikan tersebut. (Nazori, 2010)
Menurut Schveck dan Peter 1990 dibeberapa spesies ikan kemajuan kematangan seksual disertai dengan perubahan seksternal yang jelas pada bentuk tubuh atau pigmentasi, melalui perubahan ralang atau pengembangan gonorodia, terbekel atau ciri-ciri seks sekunder yang lain.

1.3 Anatomi Sistem Reproduksi Jantan
Testis (gonad jantan) berbentuk memanjang dan menggantung pada bagian atas rongga tubuh dengan pesantaraan mesorkium, berjumlah sepasang. Pada Chonduricthyes testis yang satu lebih besar dari testis yang lain. Testis tersusun dari folikel-folikel tempat spermatozoa berkembang. Ukuran dan warna gonad dapat mencapai 12% atau lebih dari bobot tubuhnya. Kebanyakan testis berwarna dan halus pada sikuroisea testisnya tegak (Raharjo, dkk 1989)
Testis vertebrata terdiri atas ribuan saluran (tubulus) sperma. Dinding tubuh tubulus sperma tersebut dilapisi oleh sel gersmital primitif yang mengalami kekhususan disebut spermatogonium (Vuhaniosperma, bibit genes keturunan) (Villee, dkk 1998)

1.4 Anatomi Sistem Reproduksi Betina
Ovarium berbentuk memanjang, terletak dibawah atau disamping gelembung gas (jika ada) kadang berjumlah sepasang. Ovarium bergantung pada bagian atas rongga tubuh dengan perantaran cheovaria, dibawah dibawah atau disamping gelembung gas (bila ada). Ukuran dan perkembangannya dalam tubuh bervariasi dengan tingkat kematangannya. Warnanya pun berbeda-beda. Sebagian besar berwarna keputih-putihan pada waktu lebih muda dan menjadi kekuning-kuningan pada waktu matang. (Raharjo, dkk 1989)
Ovarium ikan berbentuk longitudinal seperti agar-agar jenih dan berbintik-bintik berisi sel telur atau ova-Raisanesa jumlah sepasang,. Dari ovarium sel telur keluar melalui saluran yang disebut ovidwck (Rachman, 2003)

1.5 TKG Jantan
1.5.1 TKG Menurut Tester dan Takata
Menurut Effendi, 2002 tingkat kematangan gonad ikan Kuhlia Sandvicensis menurut Tester dan Takata (1953).
1. Tidak masak, Gonad sangat kecil seperti benang dan transparan. Penampang gonad pada ikan jantan pipih dan kelabu, penampang pada ikan betina bulat dengan warna kemerah-merahnya.
2. Permukaan masak, Gonad mengisi ¼ rongga tubuh. Warnanya pada ikan jantan kelabu atau putih, bentuknya pipih sedangkan pada ikan betina kemerah-merahan atau kuning dan bentuknya bulat telur tidak tampak.
3. Hampir masak. Gonad mengisi ½ rongga tubuh. Gonad pada ikan jantan berwarna putih, pada ikan betina berwarna kuning. Bentuk telur tampak melalui dinding ovarium.
4. Masak. Gonad mengisi ¾ bagian rongga tubuh. Gonad pada ikan jantan putih. Gonad betina berwarna kuning, hampir bening. Telur dapat dilihat kadang-kadang dengan tekanan halus palu perutnya ada yang menonjol pada lubang pelepasannya.
5. Salin. Hampir sama dengan tahap kedua dan sukar dibedakan. Gonad jantan berwarna putih. Kadang-kadang dengan bintik coklat. Gonad betina berwarna merah, lembik dan telur tidak tampak.
Menurut Hartono (2009) tingkat kematangan gonad menurut Takatta dan Tester (1953)
1. Tidak masak, Gonad sangat kecil seperti benang dan transparan. Penampang gonad pada ikan jantan pipih dan kelabu, penampang pada ikan betina bulat dengan warna kemerah-merahnya.
2. Permukaan masak, Gonad mengisi ¼ rongga tubuh. Warnanya pada ikan jantan kelabu atau putih, bentuknya pipih sedangkan pada ikan betina kemerah-merahan atau kuning dan bentuknya bulat telur tidak tampak.
3. Hampir masak. Gonad mengisi ½ rongga tubuh. Gonad pada ikan jantan berwarna putih, pada ikan betina berwarna kuning. Bentuk telur tampak melalui dinding ovarium.
4. Masak. Gonad mengisi ¾ bagian rongga tubuh. Gonad pada ikan jantan putih. Gonad betina berwarna kuning, hampir bening. Telur dapat dilihat kadang-kadang dengan tekanan halus palu perutnya ada yang menonjol pada lubang pelepasannya.
5. Salin. Hampir sama dengan tahap kedua dan sukar dibedakan. Gonad jantan berwarna putih. Kadang-kadang dengan bintik coklat. Gonad betina berwarna merah, lembek dan telur tidak tampak.

1.5.2 TKG menurut Kaya dan Hasker
Menurut Effendi (2002) tingkat kematangan gonad jantan (testis) dan ikan Green Sunfish secara histologi menurut Kaya dan Hasker (1972)
1. Testis Regresi (lahir musim panas sampai pertengahan musin dingin). Dinding gonad dilapisi oleh spermatogonia awal dan sekunder. Sperma sisa mungkin masih terdapat
2. Perkembangan sperma tagonia sama dengan tingkat I hanya proporsinya spermatogonia sekunder bertambah sperma sisa kadang-kadang masih terlihat.
3. Awal aktif spermatogenesis. Cyste spermatocyt timbul dan kemudian semakin bertambah cyste spermatid dan spermatozoa juga mulai keluar.
4. Aktif spermatogenesis semua tingkat spermatogenis ada dalam jumlah yang banyak. Spermatozoa bebas mulai terlihat dalam rongga seminiferous.
5. Testis masak. Lumer penuh dengan spermatozoa pada dinding labute penuh cyste bermacam-macam tingkat.
6. Testis regresi rongga seminifreous masih berisi spermatozoa. Dinding testis mengkerut karena sperma dikeluarkan
Menurut Saha (2009). TKG Gonad jantan (testis) ikan Queen Sunfish secara hitrologi (Kaya dan Haster, 1972).
1. Testis Regresi (lahir musim panas sampai pertengahan musin dingin). Dinding gonad dilapisi oleh spermatogonia awal dan sekunder. Sperma sisa mungkin masih terdapat
2. Perkembangan sperma tagonia sama dengan tingkat I hanya proporsinya spermatogonia sekunder bertambah sperma sisa kadang-kadang masih terlihat.
3. Awal aktif spermatogenesis. Cyste spermatocyt timbul dan kemudian semakin bertambah cyste spermatid dan spermatozoa juga mulai keluar.
4. Aktif spermatogenesis semua tingkat spermatogenis ada dalam jumlah yang banyak. Spermatozoa bebas mulai terlihat dalam rongga seminiferous.
5. Testis masak. Lumer penuh dengan spermatozoa pada dinding labute penuh cyste bermacam-macam tingkat.
6. Testis regresi rongga seminifreous masih berisi spermatozoa. Dinding testis mengkerut karena sperma dikeluarkan

1.6 Tingkat kematangan Gonad Betina
1.6.1 TGK Menurut Devados
Menurut Effendie (2002) tingkat kematangan gonad ikan otolithus Rubber dan Johnius clussumlen menurut Devados :
1. Tidak masak. Ovarium berwarna pucat keruh memanjang sampai sepertiga panjang rongga perut. Telur tidak dapat dilihat oleh mata, keadaan telur kecil, tidak berkuning telur, transparan dengan inti yang jelas.
2. Tidak masak. Ovarium berwarna merah anggur mengisi 1/3 – 1/2 rongga perut. Gonad tidak simetri, telur tidak dapat terlihat oleh mata. Keadaan telur pembentukan kuning telur disekitar inti.
3. Hampir masak. Ovarium berwarna merah jambu sampai kuning, berbutir-butir, memanjang sampai 1/2 – 2/3 dalam rongga perut.. Keadaan telur kecil warna tidak terang, inti sebagian dan seluruhnya terbenam dalam kuning telur.
4. Hampir masak. Ovarium berwarna putih susu sampai kuning, pembuluh darah terlihat dibagian atasnya, memanjang sampai 2/3 bagian dari rongga perut, telur mudah terlihat. Keadaan telur dalam ukuran sedang dan warna tidak terang, belum bebas dari sel-sel folikel.
5. Masak. Ovarium berwarna kuning kemerah-merahan, pembuluh darah jelas, panjang sampai 3/4 – 4/5 rongga perut, telur jelas terlihat. Keadaan telur masak berukuran besar dan berwarna tidak terang, bebas dari folikel.
6. Masak. Ovarium berwarna kemerah-merahan seperti kue puding, mengisi seluruh rongga perut. Keadaan telur masak berukuran besar, transparan, kuning telur, berisi gelembung minyak.
7. Salin. Ovarium mengkerut sebagai hasil pemijahan.
Menurut Uma (2009), tingkat kematangan gonad ikan otolithius Ruber dan Johnius Cussumien menurut Devados (1969).
1. Tidak masak.
Ovarium berwarna pucat keruh memanjang sampai sepertiga panjang rongga perut. Telur tidak dapat dilihat oleh mata, keadaan telur kecil, tidak berkuning telur, transparan dengan inti yang jelas.
2. Tidak masak.
Ovarium berwarna merah anggur mengisi 1/3 – 1/2 rongga perut. Gonad tidak simetri, telur tidak dapat terlihat oleh mata. Keadaan telur pembentukan kuning telur disekitar inti.
3. Hampir masak.
Ovarium berwarna merah jambu sampai kuning, berbutir-butir, memanjang sampai 1/2 – 2/3 dalam rongga perut.. Keadaan telur kecil warna tidak terang, inti sebagian dan seluruhnya terbenam dalam kuning telur.
4. Hampir masak.
Ovarium berwarna putih susu sampai kuning, pembuluh darah terlihat dibagian atasnya, memanjang sampai 2/3 bagian dari rongga perut, telur mudah terlihat. Keadaan telur dalam ukuran sedang dan warna tidak terang, belum bebas dari sel-sel folikel.
5. Masak.
Ovarium berwarna kuning kemerah-merahan, pembuluh darah jelas, panjang sampai 3/4 – 4/5 rongga perut, telur jelas terlihat. Keadaan telur masak berukuran besar dan berwarna tidak terang, bebas dari folikel.
6. Masak.
Ovarium berwarna kemerah-merahan seperti kue puding, mengisi seluruh rongga perut. Keadaan telur masak berukuran besar, transparan, kuning telur, berisi gelembung minyak.

7. Salin.
Ovarium mengkerut sebagai hasil pemijahan.
1.6.2 TKG Menurut Nikolshy
Menurut Effendie (2002) tingkat kematangan gonad ikan menurut Nikolsky :
1. Tidak masak. Individu masih belum berhasrat, mengadakan reproduksi, ukuran gonad kecil.
2. Masa Istirahat. Produksi seksual belum berkembang, gonad berukuran kecil, telur tidak dapat dibedakan oleh mata.
3. Hampir masak. Telur dapat dibedakan oleh mata. Testis berubah dari warna transparan menjadi warna ras.
4. Masak. Produk seksual masak. Produk seksual mencapai berat maksimum, tetapi produk tersebut belum keluar bila perut diberi sedikit tekanan.
5. Reproduksi bila perut diberi sedikit tekanan produk seksual akan menonjol dari lubang pelepasan. Berat gonad cepat menurun sejak semula berpijah sampai pemijahan selesai.
6. Keadaan salin. Produk seksual telah dikeluarkan. Lubang genital berwarna kemerahan gonad mengempis ovarium berisi beberapa telur sisa. Testis juga berisi sperma sisa.
7. Masa istirahat. Produk seksual telah dikeluarkan. Warna kemerah-merahan pada lubang genital telah pulih. Gonad kecil dan telur belum terlihat mata.
Menurut Wahyuningsih et.al (2006) tingkat kematangan gonad ikan menurut Nikolsky (Begennnal dan Broum, 1968) dalam Effendie (1997) yaitu.
1. Tidak masak. Individu masih belum berhasrat, mengadakan reproduksi, ukuran gonad kecil.
2. Masa Istirahat. Produksi seksual belum berkembang, gonad berukuran kecil, telur tidak dapat dibedakan oleh mata.
3. Hampir masak. Telur dapat dibedakan oleh mata. Testis berubah dari warna transparan menjadi warna ras.
4. Masak. Produk seksual masak. Produk seksual mencapai berat maksimum, tetapi produk tersebut belum keluar bila perut diberi sedikit tekanan.
5. Reproduksi bila perut diberi sedikit tekanan produk seksual akan menonjol dari lubang pelepasan. Berat gonad cepat menurun sejak semula berpijah sampai pemijahan selesai.
6. Keadaan salin. Produk seksual telah dikeluarkan. Lubang genital berwarna kemerahan gonad mengempis ovarium berisi beberapa telur sisa. Testis juga berisi sperma sisa.
7. Masa istirahat. Produk seksual telah dikeluarkan. Warna kemerah-merahan pada lubang genital telah pulih. Gonad kecil dan telur belum terlihat mata.
8.
1.7 Proses Pembentukan dan Pengembangan Gonad Jantan.
Testis ikan ditupang secara memanjang oleh “mesen tenes” dan di dalam testis tersebut banyak tubulus. Tubulus, dimana sepanjang tubulus berisi cyste-cyste seminiferous yang dikelilingi oleh sel-sel cretoli, cyste ini akan berdiferensiasi menjadi spermatogonium yang selanjutnya akan mengalami proses spermatogenesis menjadi spermatozoa (Brusle, 1982 dalam Rustidja 1999).
Menurut Herper dan Prugirin (1982) dalam Rustidja (1998) menyatakan terdapat dua hal yang berkaitan dengan diferensiasi kelamin pada tilapio yaitu:
a. Jenis kelamin terbentuk pada standia akhir perkembangan larva yaitu pada sekitar 3 sampai 4 minggu setelah menetas.
b. Jenis kelamin larva setelah penetasan kondisinya sangat labil sehingga dapat dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal.

1.8 Proses Pembentukan dan Perkembangan Gonad Betina.
Gonad (ovarium) merupakan semacam kantong dan mempunyai lamella ini mengandung sel-sel fold yang perdiferensiasi menjadi ougonium. Selanjutnya ougonium akan mengalami akan mengalami proses ovogenesis menjadi ovum yang dibungkus folikel dan folikel ini terletak dalam lamella yang mempengaruhi ruang ovarium (Hour dan Rundall, 1985 dalam Rustidja).
Menurut Rustidja (2000), pertumbuhan ousit dalam ovarium dapat di bagi menjadi dua tahap, yaitu tahap I adalah tahap pertumbuhan primer (privitell ogenesis) ditandai dengan peningkatan ukuran, tahap II adalah tahap pertumbuhan sekunder (oxogenenous vitellegenesis) ditandai dengan terjadinya pembentukan visikel pada bagian parifer sitoplasma dan meluas ke arah inti sel. Oasit berkembang mulai terjadi akumulasi protein kuning telur dari alam (endogenous vitellogenesis) dan mengatur dengan derivate kuning telur hasil sintensa darin hasil laxogenous vetellogenesis yang di bawah melalui aliran darah.

1.9 Faktor yang mempengaruhi pembentukan Gonad eksternal dan internal
Faktor-faktor lingkungan seperti curah hujan (perubahan zat kimia dalam air) suhu, sinar, adanya tumbuh-tumbuhan dan ikan jantan dapat memicu maturasi, ovulasi dan spawning dari oucytes berkuning telur. Beberapa jenis ikan Indonesia seperti ikan mas, tawer. Tambakan seperti siam, gurami, mujair dan lele dapat dipinjakna dengan mestimulasi faktor-faktor lingkungan (Ritcter dan Rustidjo, 1985)
Pertumbuhan gonad kadang-kadang juga tergantung oleh suhu yang sesuai, makan yang kaya protein. Suatu lingkungan yang sesuai dengan gonad yang matang serta adanya lawan jenis seakan menyebabkan terjadinya pemijahan (Rischter dan Rustidja) pemijahan (Richter dan Rustidja, 1985 dalam Rustidja, 2000)






2.METODOLOGI

2.1 Prosedur Kerja























3.DATA HASIL PENGAMATAN

3.1 Tabel Tingkat Kematangan Gonad
KELOMPOK Tingkat Kematangan Gonad
1 Perkembangan I
2 Dara berkembang
3 Bunting
4 Perkembangan II
5 Memijah II
6 Bunting
7 Dara
8 Bunting


3.2 Gambar gonad ikan resipien

a.Gambar gonad ikan resipien yang menunjukkanTKG pada perkembangan II

b.Gambar menunjukkan Gonad Ikan resipien yang telah ditetesi larutan asetokarmin



4.PEMBAHASAN

4.1 Analisa Prosedur
Dalam praktikum Fisiologi Hewan Air materi Pewarnaan dan Pengamatan Gonad, langkah pertama adalah disiapkan alat dan bahan. Alatnya yaitu timbangan digital oz berfungsi untuk mengetahui berat ikan mas (Cyprinus carpio), pisau berfungsi untuk memotong kepala ikan mas (Cyprinus carpio), sectio se berfungsi untuk membedah ikan mas (Cyprinus carpio), nampan berfungsi untuk menimbang ikan dan sebagai tempat saat ikan dibedah, ember berfungsi sebagai tempat ikan sementara, timbangan digital berfungsi untuk menimbang kertas saring dengan ketelitian 10-2, objek glass berfungsi sebagai tempat telur ikan yang diamati, cover glass berfungsi untuk menutup objek glass, pipet tetes berfungsi untuk mengambil larutan asetokarmin, mikroskop berfungsi untuk mengamati benda yang bentuknya kecil, kamera digital berfungsi untuk mengambil gambar gonad. Bahannya yaitu ikan mas (Cyprinus carpio) betina berfungsi sebagai ikan resipien dan yang diamati telurnya, kertas saring berfungsi untuk menyerap air dan sebgai tempat gonad, larutan asetokarmin berfungsi untuk memperjelas pada saat pengamatan sel telur, lap basah berfungsi sebagai penutup mata ikan saat ditimbang. Langkah selanjutnya adalah ikan resipien yaitu ikan yang disuntikkan hipofisa, disiapkan dan diamati sek sekunder yaitu bagia luar tubuhnyaa, kemudian diukur TL seluruh tubuhnya dan ditimbang berat tubuh dengan menggunakan timbangan analitik oz dengan ketelitian 10-4, kemudian dipotong kepala dengan menggunakan pisau dan disectio, kmudian dibersihkan organ-organnya (kecuali gonad) karena untuk diamati gonadnya (Letak, TKG, warna). Kemudian kertas saring ditimbang dengan timbangan digital dengan ketelitian 10-2, kemudian gonad diletakkan kertas saring untuk menyaring air dan lemak yang terdapat pada gonad, kemudian ditimbang dengan timbangan analitik oz dengan ketelitian 10-4 dan diambil sebagian, kemudian ditetesi asetokarmin yang berfungsi untuk memperjelas pada saat pengamatan sel telur, didiamkan selama 2-3 menit agar kering, kemudian ditutupi dengan cover glass dan diamati di bawah mikroskop dan di gamabr bentuk gonad dan didapatkan hasilnya.

4.2 Analisa Hasil
Berdasarkan data pngamatn tentang Pewarnaan da Pengamatan Gonad, diperoleh hasil pada kelompok 4, kematangan gonad mencapai tahap perkembangan II, hal tersebut terlihat dari bentuk gonad, pad saat praktikum gonad ikan pada kelompok 4 belum matang sempurna, tidak terdapat inti pad gonad, sedangkan pada kelompok 5 tingkat kematangan gonad mencapai tahap mijah, gonad berbentuk bulat lonjong, berwarna kuning-kekuningan dan telur dapat dilihat dengan mata telanjang. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi perbedaan tingkat kematangan gonad berbeda hal tersebut dimungkinkan oleh beberapa faktor sperti suhu, musim. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Effendi (2002), bahwa faktor utama yang mempengaruhi kematangan gonad ikan didaerah bermusim empat antara lain ialah suhu dan makanan. Tetapi untuk ikan daerah tropic faktor suhu secara relative perubahannya tidak besar dan umumnya gonad dapat masuk lebih cepat.
Pada pengamatan gonad kelompok 4, kondisi pada ikan betina mengalami perubahan seks sekundr, warna tubuh pada ikan pucat, perut membuncit, operkulum terasa halus dan organ genital terlihat memerah, hal tersebut merupakan ciri-ciri ikan matang gonad seperti pernyataan, Naziri (2010), ciri induk ikan betina yang telah matang gonad dapat dilihat dari bentuk perut yang membesar sangat lembut dapat juga mengurut perut ikan tersebut.

4.3 Faktor Koreksi
Faktor koreksi yang didapat dari praktikum tentang pewarnaan dan pematangan gonad adalah
- Kurangnya terampilnya praktikan saat membedah ikan sehingga waktu yang digunakan terlalu lama
- Ada mikroskop yang rusak sehingga ada kelompok yang menggunakan mikroskop lain sehingga pengamatan lama
- Kurang terampilnya praktikan saat membuat preparat sehingga dilakukan pengulangan pembuatan preparat
- Penimbangan yang lama membuat ikan stress
-
4.4 Manfaat di Bidang Perikanan
Adapun manfaat yang diperoleh setelah praktikum tentang pewarnaan dan pengamatan gonad adalah
- Mengetahui letak gonad ikan sehingga dapat melakukan pembedahan secara benar
- Mengetahui tingkat kematangan gonad yang siap memijah
- Mengetahui tahapan-tahapan perkembangan gonad menurut tanaka
- Mengetahui pengaruh hipofisa terhadap kematangan gonad








5.PENUTUP

5.1 Kesimpulan
 Gonad, kelamin pada semua vertebrata terpisah, kecuali ikan berkerangka tulang
 Testis merupakan sepasang alat berukuran sedang yang masing-masing mempunyai sejumlah besar tubulus seminiferus yang berliku-liku
 Ciri-ciri matang gonad jantan:Papila genitalnya yang terletak di belakang,mendekati sirip anus,berwarna merah,meruncing,meruncing ke arah pangkal
 Ciri-ciri matang gonad betina dari bentuk memperbesar,agak lembek,lubang saluran telur terlihat memerah dan membengkak.
 Berdasarkan data hasil pengamatan dapat diketahui
- Fase perkembangan : II
- Berat gonad : II, I gram
 Testes ikan ditopang secara memanjang oleh, mesentries dan didalam testes tersebut
 Gonad merupakan semacam kantung dan mempunyai lamella yang masuk kedalam laumensentral
 Faktor yang mempengaruhi pembentukan gonad seperti curah hujan, suhu, sinar matahari.

5.2 Saran
Agar dalam praktikum selanjutnya bisa lebih baik lagi dalam pemilihan indukan ikan, agar semua kelompok dapat mengamati bentuk telur ikan.

DAFTAR PUSTAKA

Efendi, M. I 2002 Biologi Perikanan Yayasan Pustaka Nusantara Yogyakarta.
Hartono. 2009. Indeks Kematangan Gonad. http://langlangungublokspot.com / 2009 / 12 / indeks – kematangan – gonad.
Di akses pada tanggal 26 N1ovember 2010 pukul 19.00 WIB.
Mukti. 2007 Perbandingan Pertumbuhan dan Perkembangan Gonad.
http://eprint.file.npl.edu/ai.php.pdf di akses pada 27 November 2010 pukul 17.00 WIB.
Naziri. 2010. Aspek Biologi Reproduksi ikan lele. http://nazinword.press.com / 2010 / II. Diakses pada tanggal 28 November 2010 pukul 18.00 WIB.
Rachman, 2007 Sistem Organ Pernafasan. Peredaran Darah, Eksresi, Reproduksi, Sarat dan Hormon Pada Ikan. Universitas Brawijaya Malang.
Rahardjo, 1989 Biologi Ikan Institut Pertanian Bogor: Bogor dll.
Richter dan Rustidja. 1985. Pengaturan Ilmu Reproduksi Ikan
Universitas Brawijaya Malang
Royce, 1972 Fishery Sciences. Academic Press New York
Rustidja. 1996. Feromon Ikan. Universitas Brawijaya Malang.
1998. Sex Reserval ikan Nila.Universitas Brawijaya: Malang.
1999. Tripoid ikan Mas X dan y. Universitas Brawijaya: Malang.
2000. Prospek Pembekuan Sperma ikan. Universitas Brawijaya. Malang.
Saha. 2009 Tingkat Kematangan Gonad http.//sahawordpress.com/2007/12/com. Di akses pada tanggal 19 November 2010 pukul 21.00WIB.
Schreck and Peter. 1990. Methods for Fish Biology American Fishery society. USA.
Suendsen and Anthony. 1984. An introduction to animal Physiology. MIP press.
Sulistiono, et. Al. 2001. Kematangan Gonad beberapa Jenis ikan Buntal (tetradon lunarin). http./ikhologi-indonesia jurnal/1.2/04 oo1 pdf di akses pada
Uma. 2009. Reproduksi ikan. http: //corrosius.wordpress.com/limited. USA. Di akses pada Tanggal 28 November 2010 pukul 18.00 WIB.
Ville a,c. et ui. 1984. Zoologi Umum. Erlangga: Jakarta.
Wahyunigsih. 2006. Buku ajar Icthilogi. http://file upi.eduppdf. di akses pada 28 november 2010 pukul 13.00 WIB

Sperma ikan

1. PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Sperma
Sel-sel sperma sebenarnya hanya merupakan inti yang berflegelum. Sperma dihasilkan dalam testis oleh sel-sel khusus yang disebut sperma togenia. Spermatogenia yang bersifat diploid ini dapat membelah diri secara mitosis membentuk spermatogenia atau dapat berubah menjadi spermatogosit. Meiosis dari setiap spermatosit menghasilkan empat sel haploid ialah spermatid. Spermatid ini dalam proses tersebut kemudian kehilangan banyak sitoplasma dan berkembang menjadi sel sperma (Kimball, 1983 dalam Rustidja, 2000).
Menurut Harvey and Hoar (1979), sperma di definisikan sebagai larutan spermatozoa yang berada di dalam larutan seminal dan dihasilkan oleh hidrasi testis, atau salah satu bagian dari alat reproduksi ikan.

1.2 Pengertian Spermatozoa
Menurut Evans (1993), spermatozoa ikan biasanya immotile dan tidak aktif ketika berada di dalam testis. Motilitas dari sperma dimulai setelah spermaiasi di dalam lingkungan air atas di dalam sistem reproduksi betina dengan demikian aktivitas dari sperma mungkin terjadi ketika faktor tekanan dicairkan, pH menjadi alkalin dan osmolalitas menjadi hipotonik, secara berturut-turut.
Proses spermatogenik dapat dibagi menjadi 3 tingkatan utama. Spermatosiyenesis adalah perkembangan dari spermatogonium menjadi spermatosik primer dan sekunder. Dua tahap terakhir meiosis, yang mana pembagian dua sel terjadi dan jumlah dari kromosom di spermatid adalah perbedaan dari spermatid menjadi spermatozoa. Waktu yang dilewati dari pembuatan sperma menjadi ejakulasnya biasanya sekitar 59 hari (Svendsen and Anthony, 1974).

1.3 Anatomi Sperma
Bentuk sel sperma pada berbagai hewan bervariasi, tetapi pada prinsipnya dapat dibedakan menjadi bagian kepala, bagian tengah dan ekor. Pada kepala sperma bagian depan terhadap akrosama, yang mengandung enzim untuk melisiskan bungkus telur (pada sperma manusia enzim tersebut dinamakan hialuronidase). Di pusat kepala sperma terdapat inti sperma, yang menyimpan mitokondria. Mitokondria sangat penting dalam pembentukan ATP yang merupakan sumber energi bagi sperma. Sementara bagian ekor sangat diperlukan untuk membantu pergerakan sperma (Isnaeni, 2006).
Sebuah sel sperma terdiri atas (1) kepala, yang mengandung kromosom suatu keadaan kompak dominaktif, (2) dua sentriol dan (3) ekor. Salah satu dari sentriol, merupakan badan dari flogelum dan menyediakan energi untuk gerakan pukulan cambuk (Kimball, 1983).

1.4 Morfologi Spermatozoa dan Gambar
Menurut Romer (1952), spermatozoa termasuk dalam struktur kecilnya kecuali kepada, yang mengandung material nuclear dan ekor martil yang panjang. Spermatozoa sangat kecil tetapi sangat banyak bahkan pada hewan kecil total reproduksinya dapat diukur dalam milyar.

Gambar 13.6 Spermatozoa berbagai spesies hewan yang menggambarkan perbedaan dalam ukuran dan bentuk 1. Gatropoda; 2. Asetina; 3. Kepiting hernes; 4. Slaamander; 5. Kapak ayam; 7. Tikus; 8. Domba; 9. Manusia
(Villee, et al, 1984).

1.5 Fisiologi Spermatozoa
Setiap spermatozoa terdiri atas sebuah kepada, sebuah bagian tengah dan sebuah ekor. Nucleus meluas melalui seluruh kepada dan mengandung materi genetik yang dibutuhkan untuk fertilisasi dari ovum. Sebagai sebuah hasil meiosis, inti sperma mengandung setengah dari asam dioksiribonukleat (1) NA yang banyak sebagai inti dari spermatogonium. Bagian tengah terdiri atas mitokondria yang mana sistem enzim yang berhubungan dengan aktivitas metabolic ditemukan mereka menyediakan energi untuk motilitas sperma. Ekor sperma sangat panjang seperti cambuk. Dua sentriol terletak pada bagian tengah dari yang fibril pusat dikelilingi oleh cincin dari sembilan pasang, fibril ini bertanggung jawab untuk motilitas sperma dan dengan demikian merupakan memfasilitasi pergerakan sperma melalui saluran alat kelamin betina (Svendsen and Anthony, 1984).
Kemampuan spermatozoa hidup secara normal setelah keluar dari testis hanya berkisar antara 1-2 menit. Menurut suguest (1994) dalam Cosson et al (1999) bahwa di alam durasi motilitas terjadi dalam periode yang sangat pendek pada ikan air tawar. Billard dalam Jamierson (1990) menyatakan bahwa motilitas spermatozoa ikan dibatasi pada periode detik dan menit karena adanya omsotic injung (Hidayaturrahmah, 2007).



1.6 Spermiasi
Spermiasi didefinisikan sebagai pengeluaran sperma motic dari lubang genetal (Genetal pare) oleh tekanan yang kuat dari dinding perut. Spermiasi pada ikan terjadi di bawah pengawasan hormonal (Rustidja, 2001).
Setiap spermatid akan membedakan menjadi spermatozoa (sperma). Prises pertumbuhan disebut spermiasi. Spermatid menjadi sperma ketika pertama kali dibentuk spermatid, spermatic memiliki bentuk seperti sel-sel apitel, namun setelah spermatid mulai memanjang menjasi sperma akan terlihat bentuk yang terdiri dari kepala dan ekor (Anastasya, 2010).

1.7 Proses Pembentukan Spermatozoa
Pembentukan spermatozoa dari spermatogenia di dalam testes disebut spermatogenesis. Proses ini meliputi proliferasi spermatogenia melalui pembelahan mitosis yang berulang dan tumbuh membentuk spermatocyte sekunder. Spermatocyte sekunder membelah menjadi gamet yang dinamakan spermatozoa. Proses metamorfase spermatid sering dinamakan spermatogenesis (Hoarm 1969 dalam Rachman, 2003).
Proses pembentukan spermatozoa terjadi di dalam testes. Testes ikan berbentuk memanjang dalam rongga badan di bawah gelembung renang di atas usus, jaringan mengikat yang disebut mesenterium (mesorchium) menempelkan testes ini pada rongga badan di bagian depan gelembung renang (Sumanto dinata, 1981 dalam Rustidja, 2000).

1.8 Proses Perkembangan Spermatozoa dan gambar
Menurut Matthey, dkk (1990), reproduksi dari spermatozoa dari spermatogenia melalui beberapa proses pembelahan secara berturut-turut dan differensiasi berkembang menjadi spermatogonia tipe A sebelum pubertas. Pembelahan dan tipe A menghasilkan tipe A1, spermatogoneia. Spermatogenesis dimulai dari spermatogonia tipe A1, tipe A1 membelah berturut-turut menjadi tipe A2, tipe A3 dan tipe A4 spermatogonia. Spermatocyte primer mengalami pembelahan meiosis (pembelahan reduksi) sampai berturut-turut spermatocyte sekunder yang haploid dan spermatid. Setelah proses spermatogenesis dimulai pada proses spermatogenesis tidak didapatkan proses pembelahan lagi, hanya terdapat transformasi perubahan morologi tersebut adalah pernafasan dari spermatozoa dari dinding tubuli seminiferus ke lumennya. Hal tersebut dinamakan spermiasi.
A 1:Spermatogonia
A2 :Spermatogonia
A3:Spermatogonia
A4 :Spermatogonia


Perkembangan spermatozoa ikan mas secara umum hampir sama dengan jenis ikan teleost lainnya. Spermatogonia membelah secara mitosis menjadi spermatocyte primer. Selanjutnya pembelahan lagi akan terbentuk spermatosit sekunder. Hasil dari pembelahan spermatosit sekunder adalah spermatid. Spermatid ini akan bermatafase menjadi gamet yang bergerak aktif disebut dengan spermatozoa (sel sperma). Proses metamorfase dari spermatid ini sering disebut dengan spermiogenesis (Rustidja, 2000).

1.9 Kualitas Sperma
1.9.1 Mikroskopis dan Gambar
Menurut pengestuningtyas (1993) dalam Azzura (2009), sperma yang berkualitas baik terlihat seperti susu kental berwarna putih susu, penuh dan membayar dengan mudah ketika diteteskan dalam air tawar atau garam fisiologis. Di bawah mikroskop terlihat sperma dengan bepatan tinggi dan semuanya berbentuk normal serta pergerakannya sangat aktif.
Menurut Darmawan (2009), kualitas sperma yang baik secara mikroskopik adalah didapatkan konsentrasi lebih dari 20 juta sel bening dalam tiap ml sairan sperma. Apabila spermatozoa lebih dari 50% mampu bergerak cepat dan lebih 50% punya bentuk sel normal, morfologi dan motilitas spermatozoa baik sperma bisa disebut baik.

1.9.2 Mikroskopis
Secara mikroskopis sperma yang baik jika volumenya lebih dari 2 ml dalam sekali ejakulasi, berwarna agak keputihan terdapat gumpalan seperti lapofit (Darmawan, 2009).
Menurut Rustidja (2000), berdasarkan hasil pengamatan mikroskopis dan mikroskopis terdapat sperma segera hasil striping dari induk donor ikan mas (Cyprinus carpio) yang digunakan untuk pembukuan memiliki kualitas yang bagus dengan itilitus tinggi yaitu 80-85%.

1.9.3 Biokomiawi
Penilaian konsentrasi sperma (juta sel/ml) sangat penting karena faktor inilah yang menggambarkan sifat-sifat semen dan dipakai sebagai salah satu faktor penentuan kualitas sperma (Toelihere, 1981 dalam Rustidja, 2000).
Menurut Darmawan (2000), jika sperma berwarna kemerahan mungkin ada perdarahan sedangkan sperma yang berbau tidak seharusnya mungkin karena adanya infeksi koagulan berisi zat gula (fraktosa) yang berfungsi sebagai sumber energi spermatozoa.

1.10 Viabilitas Sperma
Kemampuan hidup (viabilitas) spermatozoa sangat dipengaruhi oleh suhu dan secara umum akan hidup lebih lama dalam suhu rendah. Penurunan suhu dari suhu kamar ke suhu dingin dan suhu beku perlu dilakukan secara bertahap untuk menghindari card shock (Teoli here, 1981 dalam Rustidja, 2000).
Yomagimochi dalam Harvey dan Hear (1979), mengemukakan bahwa sperma ikan kering (Dupea hereoneus) masih dapat bergerak 4-5 menit, selanjutnya dikatakan oleh Gunzburg (1972) bahwa sperma ikan mas hanya hidup selama 30-60 detik dalam menit (Arie, 2010).

1.11 Motilitas Sperma
Menurunnya motilitas, menentukan bahwa terjadi kematian sebagian dari spermatozoa yang bisa dilakukan antara lain oleh kejutan dingin (cold shock) yang menyebabkan terjadinya perubahan fisika kimia. Spermatozoa terutama pada proses pembukuan dan pencairan kembali (Rustidja, 2000).
Menurut Rustidja (1999), ukuran spermatozoa yang besar maka kecepatan pengendapan akan lebih besar dibandingkan spermatozoa dengan ukuran yang lebih kecil dengan ukuran yang besar, energi motilitasnya yang dimiliki akan mampu memperbesar daya motilitasnya dalam menembus lapisan dengan gradien konsentrasi yang besar dibawahnya.

1.12 Cara Pengawetan Sperma
Pengawetan sperma untuk beberapa lama perlu dicampur dengan bahan pengencer yang mampu menjamin kebutuhan fisik dan kimianya. Pemakaian bahan pengencer dimakduskan untuk mengurangi aktivitas spermatozoa sehingga menghambat pemakaian energi dan dapat memperpanjang hidup spermatozoa tersebut. Berkurangnya aktivitas spermatozoa menyebabkan produksi asam laktat menurun sehingga penurunan pH menjadi terlambat, akibatnya mengurangi pengaruh negatif terhadap kehidupan spermatozoa (Hardjopranjoto, 1995 dalam Rustidja, 2000). Menurut Tuelihere (1981) dalam Rustidja (2000) dalam penyimpanan sperma harus dihindarkan dari pemanasan yang tinggi atau penurunan suhu secara mendadak, kontaminasi dengan air, urina dan bahan-bahan kimia, goncangan yang berlebihan dan dinar matahari, berlangsung agar daya fertilisasi optimumnya terjaga.
Sperma segar yang mau dikeringkan disedot ke dalam tabung 0,25 ml sehingga melumuri dinding bagian dalam tabung kemudian gas nitrogen dihembuskan ke dalamnya sambil tetap ditutupi dengan gas nitrogen tabung itu dimasukkan ke dalam tabung yang lebih besar (0,5 ml). lalu ditutupi menggunakan pemanasan (heart seal) agar lebih aman, tabung itu dimasukkan ke dalam kantung alumunium foil kedap udara dan diisi dengan gas nitrogen bisa dipakai untuk 1700 tabung plastic. Kalau sperma awetan hendak digunakan maka tabung itu dikeluarkan dari kantungnya lalu dipotong ujung-ujungnya. Agar sperma bisa mengalir keluar, tabung dialiri medium bisa berupa medium M2 (untuk menangani embrio), MT-6 untuk sperma atau garam fisiologis sperma akan hanyut bersama medium itu. Dan siap dipakai embuahan (Biomo, 2008).

1.13 Hormon yang Mempengaruhi Sperma
Reproduksi pada ikan dikontrol oleh hipotalamus-hipofisis-gonad. Kondisi lingkungan meliputi temperature, cahaya, cuaca, diterima oleh reseptor dan diteruskan ke sistem saraf. Kemudian hipotalamus melepaskan hiofisis untuk melepaskan yonadotropic hormone (G) yang mengontrol perkembangan dan pemasakan gonad serta pemijahan (Yunon, 1995 dalam Yuwono dan Purnama, 2001).
Gonadotropic dibagi menjadi 2 bagian yang kaya akan karbodhidrat dan mungkin berperan dalam proses sreroldogenesis (spermiasi, maturasi, oocyt dan ovulasi) sedangkan yang miskin karbohidrat secara fisiologis berperan dalam proses vitellogenesis seperti produksi kuning telur (Rustidja, 2000).


1.14 Ekstender
1.14.1 Fungsi Ekstender
Menurut Toelihere (1985) dalam Rustidja (1999), menyebutkan beberapa fungsi pengencer yaitu:
1. Menyediakan zat-zat makanan sebagai sumber-sumber energi bagi spermatozoa
2. Melindungi spermatozoa terhadap “cold shock”
3. Menyediakan suatu penyanggah untuk mencegah perubahan pH akibat pembentukan azam laktat dari hasil metabolism
4. Mempertahankan tekanan osmotik dan keseimbangan elektrolit yang sesuai
5. Mencegah pertumbuhan kuman.
Proservasi adalah pengawean pemeliharaan, penjagaan atau perlindungan, sedangkan prioproserasi adalah penyimpanan sel-sel hidup dalam jangka waktu pendek maupun panjang dengan menggunakan dry ice maupun nitrogen cair sebagai bahan pembeku konsep priopservasi bisa juga digunakan dalam preservasi sperma dengan mempertahankan viabilitas sel melalui reproduksi atau interupsi fungsi-fungsi metabolic bahan biologis (Wira, 2007).


1.14.2 Syarat Ekstender
Persyaratan untuk bahan pengenceran yang akan dipergunakan untuk menyimpan sperma adalah harus mampu menjamin kebutuhan hidup spermatozoa namun tidak menyebabkan spermatozoa aktif bergerak, bersifat isotonic serta mampu berfungsi sebagai penyangga untuk meniadakan keasaman dan kebebasan sperma (Harvey dan Hear, 1979 dalam Rushtidjo, 2000).
Menurut Iksan (1992) dalam Rustijdo (1999), mengemukakan bahwa sebaiknya pengenceran memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Bahan pengencer hendaknya murah, sederhana dan preaktis diberat namun mempunyai daya preservasi tinggi
2. Pengenceran harus mempunyai unsur-unsur yang hampir sama sifat fisik dan kimianya dengan semeni dan tidak boleh mengandung zat-zat yang bersifat racun, baik terhadap sperma maupun terhadap betina.
3. Pengenceran harus tetap mempertahankan dan tidak membatasi daya fertilisasi sperma, pengenceran tidak boleh terlalu kental sehingga menghalangi pertemuan antara sperma dan menghambat fertilisasi.
4. Pengencer harus memberi kemungkinan penilaian sperma sesudah pengenceran, dimana sperma masih dapat terlihat agar dapat ditentukan kualitasnya.
1.14.3 Macam-macam Ekstender
Toelihere (1985) dalam Rustidja (1999), menulis beberapa pengencer yang bisa digunakan adalah pengencer penyanggah kuning telur (fosfat kuning telur san sitrat kuning telur), pengencer air susu, pengencer yang mengandung gliserol dan pengencer air kelapa kuning telur serta penyencer terus.
Menurut Winarsih (1996) dalam Rustidja (2000), telah melakukan pembukuan sperma ikan mas dengan menggunakan beberapa macam larutan NaCl fisiologis dengan waktu penyimpanan sperma. Menurut Rustidjo (2000), larutan ringers merupakan bahan pengencer paling baik dibandingkan dengan larutan fruktosa dan larutan NaCl fisiologis dalam mempertahankan motilitas spermatozoa, fertilitas dan daya tetas telur ikan mas.

1.15 Perbedaan Sperma Ikan Sakit (Stress) dan Ikan Sehat
Spermatozoa abnormal merupakan spermatozoa berbentuk lain dari biasa, terdapat baik pada individu fertil maupun infertile. Hanya saja pada individu fertile kadarnya lebih sedikit. Bentuk abnormal terjadi karena berbagai gangguan hormonal, nutrisi, obat, akibat radiasi, atau oleh penyakit (Yatim, 1992 dalam Megaspace 007, 2010).
Menurut Zulfa (2006), dalam keadaan normal, spermatozoa memiliki fungsi regulasi antara lain fungsi kapasitas, reaksi okrosom dan fungsi spermatozoa membrane oosit. Namun pada kondisi patologis, misalnya pada keadaan infeksi, akibat radiasi sehingga menganggu keseimbangan sistem produksi dan antioksidasi dan menimbulkan stress aktidolif seminal spermatozoa dapat mengalami kerusakan oleh stress onsidatif karena membrane prasmonya mengandung banyak pefo’s dan sitoplasmanya mengandung sedikit enzim antioksidan.


2. METODOLOGI

2.1 Prosedur Kerja
2.1.1 Pewarnaan sperma

- distriping
- diambil sperma dengan spuit 1 ml

-

- ditekan pada obyek glass
- diberi pewarna easin 1 tetes
- ditutupi dengan cover glass
- diamati mortilitasnya dibawah mikroskop




2.1.2 Pergerakan dan Daya Hidup Sperma

- di striping
- diambil sperma dengan spuit 1 ml

-

- diteteskan pada obyek glass bergantung
- ditutupi cover glass
- diletakkan di bawah mirkoskop
- ditetesi air dari samping
- diamati viabilitasnya menggunakan stopwatch
- Diamati motilitas





2.1.3 Pengawetan Sperma

- distriping
- diambil sperma dengan spuit 1 ml


- dimasukkan dalam tabung reaksi
Kelompok
1 dan 5 : Ringe laktut
2 dan 8 : Air kelapa
3 dan 7 : fluktosa
4 dan 6 : tanpa perlakuan
- dicampur sperma + pengencer dengan perbandingan 1: 3
- dibungkus dengan alumunium foil
- disimpan dalam refrigerator salam 30 menit
- diamati viabilitasnya dan motilitas spermatozoa
- disimpan dalam refrigerator 24 jam
- diamati biabilitas dan motilitas spermatozoa

- diamati viabilitas dan motilitas spermatozoa

- disimpan dalam refrigerator selama 24 jam

- - diamati viabilitas dan motilitas spermatozoa



2.2 Fungsi Alat dan Bahan
2.2.1 Fungsi Alat
2.2.1.1 Pewarnaan Sperma
Alat yang digunakan dalam praktikum fisiologis Hewan air tentang pewarnaan sperma antara lain adalah:
- Spuit 1 ml : untuk mengambil sperma ikan
- Mikroskop : alat untuk mengamati mertilitas sperma
- Obyek glass : sebagai tempat sperma diamati
- Cover glass : sebagai penutup obyek glass
- Seser : alat untuk mengambil ikan agar lebih mudah
2.2.1.2 Pergerakan dan Daya Hidup Sperma
Alat yang digunakan dalam praktikum fisiologis Hewan air tentang pergerakan dan Daya Hidup Sperma antara lain adalah sebagai berikut:
- Spuit 1 ml : untuk mengambil sperma ikan
- Mikroskop : alat untuk mengambil motilitas
- Obyek glass bergantung: sebagai tempat sperma yang diamati
- Cover glass : untuk penutup obyek glass tergantung
- Stopwatch : untuk mengamati viabilitas sperma
- Pipet tetes : untuk meneteskan air pada obyek glass
- Nampan : sebagai tempat saat ikan distriping

2.2.1.3 Pengawetan Sperma
Alat yang digunakan dalam praktikum Fisiologi Hewan Air tentang Pengawetan Sperma antara lain adalah sebagai berikut:
- Spuit 1 ml : untuk mengambil sperma ikan
- Mikroskop : alat untuk mengamati viabilitas dan motilitas sperma
- Tabung reaksi : sebagai tempat ekstender dan sperma
- Refrigerator : sebagai tempat menyimpan sperma + ekstender pada suhu rendah
- Stopwatch : untuk menghitung viabilitas sperma
- Nampan : sebagai tempat sperma diamati
- Obyek glass bergantung: sebagai tempat sperma diamati
- Cover glass : sebagai penutup obyek glass
- Seser : alat untuk mempermudah dalam pengambilan ikan

2.2.2 Fungsi Bahan
2.2.2.1 Pewarnaan sperma
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum fisiologis Hewan Air tentang Pewarnaan sperma antara lain adalah sebagai berikut:
- Ikan mas (Cypunus Corpio): ikan yang diamati spermanya
- Pewarna eosin : untuk memperjelas sperma yang diamati
- Sperma ikan mas (Cypunus Corpio): bahan yang diamati mortalitasnya
- Lap basah : sebagai penutup mata ikan agar tetap tenang

2.2.2.2 Pergerakan dan Daya Hidup Sperma
Bahan- bahan yang digunakan dalam praktikum Fisiologi Hewan Air tentang Pergerakan dan Daya Fisiologi Hewan Air adalah sebagai berikut:
- Ikan mas (Cypunus Corpio): ikan yang diamati spermanya
- Air : sebagai pelarut sperma dan pengaktif sperma
- Lap basah : sebagai penutup mata ikan agar tetap tenang.

2.2.2.3 Pengawetan sperma
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum tentang Pengawetan Sperma:
- Sperma ikan mas (Cypunus Corpio): bahan yang diamati mortalitasnya
- Alumunium foil : bahan yang digunakan untuk menutup tabung reaksi
- Ekstender : pengencer dan pengawet sperma
- Kertas label : sebagai penanda pada tabung reaksi
- Lap basah : sebagai penutup mata ikan agar tetap tenang
- Tissue : untuk mengeringkan tabung reaksi


4. PEMBAHASAN

4.1 Analisa Prosedur
4.1.1 Pewarnaan Sperma
Pada praktikum Fisiologi Hewan Air tentang Pewarnaan Sperma, langkah pertama yang harus dilakukan adalah disiapkan alat dan bahan. Alat-alat yang digunakan antara lain adalah spuit 1 ml, mikrosloop, obyek glass, cover glass dan pipet tetes. Sedangkan bahan yang digunakan antara lain adalah sperma ikan mas (Cyprinus carpio), lap basah dan pewarna eosin, ikan mas jantan fungsi spuit 1 ml adalah untuk mengambil sperma ikan, mikroskop sebagai alat untuk mengamati mortalitas sperma, obyek glass sebagai tempat sperma diamati, cover glass sebagai penutup obyek glass dalam pembuatan preparat, pipet tetes sebagai alat untuk mengambil larutan eosin, nampan sebagai tempat saat ikan di striping, dan seser sebagai alat untuk membantu mempermudah dalam pengambilan ikan. Sedangkan bahan yang digunakan antara lain adalah ikan mas sebagai bahan yang akan di striping dan diambil sperma, sperma ikan mas jantan sebagai bahan yang diamati mortilitasnya, lap basah sebagai penutup mata ikan agar tetap terang saat di striping dan pewarna eosin sebagai bahan yang digunakan untuk memperjelas sperma yang diamati.
Setelah alat dan bahan dipersiapkan, pengambilan ikan dilakukan didalam kedalam dengan bantuan seser, lalu diletakkan di bank sebagai tempat sementara, langkah selanjutnya ikan mas jantan distriping yaitu dengan menjual pada bagian perut mulai bagian dekat sirip ventral ke belakang, sampai sperma keluar dan diambil spermanya dengan digunakan spuit 1 ml sebanyak 1ml yang pada bagian ujungnya di lepas. sperma yang didapatkan diteteskan pada obyek glass sebanyak 1 tetes lalu diberi pewarna eosin yang bertujuan agar memperjelas saat pengamatan pada sperma sebanyak 1 tetes. Selanjutnya ditutup dengan cover glass secara perlahan agar tidak timbul gelembung air yang dapat mengganggu pengamatan. diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 100x, yaitu mortalitas spermanya atau tingkat kematian sperma. Jika yang mati berwarna merah dan yang hidup tetap putih. Dan dicatat hasilnya pada dulu hasil pengamatan.

4.2.1 Pergerakan dan Daya Hidup Sperma
Pada praktikum Fisiologi Hewan Air tentang Pergerakan dan Daya Hidup Sperma, langkah pertama yang harus dilakukan adalah disiapkan alat dan bahan. Alat yang digunakan antara lain adalah spuit 1 ml, mikroskop, obyek glass bergantung, cover glass, stopwatch dan pipet tetes. Sedangkan bahan yang digunakan antara lain adalah ikan mas jantan (Cyprinus carpio), air, lap basah. Fungsi spuit 1 ml adalah untuk mengambil sperma ikan, mikroskop sebagai alat untuk mengamati motilitas dan viabilitas sperma, obyek glass bergantung sebagai tempat sperma diamati, cover obyek glass bergantung sebagai penutup obyek glass bergantung pada saat pembuatan preparat, stopwacth sebagai alat untuk menghitung viabilitas sperma. Pipet tetes untuk memberi air pada obyek glass dari samping, nampan sebagai tempat saat ikan distriping, dan seser sebagai alat untuk mempermudah dalam pengambilan ikan. Sedangkan bahan yang digunakan antara lain adalah ikan mas jantan sebagai bahan yang akan distriping dan diambil spermanya, sperma ikan mas sebagai bahan yang diamati viabilitas dan motilitasnya.
Setelah alat dan bahan disiapkan, langkah selanjutnya adalah ikan mas diambil dulu dalam kolam dengan bantuan seser, ikan mas yang diambil adalah yang jantan. Ikan mas jantan distriping yaitu dengan memijat pada bagian perut mulai bagian dekat sirip ventral ke belakang dekat lubang urogenital. Selanjutnya sperma diteteskan pada obyek glass bergantung yang memudahkan saat pengamatan pergerakan dan daya hidup sperma. ditutup dengan cover glass dan diletakkan dibawah mikroskop untuk diamati. Setelah itu pada obyek glass bergantung ditetesi air dari samping yang berfungsi untuk melarutkan sperma dan agar sperma tersebut aktif atau bergerak. Selanjutnya diamati viabilitasnya dengan digunakan stopwatch yaitu pada saat mulai aktif dan mati. Lalu diamati motilitasnya yaitu berupa pergerakannya. Pergerakan dapat berupa gerak zig- zag ataupun yang lainnya. Selanjutnya dicatat hasilnya pada data hasil pengamatan.

4.2.2 Pengawetan Sperma
Pada praktikum Fisiologi Hewan Air tentang Pengawetan Sperma langkah pertama yang harus dilakukan adalah disiapkan alat dan bahan. Alat-alat yang digunakan antara lain adalah spuit 1 ml, mikroskop, tabung reaksi, refrigerator, dan stopwatch. Sedangkan bahan yang digunakan antara lain ikan mas jantan (Cyprinus carpio), aluminium foil, ekstender, kertas label dan lap basah. Fungsi spuit 1 ml adalah untuk mengambil sperma ikan, mikroskop sebagai alat untuk mengamati viabilitas dan motilitas. Sperma, tabung reaksi sebagai tempat ekstender dan sperma, rerfirgerator sebagai tempat penyimpanan sperma dan ekstender pada suhu rendah, stopwatch untuk menghitung viabilitas sperma, nampan sebagai tempat saat ikan distriping, obyek glass bergantung sebagai tempat pengamatan viabilitas dan motilitas sperma, cover glass sebagai penutup obyek glass, seser sebagai alat untuk pengambilan ikan. Sedangkan bahan yang digunakan antara lain adalah ikan mas jantan sebagai bahan yang akan distriping atau diambil spermanya, sperma ikan mas bahan yang diberi ekslender atau pengawetan, ekslender sebagai pengecer atau pengawet sperma, kertas label sebagai penanda pada tabung reaksi, lap basah sebagai penutup mata ikan saat distriping agar tetap tenang, air sebagai pengaktif atau pelarut sperma dan tissue untuk mengeringkan tabung reaksi.
Setelah alat dan bahan disiapkan langkah selanjutnya adalah ikan donor, yaitu ikan mas diambil dulu dari dalam kolam dengan bantuan seser dan dipilih ikan jantan yang bagian perutnya membesar, menandakan sudah matang gonad. Langkah selanjutnya adalah ikan donor yaitu ikan mas jantan yang akan diambil spermanya distriping dengan memijat pada bagian sirip ventral menuju lubang urogenital, kemudian sperma yang telah keluar dimasukkan dalam spuit sebanyak 1 ml. Pengambilan sperma sebanyak 1 ml dengan tujuan untuk mempermudah saat perbandingan volume sperma dan ekstender. Selanjutnya ekslender dimasukkan ke dalam tabung reaksi yaitu (fruktosa sebanyak 3 ml). karena perbandingannya 1 : 3 dengan sperma yang hanya 1 ml. Ekstender yang digunakan adalah pada kelompok 1 dan 5 digunakan yang digunakan ringer laklat, kelompok 2 dan 8 air kelapa, kelompok 3 dan 7 adalah fruktosa, dan pada kelompok 4 dan 6 tanpa perlakuan. Perbedaan perlakuan ekstender yang berbeda pada setiap kelompok adalah agar dapat dibedakan ekstender yang paling efektif dalam pengawetan sperma berdasarkan pengamatan viabilitas dan motilitasnya. dicampur sperma dan ekstender, fungsi ekstender adalah sebagai pengecer dan pengawet sperma lalu selanjutnya tabung reaksi tersebut dibungkus dengan alumunium foil yang bertujuan agar air dalam tabung reaksi tidak tumpah dan menjaga suhunya tetap stabil. Setelah itu disimpan dalam refrigeralor selama 30 menit, disimpan selama waktu 30 menit lalu diamati dengan tujuan untuk melihat reaksi dari perlakuan dan waktu maksimal sperma beradaptasi dengan ekstender. Refrigerator adalah tempat penyimpanan sperma pada suhu rendah. Setelah selang waktu 30 menit sperma dan ekstender diamati viabilitas dan motilitasnya. Selanjutnya disimpan selama 24 jam lagi diamati lagi selama 24 jam dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh ekstender tersebut terhadap sperma, apakah bisa maksimal dalam pemberian nutrisi terhadap sperma. Setelah selang waktu 24 jam sperma dan ekstender diamati viabilitas dan motilitasnya. Kemudian dicatat hasilnya.

4.2 Analisa Hasil
4.2.1 Pewarnaan Sperma
Pada praktikum fisiologi hewan air materi pewarnaan sperma mendapatkan data hasil tertinggi pada kelompok 6 setelah diberi warna eosin tingkat kematianya sebelum disimpan didalam refrigerator sebesar 30 % sedangkan hasil mortalitas setelah penyimpanan 30 menit di dalam refrigerator nilai refrigerator didapatkan hasil mortalitasnya sebesar 800 c. Hal ini berbeda jauh dengan hasil kelompok 8 dan 2 diman hasil mortalitasnya100%. Hasil dari kelompok 8 dan 2 diperkuat dengan pernyataan Hidayahturahman (2007),bahwa kelimpahan spermatozoa hidup secara normal setelah keluar dari testis hanya berkisar antara 1 – 2 menit.
Sehingga lam waktu dan sperma dikeluarkan dari tubuh ikan hingga diletakan diatas preparat tidak cukup hanya 2 menit, oleh karenanya sperma 100% mati. Gambar di mikroskop di dapatkan hamper seluruh media pengamatan bewarna merah. Warna merah diakibatkan oleh pewarnaan eosin yang bersifat asam. Jika sperma yang masih hidup tersebut diberi eosin maka laerutan tidak bias masuk kedalam tubuh sperma, karena sma – sama bersifat asam. Namun pada sperma yang telah mati maka lapisan luar sperma akan rusak dan sperma bersifat basa sehingga sperma bewarna merah,
Dari hasil analisa diatas, dapat disimpulkan sesuai dengan pernyataan Hidayatullah (2010), apabila membrane plasma spermatozoa sudah mengalami kerusakan, maka metabolisme spermatozoa akan terganggu dan mulai kehilangan mortilitasnya sehingga mengakibatkan kematian spermatozoa.
4.2.2 Pergerakan dan Daya Hidup Sperma
Pada praktikum fisiologi hewan air materi pergerakan sperma mendapatkan data hasil tertinggi pada kelompok 6 dengan pelakuan aquadest di dapatkan viabilitas 5 menit dengan mortilitas 70%, sedangkan setelah dimasukan dalam refrigerator 30 menit diperoleh vibilitas selama 5 menit dengan motilitas 70%dan selanjutnya disimpan lagi didalam refrigerator 24 jam diperoleh viabilitasnya. Selama 1 menit dengan motilitas sebesar 30%. Hal ini dapat terjadi karena suhu di bagian tabung reaksi tidak terpengaruh oleh suhu, maka tingkat motilitasnya akan 0 % sperti hasil pada kelompo 2 dan 8 paling rendah, ini diperkuat dengan pernytaaan Toeliern (1981) dalam Rustidja (2000), kemampuan hidup (viabilitas) sperma tozoa sangat dipengaruhi oleh suhu, secara umum akan hidup lebih lama dalam suhu rendah.
Sedangkan nilai motilitas sperma pada kelompok 4 didapatkan hasil nilai motilitas sebesar 0 % yang menunjukkan tidak adanya pergerakan, dibandingkan dengan kelompok 6 yang tanpa diberi perlakuan, nilai motilitasnya yaitu 70 %, pada hal kedua kelompok ini sama-sama tidak menggunakan ekstender. Seharusnya, sperma yang tanpa diberi ekstender waktu motilitasnya singkat, ini diperkuat dengan pernyataan Zaenab (2007) dalam Rini dkk (2010), menyatakan bahwa proses penyimpanan sperma membutuhkan bahan pengencer dan kropotektan yang dapat mempertahankan motilitas spermatozoa.













4.3 Faktor Koreksi
Faktor koreksi dalam praktikum fisiologi Hewan Air tentang Teknik Pengawetan dan Pewarnaan Sperma antara lain adalah sebagai berikut :
- Sperma ikan mas (Cyprinus carpio) yang diamati kualitasnya kurang begitu bagus.
- Mikroskop untuk pengamatan banyak yang rusak sehingga saat pengamatan menjadi lama.
- Peletakkan sperma di refrigerator kurang begitu rapi sehingga setelah 24 jam banyak tabung reaksi yang posisinya miring, hal itu menyebabkan isi sperma dan ekstender tumpah.
- Kualitas sperma yang tidak begitu baik, menyebabkan sperma sulit diamati.

4.4 Manfaat di Bidang Perikanan
Manfaat di bidang perikanan dalam praktikum fisiologi hewan air tentang teknik pengawetan dan pewarnaan sperma antara lain adalah sebagai berikut:
- Diaplikasikan dalam penulisan bibit ikan, sehingga di dapatkan kualitas ikan yang unggul.
- Rekayasa genetika pada telur dan sperma untuk didapatkan spesies baru yang lebih unggul kualitasnya.
- Mempercepat proses reproduksi dengan adanya penggunaan hipofisa untuk memacu pematangan gonad.
- Pemberian ekstender untuk mengawetkan sperma.

5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari praktikum Fisiologi Hewan Air tentang materi pewarnaan dan pengawetan sperma di dapat kesimpulan sebagai berikut :
 Fungsi dari sperma adalah untuk membuahi sel telur sehingga terjadi fertilisasi.
 Fruktosa, Ringer laktat, air kelapa berfungsi memberikan nutrisi pada sperma.
 Motilitas adalah daya hidup sperma, mortalities adalah jumlah kematian sperma dan viabilitus adalah pergerakan sperma.
 Eosin berfungsi untuk memberikan warna pada sperma agar jelas saat diamati.
 Daya tahun sperma dilingkungan luar tanpa nofis sekitar 1-2 menit.
 Keadaan fisiologis ikan mempengaruhi kualitas dan sperma.
 Pada pengambilan kelompok 4 didapatkan hasil bahwa :
- Dalam pengamatan pewarnaan, diketahui morfolitasnya adalah 70% jadi semua sperma mati.
- Dalam pengawetan sperma setelah tanpadiberi ekstender diketahui :
a. Setelah 30 menit
Viabilitas : 3 menit, Mortalitas : 70%, dan Motilitas : 30%
b. Setelah 24 jam
Viabilitas : 3 menit, Mortalitas : 0%, dan Motilitas :3 0%.

5.2 Saran
Agar dalam praktikum selanjutnya menjadi lebih baik lagi dalam pengamatan sperma, yaitu dengan perbaikan mikroskop yang digunakan
DAFTAR PUSTAKA

Anastasya R. 2010 Peraturan dan Sistem Reproduksi. Diakses pada tanggal 2 Desember 2010 pukul 19.00 WIB.

Arie, Ustu. 2010. Sperma ikan mas. http://arie-usnl.blogspot.com/ Diakses pada tanggal 30 November 2010 pukul 17.00 WIB.

Azzura. 2009. Transportasi Ikan . Diakses pada tanggal 30 November 2010 pukul 18.00 WIB.

Bioma. 2008. Mengawetkan Sperma secara Murah Meriah. http://mybioma.wordpress.com. Diakses pada 1 Desember 2010 pukul 18.00 WIB.

Dermawan, 2009. Kualitas Sperma Baik. http://dermawan.2009wordpress.com. Diakses pada tanggal 1 Desember 2010 pukul 17.00 WIB.

Erans.D.H 1993. The Physiology of Fishes . CRC. Press London.

Hidayaturrahmah 2007 . Waktu Motilitas dan Viabilitas Spermatozoa dan Peningkatan Volume Semen dan Kualitas Spermatozoa Ikan belutu Melalui Kombinasi Penyuntikan HCG dan Ekstrak Hipofisa Ikan Mas http://jurnalpdn.irpi.co.id diakses pada 28 November 2010 pukul 17.00 WIB.

Rini et.al 2010. Motilitas dan Viabilitas Sperma pada Ikan Mas. http://iph.irc.ac-id./spui.bitstream. diakses pada tanggal 30 November 2010. Pukul 18.00 WIB.

Rustidja, 1999. Pemisahan Spermatozoa x dan y Ikan Mas (Cyprinus Carpio). Universitas Brawijaya. Malang

____2000. Prospet Pembekuan Sperma Ikan . Universitas Brawijaya Malang.

____2001. Feromon Ikan . Universitas Brawijaya Malang

Svenclsen and Anthony MC. 1984 An Introduction to Animal. Phsycology. MTP Press. Limited USA.

Ville AL.C. 1984. Zoology Umum . Erlangga : Jakarta

Wira, Mas. 2007. Pengamatan Histologi Reproduksi, Preservasi dan Uji Motilitasi. http://mas-wira.blogspot.com//. Diakses 30 November 2010 pukul 16.00 WIB.

Yuwona, Edy dan Purnama S. 2001. Fisiologi Hewan Air. Sugeng Seto : Jakarta.

Zulfa 2006. Perbedaan Sperma Ikan. http://zulfa.blogspot.com//. Diakses pada tanggal 29 November 2010. Pukul 17.00 WIB.

Endokrinologi

I. PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Endokrinologi
Sistem endokrin disebut juga etabo kelenjar buntu, yaitu kelenjar yang tidak mempunyai saluran khusus untuk mengeluarkan sekretnya. Sekret dari kelenjar endokrin dinamakan etabol (Isnaeni, 2006).
Kelenjar endokrin menghasilkan zat kimia, etabol yang membawa darah untuk bertindak pada jaringan pada beberapa hal dari kelenjar system endokrin berjalan dengan pelan pada aksinya terhadap etabo syaraf (Svendsen and Anthony, 1984)
Menurut Prosser and Brown (1965), etabol endokrin mengkoordinasikan secara kimia produksi dari beberapa atau banyak di wilayah daerah suatu etaboli

1.2 Kelenjar Penghasil Hormon
Kelenjar endokrin mengeluarkan etabol ke dalam aliran darah bukan ke dalam saluran yang menuju ke luar tubuh atau ke dalam salah satu organ internal seperti halnya kelenjar endokrin. Karena hal tersebut, kelenjar itu sering disebut kelenjar sekresi internal, kelenjar tiroid, para tiroid, pituitani, dan merupakan kelenjar tak bersaluran yang sebenarnya. Pankreas mensekresi enzim pencernaan melalui saluran dan etabol yang dibawa oleh darah (Villee,et.al,1984).
Menurut Kordi (2005), kelenjar hypophysa anterior menghasilkan etabol ESH (Fullrcle Stimulating Hormone). LH (Luternizing Hormone) atau ICSH (Intestital Cells Stimulating hormone, Prolactine atau LTII (Luteotropic Hormone)
1.3 Macam-macam Etabol dan Fungsinya
Menurut Evans (1993), etabol tyroid berfungsi untuk mengontrol etabolism, pertumbuhan dan osmoregulation pada ikan yang melebihi funsinya pada vertebrata. Di sebagian besar vertebrata, etaboli berisi jaringan endokrin antara tripsin memproduksi sel. Kelenjar endokrin utama memproduksi insulin dengan beberapa vertebrata, glulagon, polypeptide etaboli, soma tostatin dan pank koastatin. Hormon gastroin testinal pada vertebrata sangat penting, karena mengontrol banyak proses penting terutama berhubungan dengan pencernaan makanan dan etabo etabolism.
Menurut Kordi (2005), etabol reproduksi sebagai berikut :
Kelenjar hormon Hormon Fungsi
Hypophysa anterior FSH, CIIT atau ICHS atau Cit Sperma togenesis, pertumbuhan folikel endrogen, ovulasi, pelepasan prugesteron
Hypophysa posterior Oxytocin Konstruksi uterus
Tyroid etaboli Thyroxine tyrocal citanin insulin Mengatur etabolism karbohidrat, lemak dan protein
Pankreas Insulin Mengatur metabolisme karbohidrat, lemak dan protein


1.4 Hormon dan Fungsinya
Hormon berperan penting untuk mengatur berbagai aktivitas dalam tubuh ke hewan, antara lain aktivitas pertumbuhan, reproduksi, osmoregulasi, pencernaan, dan intergrasi serta koordinasi tubuh (Isnaeni, 2006).
Hormon reproduksi adalah suatu zat kimia organik yang dihasilkan oleh sel atau sekelompok sel tertentu (kelenjar endokrin) yang normal dan sehat pada suatu organ tertentu. (Kordi, 2005).
Menurut Kimball (1983), pertumbuhan perkembangan seksual dan metabolisme adalah tiga proses tubuh dalam pengendalian sistem hormon yang eraksi secara bertahap sepanjang waktu sistem endokrin juga memegang peran penting dalam pemeliharaan lingkungan dalam yang tetap konsentrasi ion, gula, air dan berbagai garam dalam hormonal.

1.5 Reproduksi Buatan
Menurut Evans (1993), Proses produksi berhubungan dengan reproduksi yang mengubah hipotalamus pada guna detropin (binRH) atau modifikasi pada kelenjar pituiluly.
Menurut Yatim (1983) dalam Rustidja (1998), menyatakan bahwa perubahan jenis kelamin secara alami adalah perubahan kelamin yang disebabkan oleh faktor lingkungan dengan bawaan genetiknya, tidak berubah hanya karakter gelombang saja yang berubah, sedangkan perubahan jenis kelamin buatan merupakan suatu upaya untuk mengubah jenis kelamin dengan menggunakan hormon steroid sebagai perangsang, sehingga dapat diperoleh individu berjenis kelamin yang diinginkan.

1.6 Proses Maturasi pada Pemijahan Ikan Secara Alami dan Buatan
Muturasi Gonad dan tingkah laku memijah di pengaruhi oleh stimulus lingkungan di antaranya suhu, photoperiod, panjang penyinaran serta banyaknya curah hujan, dikenal mempunyai resepter diotak (Harvey dan Hoar, 1979 dalam Rustidja, 2000).



Menurut Richter dan Rustidja (1985), bagian maturasi, gamet sebagai berikut :














Rangkaian pokok pada kejadian-kejadian phisiologi berantai yang berasal dari penampungan rangsangan lingkungan untusk melepaskan gamet yang matang.

1.7 Keunggulan Hipofisasi
Hipotalamus melepaskan gonad releasing hormone (GARH) yang merangsang kelenjar hipofisis untuk melepaskan gonadotrapic hormone (GTA) yang mengontrol perkembangan dan pemusatan gonad serta pemijahan (Yaron, 1995 dalam Yuwono dan Purnama, 2001).
Hypophyse adalah bagian yang penting dalam sistem endokrin. Dulu diperkirakan bahwa hypophyse mengatur semua fungsi endokrin karenanya disebut masker Glaned (Mattheij,dkk,1999).

1.8 Teknik Penyuntikan
Penyuntikan hormon kedalam tubuh dan dilakukan pada bagian otot daging (intra maskular), baik melalui selaput dinding perut (intropen toneal), melalui rongga dada (chest cavities) ataupun melalui pangkal sirip pectoral. Penyuntikan dilakukan dengan hormon gonadotropin atau HCG dan puberogen dengan dosis masing-masing 250 – 500 IU (international unit) dan 30 IU – 35 IU paling bobot induk penyuntikan dapat dilakukan 1 – 3 kali bila penyuntikan dilakukan sebanyak 2 kali maka selang waktu antara penyuntikan pertama dan kedua adalah 24 jam (Kordi, 2005).
Menurut Hariati (1990), cara melakukan penyuntikan sebagai berikut :
1. Intra muscular pada otot, punggung atau pangkal ekor (caudal peduncle) jarum suntik disisipkan antara sisik dan ditusuk sampai masuk dalam otot.
2. Intraperisteneal, dalam rongga perut, penyuntikan dilakukan pada bagian antara kedua sisip perut sebelah depan jarum suntik ditusukkan antara sisik menembus dinding perut.
3. Intracranial, dalam rongga otak penyuntikan dilakukan melalui tulang ocupital bagian yang tipis, tetapi jangan sampai kena otak.

1.9 Teknik Hipofisa
Metode hipofisasi adalah usaha untuk memproduksi benih dari induk yang tidak mau memijah secara alami tetap memiliki nilai jual tinggi dengan kelenjar hipofisasi dari ikan donor yang menghasilkan hormon yang merangsang pemijahan seperti gonadotropin (Susanto, 1996) pemijahan sistem hipofisasi menurut Muhammad et, al (2003) ialah merangsang penjualan induk ikan dengan menyuntikkan kelenjar hipofiso (Wibowo, 2009).
Menurut Hariati (1990), typohysasi adalah merangsang ikan untuk memijah atau terjadinya avulasi dengan suntikan ekstrak kelenjar hypophysa. Tujuan dari hypophysasi adalah :
a. Merangsang pemijahan ikan-ikan yang masuk masak kelamin tetap tidak dapat memijah secara alami, karena kesadaran lingkungan yang tidak sesuai.
b. Mengintesifkan pembenihan dan mengurangi hortulitas, karena dengan hypophysasi kita dapat menangani untuk mendapat telur yang dibuahi baik secara pertumbuhan buatan atau alami yang kemudian diteteskan dengan sistem terkontrol
c. Dapat dilakukannya libido yaitu, dengan cara pembuahan buatan

1.10 Syaraf Ikan Donor dan Resepien
Menurut Hadymulia (1980) dalam Wibowo (2009), saraf ikan donor yang digunakan yaitu masak kelamin dan tidak boleh mati (tidak lebih dari 2 jam) beratnya 22 ikan resepien ikan resepien adalah jenis yang sama mempunyai bert 0.5 x ikan donor. Perkembangan ikan donor dan resepien yang digunakan adalah 3:1 yaitu 3 jantan dan 1 betina.
Menurut Yuliana (2009), kelenjar hipofiso dapat diambil dari donor lele dumbo atau menggunakan kelenjar hiperfiso dan ikan mas yang telah matang halaman dan telah berumur minimal 12 bulan.




1.11 GI
Selain indeks kematangan Yonad termaksud diatas ternyata bulls (1972) mengemukakan indek lain yang dinamakan Gonad indeks (GI) yaitu perbandingan antara berat gonad dengan panjang ikan yang rumusnya:
A1 = (Uma, 2009).
Menurut Bals (1972) dalam Effendi (2002), menggunakan perbandingan antara berat Gonad segar (gram) dengan panjang ikan (mm) dan menamakan indeks yang dapat “Gonado indeks” (G1) dengan perumusan
Gonado index (G1) =
Harga 108 merupakan suatu faktor agar didapatkan nilai GI mendekati harga satuan sehingga mudah melihat dan mendeteksi perubahan-perubahan yang terjadi. Tan dan tan (1974) dalam meneliti perkembangan Gonad ikan kerapu (hermoprodit) epinephelus havrina (forskal dari pulau hormon dan serawan di perairan laut Cina Selatan, menggunakan ‘Genoda Index” dengan rumus
Gonado index (GI)

1.12 GSI
Gonado somatic index yaitu suatu nilai dalam persen sebagai hasil perbandingan berat gonad dengan berat tubuh ikan termasuk gonad kemudian dikalikan 100 persen namun demikian nilai GSL saja tidak cukup memberikan informasi karakteristik aktivitas reproduksi9s (Rustidja, 2001).
Gonado somatic index (GSL) akan semakin meningkat nilainya dan akan mencapai batas maksimum pada saat akan terjadi pemijahan pada ikan betina nilai GSL lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan (Effendie, 2002).

1.13 Tingkat kematangan gonad
Menurut Effendi (2002), tingkat kematangan Gonad menurut Kesteven (Bagenal dan Broan dalam Uma, 1968) :
1. Dora organ seksual sangat kecil berdekatan di bawah tulang punggung. Testes dan ovarium transparan, dari tidak berwarna sampai berwarna abu-abu telur tidak terlihat dengan mata biasa.
2. Dara berkembang testes dan ovarium jernih, abu-abu merah panjangnya setengah atau lebih sedikit dan panjang rongga bawah telur satu per satu dapat terlihat dengan kaca pembesar
3. Perkembangan 1 testes dan ovarium bentuknya bulat telur, berwarna kemerah-merahan dengan pembuluh kapiler, gonad mengisi kira-kira setengah ruang ke bagian bawah telur dapat terlihat seperti serbuk manusia.
4. Perkembangan II testes berwarna putih kemerah-merahan tidak ada sperma kalau bagian perut ditekan ovarium berwarna orange kemerah-merahan telur jelas dapat dibedakan bentuknya bulat telur ovarium mengisi kira-kira dua pertiga ruang bawah.
5. Bunting organ seksual mengisi ruang bawah testes berwarna putih keluar tetesan sperma kalau ditekan perutnya. Telur bentuknya bulat, beberapa dan pindahnya jernih dan masak
6. Mijah telur dan sperma keluar dengan sedikit tekanan ke perut kebanyakan telur berwarna jernih dengan beberapa yang berbentuk bulat telur tingkat di dalam ovarium.
7. Mijah/ salin gonad belum kurang sama sekali tidak ada telur yang bulat telur
8. Salin testes dan ovarium kosong dan berwarna merah beberapa telur selang ada dalam keadaan dihisap kembali.
9. Putih salin testes dan ovarium bewarna jernih, abu-abu sampai merah.
Tingkat kematangan gonad menurut Kesteven (Begenal dan Braam, 1968 dalam Uma, 2009) adalah :
1. Dara
Organ seksual sangat kecil berdekatan dibawah tulang punggung testes dan ovarium transparan, tidak berwarna sampai abu-abu telur tidak terlihat dengan mata biasa.
2. Dara berkembang
Testes dan ovarium jernih, abu-abu merah panjangnya setengah atau lebih sedikit dari panjang rongga bawah.
3. Perkembangan I
Testes dan ovarium bentuknya bulat telur, kemerah-merahan dengan pembuluh darah kapiler.
4. Perkembangan II
Testes putih kemerah-kemerahan tak ada pati jantan atau sperma kalau bagian perut ditekan ovarium berwarna orange kemerah-merahan.
5. Bunting
Organ seksual mengisi ruang bawah testes warnanya putih, telur bentuknya bulat.
6. Mijah
Telur dan sperma keluar dengan sedikit tekanan, kebanyakan telurnya berwarna jernih.
7. Mijah/salin
Belum kosong sama sekali tak ada telur yang bentuknya bulat telur.
8. Salin/spent
Testes dan ovarium kosong dan berwarna merah.
9. Pulin salin
Testes dan ovarium jernih abu-abu merah

2.METODOLOGI

2.1 Prosedur Kerja
























2.2 Fungsi Alat dan Bahan
2.2.1 Fungsi dan Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum fisiologi hewan air tentang enclokrinologi antara lain adalah sebagai berikut::
* Timbangan digital oz : Untuk mengetahui berat ikan yang diamati
* Pisau : Untuk memotong kepala ikan mas (ypiinus capic)
* Section set ; Untuk membedah ikan mas (ypiinus capic)
* Nampan ; Sebagai atas saat menimbang ikan dan saat ikan dibedah
* Ember : Sebagai tempat ikan sementara
* Mortar : Sebagai tempat untuk menghancurkan hipofisa
* Tabung reaksi : Sebagai tempat hipofiso yang telah dihancurkan di tambah 1 ml nafis
* Sentrifuge : Untuk tempat proses sentrifugasi
* Spuit : Sebagai tempat supernatan
* Meteran : Mengukur TL ikan
* Akuarium : Sebagai wadah ikan yang diamati
* Termometer : Mengukur suhu air dalam aquarium
* Heater : Untuk menatakan suhu air dalam aquarium
* Aerater : Sebagai penyuplai 02
* Lampu : Sebagai sumber penerangan
* Kamera digital : Alat untuk mengambil foto
* Kalkulator : Alat untuk menghitung nilai GSI dan GI


2.2.2 Fungsi Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum fisiologi, hewan air tentang endrorinologi antara lain:
1. Ikan mas (ypiinus capic) sebagai bahan yang diamati endokrinologinya
2. Air tawar sebagai media tempat obyek di amati
3. Lap basah sebagai penutup muka ikan saat ditimbang
4. Larutan Nu Fis larutan yang ditambahkan pada hipofiso dan bersifat isotonis
5. Aluminium foil bahan untuk menutup tabung reaksi dan dijaga suhunya agar tetap stabil
6. Kertas saring bahan sebagai alas hipofiso dan menyerap bendungan air
7. kertas label sebagai penanda spuit yang berisi laruta supernatant
8. ikan mas (ypiinus capic) betina sebagai ikan resepien
9. ikan mas (ypiinus capic) jantan sebagai ikan pendonor hipofiso

4. PEMBAHASAN

4.1 Analisa Prosedur
Pada praktikum fisiologi Hewan air tentang endokrindogi, langkah pertama yang harus dilakukan adalah siapkan alat dan bahan. Alat-alat yang digunakan antara lain adalah timbangan digital oz dengan ketelitian 28,35 gram, pisau, sedio set, nampan ember, mortar, tabung rekasi, sentrifuge, spuit, meteran, akuarium, termometer, heater, cierator, lampu, kamera digital dan kalkulator . sedangkan bahan yang digunakan antara lain adalah air tawar, indukan ikan mas jantan (Cyprinus corpio) indukan ikan mas betina (Cypinus carpio), nampan sebagai alas untuk menimbang dan sebagai tempat membedah ikan, ember sebagai tempat ikan sementara, mortar sebagai tempat menghaluskan hipofisa, tabung reaksi sebagai tempat alat untuk proses sentrifugasi yang bertujuan untuk mendapatkan supernatant, spuit 1 ml yang berfungsi sebagai tempat supernatant yang telah disentrifugasi, meteran sebagai alat untuk mengukur TL ikan, akuarium sebagai wadah ikan yang diamati, termometer sebagai alat untuk mengukur suhu air dalam akuarium, heaters sebagai alat yang berfungsi untuk menaikkan suhu dalam aquarium, aerator sebagai penyuplai O2, lampu sebagai sumber penerangan, kamera digital alat untuk mengambil foto dan kalkulator alat untuk menghitung nilai GI dan GSI, seset sebagai alat untuk mengambil ikan. Sedangkan bahan yang digunakan antara lain ikan mas (Cypinus carpio) jantan sebagai ikan pendonor hipofisa, ikan mas (Cypinus carpio) betina sebagai ikan resipien atau penerima hipofisa, air tawar sebagai media tempat obyek yang diamati, lap basah sebagai penutup mata ikan saat ditimbang dan pada saat ikan disuntik dengan hipofisa, larutan Na – fis berfungsi sebagai bahan pelarut hipofisa dan bersifat sotonis, alumunium foil sebagai bahan yang digunakan untuk menutup tabung reaksi agar suhunya tetap stabil, kertas saring sebagai bahan alas hipofisa dan menyerap kandungan air, dan kertas label sebagai penanda pada spuit yang berisi larutan supernatant.
Ikan diambil dari kolam dengan digunakan seser, sehingga mempermudah dalam pengambilan lalu diletakkan diember sebagai tempat ikan sementara. Setelah alat dan bahan disiapkan langkah selanjutnya adalah ikan mas jantan (Cyrinus carpio) yang digunakan sebagai ikan donor disiapkan. Penggunaan ikan mas (Cypirus carpio) disini dikarenakan ikan mas (Cypirus carpio) mudah diambil spermanya dan hipofisanya dapat memicu pematangan gonad dari indukan betina. Selanjutnya, ikan ditimbang dengan digunakan timbangan digital Oz ketelitian 10-2 g, digunakan nampan sebagai alas dan lap basah sebagai penutup mata ikan agar tetap tenang pada saat ditimpang. Kemudian diamati ciri-ciri seks sekunder yaitu berupa ciri-ciri luar tubuh ikan yang menunjukkan sifat jantan atau betinanya. Biasanya yang diamati adalah pada warna tubuh, operculum, lubang genital dan pada bentuk tubuhnya. Selanjutnya dipotong kepala ikan dengan digunakan pisau pada bagian belakang operculum sampai kepala dan badannya benar-benar terputus langkah selanjutnya diambil hipofisanya, yaitu pada bawah otak dimana dilapisiselaput teratorsila setelah hipofisa didapatkan, kemudian diletakkan pada kertas saring yang berfungsi untuk menyerap air. Langkah selanjutnya adalah dihancurkan hipofisa dengan mortar sampai hipofisa benar-benar hancur lalu ditambah dengan Na-Fis yang merupakan larutan Na-Fis diletakkan pada tabung reaksi dan ditutup dengan alumunium foil yang bertujuan agar larutan tidak tumpah dan menjaga suhunya tetap stabil. Kemudian tabung reaksi yang telah dibungkus alumunium foil dimasukkan dalam sentrifugase yang berfungsi untuk memisahkan antara ekstrak hipofisa dengan ampasnya. Sentrifugasi dilakukan dalam kecepatan 2800 rpm selama 8 menit yang merupakan waktu maksimal untuk pemisahan ekstrak dengan ampas sebenarnya waktu yang lebih baik lagi adalah dengan kecepatan optimal jika lebih dari 3200 rpm dan selama 10 menit, namun dikarenakan alat rusak jadi hanya digunakan wkatu 8 menit.
Setelah terbentuk supernaton, selanjutnya supernaton diambil dalam spuit seluruhnya. Kemudian disiapkan ikan mas (Cyprinus carpio) betina yang berfungsi sebagai ikan resipien atau yang menerima hipofisa. Langkah selanjutnya adalah diamati ciri seks sekunder pada ikan resipien yang berfungsi untuk mengetahui jantan atau betinanya. Setelah itu ditimbang berat ikan dengan digunakan timbangan digital oz sebagai berat awal (Wo) lalu di ukur panjang tubuh (Total length) yaitu teranterior kepala sampai dengan teranterior sirip caudal. Kemudian disuntikkan supernaton pada daerah intramuscular atau pada bagian dorsal dimana antara kiri dan kanan harus sama volumenya. Disuntik pada bagian dorsal dikarenakan kemungkinan mati hanya sedikit. Lalu dihitung nilai latency time atau waktu saat matangnya gonad yaitu dengan rumus

Ket: T = suhu air pada saat pengamatan
Suhu air yang digunakan pada saat pengamatan adalah 28°C, setelah mencapai waktu LT, ikan resipien ditimbang beratnya dan dicatat sebagai (Wt). lalu ikan disectio dan diambil bagian seks primernya yaitu gonadnya. Setelah itu ditimbang berat gonad dan dicatat sebagai nilai Wg. Kemudian dihitung nilai GI (Gonado Index) dan nilai GSI (Gonado somatic index)

Ket : GSI : Gonado somatic Index
GI : Gonado Index
Wg : Berat gonad (g)
Wt : Berat akhir tubuh (g)
L : panjang tubuh total (mm)

4.2 Analisa Hasil
Pada praktikum Fisiologi Hewan Air, tentang Endokrinologi didapatkan hasil sebagai berikut : dipilih ikan mas (Cyprinus carpio), karena hipofisa yang dimiliki ikan ini dapat dipakai untuk ikan manapun. Kemudian ikan resipien saat diamati seks sekunder pada kelompok 1 yaitu, perut ikan membesar, keadaan air jernih, lubang genital kemerah-merahan. Setelah pengamatan selama 11 jam yang telah disuntik hipofisa. Suhu naik, gerakan lebih banyak di dasar, perut membesar. Berat tubuh awal (Wg) 987 gram dan berat tubuh ikan (Wt) adalah sebesar 944,05 gram. Perubahan berat ikan sangat di pengaruhi oleh tingkat kematangan gonad, seperti yang dinyatakan oleh Nasution (2004) seperti halnya rainbow, untuk membedakan ikan jantan dan ikan betina dapat dilihat dari warna tubuh, dimana ikan jantan memiliki warna yang lebih cerah dan menarik dibandingkan ikan betina yang lebih pucat. Tanda seksual ini disebut dichromatisme. Selain itu, seharusnya pada berat tubuh ikan resipien menjadi bertambah seiring dengan di suntikkannya hipofisa ke tubuh ikan, ini sesuai dengan pernyatan Effendie (2002), bahwa perkembangan gonad yang semakin matang merupakan bagian dari reproduksi ikan secara matang sebelum terjai pemijahan. Dalam individu telur terdapat proses yang dinamakan vitellogenesis yaitu terjadinya pengendapan kuning telur pada tiap-tiap perubahan dalam gonad. Umumnya pertambahan berat gonad pada ikan betina sebesar 10-25% dari berat tubuh.

4.3 Faktor Koreksi
Faktor koreksi dalam praktikum Fisiologi Hewan Air tentang Endokrimologi antara lain adalah:
- Kondisi ikan mas (Cyprinus carpio) masih ada yang belum matang gonad pada beberapa kelompok sehingga tidak semua kelompok dapat mengamati telur
- Kerusakan alat sentrifugasi, sehingga sentrifugasi tidak bisa dilakukan dengan kecepatan 3200 rpm, sehingga hanya sampai 2800 rpm saja
- suhu air dalam akuarium tidak stabil 28°C, sehingga tidak sesuai dengan Latency time awal.
- Saat pengambilan gonad ikan banyak lemak yang menyelubungi bagian gonad sehingga gonad ikan susah diamati
- kurang teliti dalam pengambilan gonad pada ikan
- kurang teliti dalam mengamati tingkah laku ikan

4.4 Manfaat di bidang Perikanan
Manfaat di bidang perikanan dalam praktikum Fisiologi Hewan Air tentang Endokrinologi antara lain adalah:
- Dapat mengetahui proses teknik kematangan gonad pada ikan mas (Cyprinus carpio)
- Dapat mengetahui cara perhitungan GI dan GSI yang terkait dengan kematangan gonad
- Dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kematangan gonad
- Dapat mengetahui letak hipofisa, letak gonad dan cara pengambilan hipofisa dan gonad sehingga kita juga dapat mengetahui pengaruh hipofisa terhadap tingkat kematangan gonad.




















5.KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari praktikum mengenai endokrinologi terdapat beberapa kesimpulan yang dapat kita ambil antara lain:
 Sistem endokrin disebut juga sistem kelenjar buntu yaitu kelenjar yang tidak mempunyai saluran khusus untuk mengeluarkan sekretnya.
 Hormon adalah zat kimia organik yang dibentuk dalam sel atau kelenjar yang sehat dan normal, diekskresi langsung ke dalam darah dan dibawa ke sel/organ target.
 GSI (Gonadosomatic Index) adalah perbandingan antara berat gonad dengan berat tubuh ikan, rumus: GSI = x 100%
 GI (Gonado Index) adalah perbandingan antara berat gonad dengan panjang tubuh ikan, rumus: x 10%.
 Kelenjar hipofisa mengandung hormon LH sebagai pengatur ovulasi dan FSH untuk meningkatkan perkembangan dan kematangan gonad.
 Letak tempat penyuntikan hipofisa antara lain infracranial (pada otak) inframuscular (pada otot) dan intra perifoneal (pada perut)
 Nilai GSI pada kelompok 5 adalah 8,947 gram dan nilai GI adalah 21,6%.

5.2 Saran
Pada praktikum mengenai endokrin, diharapkan untuk para praktikan agar lebih memperhatikan dan memahami materi dan lebih serius lagi dalam praktikum. Dan diharapkan agar lebih terampil lagi dalam penyuntikan hipofisa pada ikan.


DAFTAR PUSTAKA

Effendie, M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara: Yogyakarta.

Evans, D.H. 1993. The Physiology of Fishes. CRC Press: London

Hariati, Anik M. 1990. Diklat Pengantar Praktikum Biologi Perikanan. Universitas Brawijaya: Malang

Isnaeni, W.2006. Fisiologi Hewan. Kanisius: Yogyakarta

Kordi, M.G.H. 2005. Budidaya Ikan Laut. Rineka Cipta: Jakarta.

Kimball. 1983. Biologi jilid I. Erlangga: Jakarta

Mattheij, dkk. 1999. Reproduksi dan Dasar-dasar Endokrinologi pada hewan-hewan ternak. Universitas Brawijaya: Malang

Processor C. Ladd and Frank A Brown 1965. Comparative Animal Physiology.WB Sounders Company : America

Rustidja dan C.J.J Richter 1985 Pengantar Ilmu Reproduksi Ikan UNIBRAW Malang

Rustidja 1998 Sex Reversal Ikan Nila Universitas Brawijaya Malang

___2000. Prospek Pembekuan Sperma Ikan. Universitas Brawijaya Malang

¬¬¬___2001. Feromon Ikan. Universitas Brawijaya Malang

Svendsen per and Anthony M.C. 1984. An Introduction to Animal Physiology. MIP Press Limited. USA

Uma, Odela. 2009. Tingkat Kematangan Ikan. http://carrasius wordpress.com/2009/10/09/hello_world// diakses pada tanggal 30 November 2010 pukul 16.00 WIB

Ville. A. 1984. Zoologi umum. Erlangga Jakarta

Wibowo Luqman. 2009. Efek Hormonal pada Ovulasi dan pemijahan ikan. diakses pada tanggal 29 Novembember 2010. pukul 15.00 WIB

Yuwono. Eka dan Purnomo S. 2001. Fisiologi Hewan Air. Sanggung Sale. Jakarta

Yuliana. 2009. Proses Hipofisasi. Diakses pada 29 November 2010 pukul 18.10 WIB.

Syaraf Ikan

1. PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Saraf
Sistem saraf pada kebanyakan hewan menjadi dua bagian utama. Sistem saraf pusat dari berbagai bentuk seperti misalnya planaria, cacing tanah, dan belalang terdiri atas kelompok-kelompok badan sel, yakni ganglia. Pada umumnya ganglia terdapat di bagian-bagian tubuh yang menerima banyak sekali informasi sensori (umpamanya kepala) atau yang memerlukan pengendalian otot yang tepat (umpamanya) di dekat bagian-bagian mulut. Ganglia ini dihubungkan sesamanya oleh satu atau lebih tali saraf yang terutama terdiri atas serabut-serabut (akson) inter neuron (Kimball, 1983).
Di satu sisi, perkembangan ini dapat meringankan tugas sel. Namun, disisi lain evolusi menimbulkan masalah baru yakni hewan harus mengendalikan dan mengoordinasikan berbagai macam aktivitas yang dilakukan oleh jenis sel yang berbeda. Tanpa adanya kemampuan mengendalikan dan mengoordinasikan berbagai macam aktivitas yang dilakukan oleh jenis sel yang berbeda. Tanpa adanya kemampuan mengendalikan dan mengoordinasikan berbagai macam aktivitas, hewan akan sulit bertahan hidu. Sistem organ yang diperlukan untuk menyelenggarakan fungsi kendali dan koordinasi ialah saraf dan sistem hormonal (Isnaeni, 2006).
Sistem saraf adalah sebuah sistem organ yang mengandung jaringan sel-sel khusus yang disebut neuron yang mengoordinasikan tindakan binatang dan mengirimkan sinyal antar berbagai bagian tubuhnya (Force, 2010).





1.2 Morfologi dan Gambar Ikan
Secara umum, bentuk tubuh ikan nila panjang dan ramping, dengan sisik ukuran besar. Matanya besar, menonjol, dan bagian topinya berwarna putih. Gurat sisi (linea lateralis) terputus di bagian tengah badan kemudian berlanjut, tetapi letaknya lebih ke bawah daripada letak garis yang memanjang di atas sirip dada. Jumlah sisik pada gurat sisi jumlahnya 34 buah sirip punggung, sirip perut, dan sirip dubur mempunyai jari-jari lemah seperti keras dan tajam seperti duri. Sirip punggungnya berwarna hitam dan sirip dadanya juga tampak hitam. Bagian pinggir sirip punggungnya berwarna abu-abu atau hitam (Khairuman dan Khairul, 2008).
(Nugrahanto,2010)
Menurut saputra (2007), morfologi ikan sangat berhubungan dengan habitat ikan tersebut di perairan. Sebelum kita mengenal bentuk-bentuk tubuh ikan yang bisa menunjukkan dimana habitat ikan tersebut, ada baiknya kita mengenal bagian-bagian tubuh ikan secara keseluruhan beserta ukuran-ukuran yang digunakan dalam identifikasi.
- Ukuran tubuh ikan : semula ukuran yang digunakan merupakan pengukuran yang diambil dari satu titik ke titik lain tanpa melalui lengkungan badan.
- Sirip ikan : sirip-sirip ikan pada umumnya ada yang berpasangan dan ada yang tidak. Sirip punggung, sirip ekor, dan sirip dubur disebut sirip tunggal atau tidak berpasangan.
- Sisik ikan : sisik ikan mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka macam, yaitu sisik gonod yang merupakan sisik sikloid dan stenoid merupakan sisik kecil, tipis, atau ringan, tinggi sisik placoid merupakan sisik yang lembut.
- Mulut ikan : ikan-ikan yang berada di bagian dasar mempunyai bentuk mulut yang subterminal sedangkan ikan-ikan pelagik dan ikan pada umumnya mempunyai bentuk mulut yang terminal.
- Bentuk tubuh ikan : secara umum, Moyie & Cech (1988) mengategorikan ikan ke dalam enam kelompok, yaitu rovepredator (predator aktif), lie-in wait predator (predator tidak aktif), survace – oriented fish (ikan pelogika), bottom fish (ikan demersal), ikan bertubuh besar, dan ikan semacam belut.

1.3 Morfologi dan Gambar Udang Galah
Tubuh udang galah terdiri atas tiga bagian, yakni cephalothorax, abdomen (tubuh) dan orupada (ekor). Cephalotorax merupakan gabungan dari kepala dan dada udang galah. Bagian ini dibungkus dengan kulit yang keras yang disebut dengan karopas atau cangkang. Bagian depan kepala udang galah terdapat tonjolan karopas yang bergerigi crostum rostum digunakan untuk mengidentifikasi jenis udang galah. Caranya dengan membedakan jumlah gerigi yang terdapat pada rostrum tersebut.
Bagian tubuh udang galah: 1. Rostium, 2. Mata, 3. Antena C, 4. Antena II; 5. Kaki jalan (periopada), 6. Kaki renang (pleopada), 7. Ekor kipas (uropada), 8. Karopas, 9. Badan (abdomen), 10. Telsan (Khairuman dan Khairul, 2000).
(Khairuman dan Khairul,2006)
Menurut Fost E Lester (1992), dalam Sembiring (2008), ciri-ciri morfologi udang mempunyai tubuh yang bilateral simetris terdiri atas sejumlah ruang yang dibungkus oleh kitin sebagai eksoskeleton. Tiga pasang mab-silifed yang terdapat di bagian dada digunakan untuk makan dan mempunyai lima pasang kaki jalan sehingga disebut hewan berkalor sepuluh (decapocla). Tubuh biasanya beruas dan sistem sarafnya berupa tangga tali. Dilihat dari luar tubuh udang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian depan dan bagian belakang. Bagian depan disebut bagian kepala yang sebenarnya terdiri dari bagian kepala dan dada yang menyatu. Bagian kepala tertutup korapak, bagian perut terdiri dari ruas yang masing-masing ruas mempunyai pleupot dan ruas terakhir, terdiri dari bagian ruas perut dan ruas tolson serta uropad (ekor kipas).


1.4 Gambar Otak dan Anatomi Ikan
(Dingo,2009)

Menurut Sakti (2008), ada 10 sistem anatomi pada tubuh ikan:
1. Sistem penutup tubuh (kulit) : antara lain sisik, kelenjar lendir, dan sumber-sumber pewarnaan.
2. Sistem otot (urat daging) : penggerak tubuh, sirip-sirip, insan, organ listrik.
3. Sistem rangka (tulang) : tempat melekatnya otot, pelindung organ-organ dalam dan penegak tubuh.
4. Sistem pernafasan (respirasi) : organnya terutama insang, ada organ-organ tambahan.
5. Sistem peredaran darah (sirkulasi) : organnya jantung dan sel-sel darah, mengedarkan O2, nutrisi, dan sebagainya.
6. Sistem pencernaan : organnya saluran pencernaan dari mulut – anus.
7. Sistem saraf : organnya otak dan saraf-saraf tepi.
8. Sistem hormon : kelenjar-kelenjar hormon, untuk pertumbuhan, reproduksi dan sebagainya.
9. Sistem ekskresi dan osmoregulasi: organnya terutama ginjal.
10. Sistem reproduksi dan embriologi : organnya gonad jantan dan betina.

1.5 Gambar AnatomI Udang Dan Otot Udang
(Fanenbruck,2003)


a) E : Tambahan menunjukkan penciuman
A : Lateral dari pengaturan sistem saraf (kuning), usus (hijau), dan jantung (magenta) dalam ceplotothorax, anterior ke arah kiri.
B : Sistem saraf anterior yang dilihat dari posteridorsal dengan neuropil (kuning dan kelompok neuron stomata.
ORN : A, B, C dari neuron reseptor penciuman
C : Anterior ke kiri
PC : Saraf anterior dan beberapa proto terpilih
T1/MXP : Toracopod atau maxipiled
MX1 : Rahang pertama
MX2 : Rahang kedua
TC : Trito serebrum
DC : Deutro serebrum
b) A : Proto serebrum dengan komponen dari kloroplas pusat, B : perbesaran rendah arrow mengidentifikasi bundel serat. B : perbesaran rendah; Arrow mengidentifikasi dari uterus yang menyerang ON (C) perbesaran agak rendah punggung keb, cluster menunjukkan dari ORNS terkait (AT), (D) OGT memasuki HE (E) Chiasm dan OGTS bilateral (F) protocebrum (PC) dengan B (6) antena lateral, neutropil 2 (LAM2) (Farun Bruck, 2003).
Tubuh udang dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kepala dan bagian badan. Bagian kepala menyatu dengan bagian dada disebut cephalothorax yang terdiri dari 13 ruas, yaitu 5 ruas di bagian kepala dan 8 ruas di bagian dada. Bagian badan dan abdomen terdiri dari 6 ruas, tiap-tiap ruas (segmen) mempunyai sepasang anggota badan (kaki renang) yang beruras-ruas pula. Pada ujung ruas keenam terdapat ekor kipas - 4 lembar dan satu telson yang berbentuk runcing (Monodon, 2009).
Kelompok udang-udangan mempunyai tubuh yang tersusun dari tiga bagian, yaitu kepala, rongga dada, dan abdomen. Pada beberapa jenis, kepala dan rongga dada jadi satu membentuk cephalothorax. Kulit luarnya keras tersusun dari zat chitin dan zat kapur. Kelompok udang-udangan mempunyai lima pasang antena, dua pasang diatas kepala, dua pasang di rahang bawah, dua pasang di rahang atas dan satu di badan yang berfungsi bila bernafas, berenang, berjalan dan lain-lain. Contoh kelompok udang-udangan adalah udang, kepiting dan kutu air (Trisyanto, 2010).

1.6 Fungsi Masing-masing Sirip Ikan
Pada saat berenang memiliki peranan yang penting. Sirip memberikan kendali terhadap pergerakan dengan mengarahkan dorongan, hantaran ke samping dan bahkan berperan sebagai rem. Ikan harus mengendalikan gerakan baling-baling ke depan, gerakan mengoleng dan gerakan menggulung. Hal ini dilakukan dengan bantuan sirip sebagai berikut:
- Sirip ekor memberikan dorongan dan mengontrol arah ikan.
- Sirip pectoral mengontrol gerakan baling-baling ke depan dan menggeleng, juga berperan sebagai rem yang menyebabkan penarikan.
- Sirip pelvik mengontrol gerakan baling-baling ke depan.
- Sirip dorsal dan sirip anal mengontrol gerakan menggulung (Yuwono dan Purnama, 2001).
Menurut Irianto (2005), sirip punggung dan sirip anal berfungsi menjaga keseimbangan, sedangkan sirip ekor berfungsi untuk bergerak maju. Adapun sirip pectoral dan perut berfungsi membantu arah gerakan, berhenti atau keseimbangan.


1.7 Gambar Otak Udang Beserta Fungsi
(Paul et al,2002)

Menurut Sandema, et.al (1992), ada tiga bagian utama dari otak:
 Proto cerebrum
- Optik ganglion, berisi tiga neuropils yang dikhususkan untuk memproses informasi yang diterima fotoreseptor retina.
- Lateral proto serebrum, berisi dua neuropik. Dalam udang karang, kepiting dan lobster berduri yang berduri proto serebrum lateral terletak pada segmen distal.
 Deutro cerebrum
- Olfactory lobe (ON), dijelaskan di setiap sisi otak ini mengandung daerah sinaptik berbentuk kerucut mengatur pencernaan.
 Titro cerebrum
- Antena II neuropil (AnN), merupakan posterior lobus aksesori pada lobster,dan dorsal bagian belakang bagian penciuman. Bentuknya runcing memiliki geometris untuk mengatur jalannya akson dari anterior bagian belakang.
- Tegu mentang neuropil, setiap saraf tegumentang membawa masukan aferen dari dorsal karapas.


1.8 Fungsi Mata, LL, dan Otak Ikan
Linea lateralis merupakan organ sensori yang terdapat pada sisi lakero-lateral tubuh yang terdiri dari kantung-kantung berisi cairan dengan aparatus sensori seperti bulu-bulu yang terbuka untuk kontak dengan air melalui pori-pori. Linea lateralis merupakan organ sensorik utama mengenali arus, pusaran, dan tekanan air serta gerakan dalam air (Irianto, 2005).
Menurut Mantel dan Miller (1954), mata difokuskan bukan oleh perubahan dalam bentuk lensa seperti pada mamalia, tetapi oleh pergerakan lensa sedikit mundur atau maju, ikan yang rabun jauh. Meskipun beberapa memiliki penglihatan yang baik, banyak spesies yang tergantung pada visi dari pada bau dalam memangsa.
Menurut Yawan (2010), fungsi otak dibagi menjadi:
 Senebrum, fungsi :
- Terima utusan saraf implus dan tafsir implus.
- Pusat intelek ingatan, kewarasan
- Pusat kawalan pergerakan
- Pusat kawakan deria : penglihatan, pendengaran, bau, sejuk, sentuhan, panas, tekanan.
 Ser belum :
- Menyelaras pergerakan badan
- Mengawal keseimbangan badan






1.9 Fungsi Organ Pada Udang
Menurut Bachtiar (2007), lobster air tawar memiliki bagian-bagian tubuh seperti berikut:
1. Sepasang antena di bagian depan kepala yang berfungsi sebagai alat peraba, perasa, dan pencium lingkungan sekitar. Alat ini juga membantu lobster mencari mangsanya.
2. Sepasang capit (celiped) yang panjang dan lebar.
3. Ekor tengah (telson) 1 buah, yang dilengkapi dengan duri-duri halus yang menyebar di sepanjang ujungnya.
4. Ekor samping 2 pasang.
5. Kaki renang (pleopod) 5 pasang terletak di tubuh bagian bawah dekat ekor yang berfungsi sebagai alat berenang.
6. Kaki jalan (wallung legs) 4 pasang terletak disamping kiri dan kanan tubuhnya.
Menurut Khairuman dan Amri (2006), tubuh udang teriri atas tiga bagian, yakni cephalothorax abdomen (tubuh), dan uropod (ekor). Cephalothorax merupakan gabungan dari kepala dan dada udang galah. Bagian ini dibungkus oleh kulit keras yang disebut dengan keramas atau cangkang. Bagian depan kepala udang galah terdapat tonjolan karapas yang bergerigi (rostrum). Rostrum digunakan untuk mengidentifikasi jenis udang galah. Kaki renang pada ujung betina agak melebar dan membentuk ruang untuk mengerami telurnya (brood chambers). Uropada berfungsi sebagai pengayah atau yang biasa disebut dengan ekor kipas.

1.10 Sistem Saraf dan Fungsi Pada Ikan
Menurut Yuwono dan Purnama (2001), jika rangsang mengenai sistem saraf akan diubah menjadi gelombang elektrokimia, yang ditransmisikan sepanjang sistem saraf. Dalam berbagai hewan air seperti pada cumi-cumi sistem saraf tersusun dari sel-sel saraf yang disebut neuron. Fungsi saraf telah banyak diteliti dengan menggunakan neuron dari hewan ini. Karena ukuran yang cukup besar. Berdasarkan fungsinya neuron dapat dikelompokkan menjadi :
1. Neuron afferent atau neuron sensori yang berasal dari urea reseptor.
2. Neuron efferent atau neuron motor gain yang menuju baik berupa jaringan otot maupun kelenjar.
3. Neuron internucial atau inter neuron yaitu menghubungkan antara neuron afferent dan neuron efferent.
Menurut Pollar et.al., (2007), struktur jaringan saraf terdiri unit tersambung yang disebut “node” atau “neuron”. Setiap neuron ini menunjukkan kemampuan dalam melakukan perhitungan dalam jaringan, neuron mengambil beberapa nomor sebagai masukan, lalu menterjemahkan sebagai kode yang cukup mirip dan mengembalikannya sebagai output. Nilai output atau neuron yang lain, kecuali neuron yang menghasilkan output terakhir dari seluruh sistem.

1.11 Sistem Saraf Sebagai Fungsi Pada Ruang
Menurut Radiopoetra (1991) sistem nervosium, morfologi susunan syaraf udang dalam banyak hal menyerupai cacing tanah. Systema nervosium control terdiri atas :
1. Satu ganglion cerebrate, di dalam kepala
2. Dua buah commissura ciram-esophageaule, yang melanjutkan diri ke truncus nervosus yang terletak dekat linea mediana permukaan ventral tubuh.
3. Truncus vervosus.
Menurut Mantel dan Miller (1959), sistem saraf sama dengan annelida otak atau ganglion supraesophageal terhubung didorsal sampai esophagus dan terdiri atas gabungan ganglia. Dari situ saraf mengirim sinyal menuju mata dan antena. Circumesophageal menghubungkan otak dan ganglian subeso phageal, dimana gangguan dari 5 atau 6 dari ganglia. Ganglion subesophageal mengirimkan saraf ke bagian mulut dan beberapa organ anterior lain. Ada sepasang ganglia gabungan di setiap segmen 8 sampai 9, dimana dari saraf, dikirim ke organ lainnya.

1.12 Mekanisme Proses Masaknya Rangsangan
1.12.1 Pendengaran
Menurut Villee, et.al., (1984), kenoresptor atau pendengaran adalah hal mengenai deteksi gelombang dan tekanan yang timbul, karena gangguan makanan yang terjadi pada jarak tertentu ikan mempunyai divertikulum yang homologm tetapi lebih kecil yang disebut lagena. Gelombang suara yang sampai pada ikan terdapat dalam air. Dengan demikian gelombang suara dengan mudah masuk ke dalam telinga dalam. Ma.............. ikan adalah menghindari supaya jaringan “transparan” terhadap suara. Banyak ikan menangkap atau menghambat lewatnya gelombang suara dengan otolit yang besar dalam sakulus: yang lain menggunakan gelombang renang sebagai reseptor awal atau hidrogen.
Menurut Royee (1972), organ pendengaran sederhana pada beberapa crustacea adalah reseptor mekanik: kecil, progecting, organ pendengaran berbulu halus yang sensitif pada defleksi. Struktur yang hampir sama terjadi gurat sisi yang terdapat pada kanal ikan, seperti reseptor kulit sensitif hanya pada librasi dengan frekuensi rendah (sampai pada 200 Hz) atau pada arus air. Sebuah organ pendengaran bagian dalam, atau labirin, yang hampir sama pada organ pendengaran mamalia yang tidak terdapat pada ikan untuk mendeteksi frekuensi tinggi lebih dari 50 Hz. Anggota dari cybrimifarmes, sebuah grup ikan-ikan air tawar dengan sebuah koneksi khusus antara alat pendengaran dengan gelembung renang, yang dapat mendeteksi sampai pada 13.00 Hz (batas tertinggi pada manusia sebesar 10.000 Hz).

1.12.2 Peraba
Menurut Rahardjo et.al., (1989), sungut merupakan alat peraba pada ikan yang terdapat di sekitar mulut, pada sungut ini terdapat pemusaran organ peraba. Alat perasa, dan organ perasa pada ikan (taste bud), selain di bagian tersebut organ perasa juga menyebar di lengkung insang, epibranchial dan gigi faring.
Menurut Scheer (1984), stimultan dari reseptor yang berupa sentuhan (misalnya bulu) atau reseptor yang menanggapi gerakan anggota tubuh distimulasi dengan cara menekuk kaki yang menyebabkan makin lamanya jalan impuls rangsangan pada sistem saraf pusat. Di dalam beberapa sisi faring, respons yang dicatat dari rangsangan yang kemudian diterapkan untuk antennate, antenules dan uropad pada kedua sisi dan berupa kaki di sisi yang sama.

1.12.3 Penglihatan
Menurut Svendsen and Anthony (1984), sinar cahaya dari objek difokuskan pada retina untuk menghasilkan gambar terbalik retina mengandung dua jenis reseptor untuk cahaya: kerucut yang membedakan warna, dan batang yang memungkinkan visi pada intensitas cahaya rendah. Rhodopsin adalah pigmen yang terlibat dalam perubahan fotokimia yang menterjemahkan gelombang cahaya menjadi impuls saraf dari barang. Senyawa ini asintesis dari retina dan molekul protein dalam ketiadaan cahaya.
Menurut Villee et.al., (1984), bagian yang peka cahaya pada mata vertebrata adalah retina. Suatu belahan bola yang terdiri atas sejumlah besar sel batang dan kerucut. Disamping itu, retina mempunyai sejumlah neuron sensori dan konektor dengan aksonnya. Untuk sampai pada sel-sel ini cahaya harus melalui beberapa lapisan neuron. Pengaturan yang tampaknya kurang tepat ini disebabkan karena mata berkembang sebagai dibentuk dari otak dan melihat sedemikian rupa sehingga sel-sel yang peka tersebut akhirnya terletak di bagian retina yang terjauh.

1.12.4 Penciuman
Menurut Vitee, et.al., (1984), indera penciuman vertebrata dapat dilayani oleh neuron primer yang terdapat dalam epitel hidung di rongga hidung bagian atas. Masing-masing neuron mempunyai akson pendek yang melalui lempeng kribrifm (ayakan) dari tengkorak dan segera bersinopsis dengan neuron lain dalam otak. Kemungkinan untuk mengolah data alfatori yang datang dari reseptor sebelum mencari celebrum, adalah sangat besar. Jadi reseptor yang telah menjadi tidak peka terhadap suatu zat, akan beraksi normal terhadap zat lainnya.
Menurut (Ganang, 1981), apabila molekul berbau merangsang reseptor timbullah potensial dan reseptor, tetapi mekanisme molekul menimbulkan potensial tidak diketahui. Pada konteks penciuman reseptor terhadap suatu bau adalah perangsangan sel-sel piramidal diikuti oleh penghambatan sel-sel piramidal kemudian merupakan subyek realitisasi melalui akson koloteral yang panjang dan hal ini dapat menerangkan kecenderungan aktivitas kitmis dan serzures pada konteks penciuman.

1.12.5 Pengecap
Menurut Ganong (1981), reseptor pengecap adalah kemoreseptor yang memberi respons pada zat-zat yang larut dalam cairan mulut yang membasahinya. Zat-zat ini nampaknya menimbulkan potensial generator, tetapi bagaimana molekul-molekul dalam larutan saling beraksi dengan sel-sel reseptor untuk menimbulkan potensial ini tidak diketahui. Ada tanda-tanda bahwa molekul menimbulkan pengecupan bekerja pada membran sel reseptor atau ukuran-ukurannya.
Alat perasa, organ perasa pada ikan (taste bud) terpusat pada rongga mulut, yaitu pada lidah dan organ Palatine. Selain di bagian tersebut, organ perasa juga menyebar di lengkung insang. Epibronchial dan gigi faring (Rahardjo, 1989).



















2. METODOLOGI

2.1 Prosedur Kerja
2.1.1 Pada Ikan

















Nb : semua kelompok
Ikan 2 : tidak diberi perlakuan




2.1.2 Pada Lobster Air Tawar (Cherax Quadricarinatus)















Nb : semua kelompok
Udang 2 : tidak diberi perlakuan

2.2 Fungsi Alat
2.2.1 Pada Ikan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum fisiologi hewan air bab saraf pada ikan adalah :
- Gunting : untuk memotong sirip padaikan perlakuan.
- Nampan : sebagai tempat untuk meletakkan alat – bahan, serta alas untuk ikan yang diberi perlakuan.
- Toples kaca kapasitas 2 liter : sebagai tempat media pengamatan ikan nila (Oreochromis niloticus)
- Stopwatch : untuk menghitung waktu adaptasi pada ikan dengan satuan detik.
- Serbet basah : untuk membekap ikan nila (Oreochromis niloticus) pada saat perlakuan.
- Sectio set : sebagai alat bedah dan alat untuk memotong bagian tubuh ikan yang akan diamati, yang terdiri dari gunting, pinset, serta pisau bedah.
- Seser : untuk mengambil ikan nila (Oreochromis niloticus) dari akuarium.
- Aquarium : untuk tempat ikan nilai (Oreochromis niloticus)

2.2.2 Reaksi saraf Pada Lobster Air Tawar
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum fisiologi hewan air adalah sebagai berikut:
- Toples kaca kapasitas 2 liter : sebagai tempat media pengamatan.
- Gunting : sebagai alat untuk memotong tubuh lobster.
- Stopwatch : untuk mengukur waktu adaptasi pada ikan saat pengamatan.
- Nampan : sebagai tempat alat dan bahan serta alas
- Sectio set : sebagai alat bedah dan alat untuk memotong bagian tubuh objek lobster air tawar (cherax quadricarinatus) yang akan diamati, yang terdiri dari gunting, pinset, dan pisau bedah.
- Serbet basah : untuk membekap lobster pada saat perlakuan.
- Seser : untuk mengambil lobster dari akuarium.
- Aquarium : sebagai tempat lobster sebelum perlakuan.







2.3 Fungsi Bahan

2.3.1 Keseimbangan Tubuh Ikan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum fisiologi hewan air bab saraf adalah :
- Air tawar sebagai media untuk tempat hidup ikan pada pengamatan ikan nila (oreachromis niloticus).
- Ikan nila (Oreochromis niloticus) : sebagai obyek pengamatan.
- Kertas label : untuk memberi tanda pada stoples agar tidak tertukar antara ikan kontrol dan ikan pengamatan.

2.3.2 Reaksi Saraf Pada Lobster Air Tawar
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum fisiologi hewan air adalah :
- Lobster air tawar (cherax quadricarinatus) : sebagai obyek pengamatan saraf pada udang.
- Air tawar : sebagai media tempat hidup lobster.
- kertas label : untuk memberi tanda pada toples agar tidak tertukar antara lobster kontrol dan lobster perlakuan.
4. PEMBAHASAN

4.1 Analisa Prosedur
4.1.1 Keseimbangan Tubuh Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Pada praktikum fisiologi Hewan Air (FITA) yang mengenai syaraf ikan. Sebelum melakukan praktikum hendaknya mempersiapkan alat dan bahannya terlebih dahulu. Alat yang digunakan pada praktikum syarat ikan terdiri dari stoples kapasitas 2 liter yang digunakan sebagai wadah dari media yang diamati, nampan yang digunakan sebagai alat untuk memberi perlakuan ikan, gunting yang digunakan sebagai wadah ikan yang diberi perlakuan sectioset yang digunakan sebagai memotong sirip dan organ ikan, serbet atau lap basah digunakan untuk menutup mata ikan ketika diberi perlakuan dan seser yang digunakan untuk mengambil ikan. Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum syarat ikan terdiri dari ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang digunakan sebagai obyek yang diamati sistem syarafnya, air yang digunakan sebagai media obyek yang diamati. Setelah alat dan bahan sudah disiapkan maka lanjutkan ke tahap prosedur kerjanya.
Prosedur kerja dari praktikum syaraf ikan adalah siapkan stoples yang berkapasitas 2 liter, lalu isi stoples dengan air sebanyak ¾ bagian, tujuannya agar pada saat diisi ikan, air tidak tumpah. Selain itu, bertujuan untuk memberi ruang O2 sehingga ikan tidak cepat mati. Kemudian ambil ikan nila (Oreochromis niloticus) dan dimasukkan ke dalam stoples yang sudah diisi air. Alasan dipilih ikan nila (Oreochromis niloticus) sebagai obyek yang diamati. Karena ikan nila (Oreochromis niloticus) memiliki sirip yang sangat lengkap dibanding ikan-ikan lainnya. Sirip yang dimiliki ikan nila (Oreochromis niloticus) yaitu caudal, anal, ventral, poctoral, dan dorsal. Selain itu ikan nila (Oreochromis niloticus) mudah didapatkan.
Dan juga mempunyai organ syaraf yang lengkap yaitu Prosencephaia yang ketika ikan dewasa, otak ikan berdiferensiasi menjadi diencept dan miecephalon yang masing-masing berfungsi untuk hormon da organ pineal (jantung, paru-paru) dan miencephalon untuk keseimbangan. Mesencephalon yang ketika dewasa berdiferensi mesencephalo yang berfungsi sebagai indra penglihatan, Rombencephalon ketika dewasa berdiferensiasi menjadi 2 yaitu lencephalon dan telencephalon yang masing-masing digunakan untuk keseimbangan dan untuk pembau. Kemudian ikan nila (Oreochromis niloticus) yang berada di stoples dan yang sudah diadaptasikan selama 15 menit. Ikan nila (Oreochromis niloticus) disentuh pada bagian linea literalis, kepala, dorsal, dan ekor. Alasan disentuh bagian linea literalis karena ke 4 bagian itu terdapat banyak sistem saraf sehingga memudahkan dalam pengamatannya. Setelah masing-masing diberi sentuhan, dilihat tingkah laku ikan nila (Oreochromis niloticus) terhadap rangsangan yang diberikan. Selanjutnya, pada kelompok 4 memberi perlakuan dengan memotong sirip ventral pada ikan nilai (Oreochromis niloticus), alasannya di potong sirip vential, karena pada daerah tersebut merupakan pusat syaraf yang berperan dalam keseimbangan ikan saat diam, selanjutnya, sehabis siri ventral dipotong. Berikan sentuhan pada linea literalis, dorsal, kepala dan ekor. Alasan disentuh bagian linea literalis karena linea literalis merupakan pusat keseimbangan ikan. Kepala merupakan daerah yang dekat mata dan dorsal terdapat banyak serabut (pembuluh) sehingga banyak saraf, lalu diamati tingkah laku dari ikan nilai (Oreochromis niloticus) setelah dipotong bagian ventralnya.
Pada ikan nilai (Oreochromis niloticus) ke – 2, tidak perlu diberi perlakuan apa-apa. Ikan ini hanya dipakai sebagai variabel kontrol dari ikan nila yang diberi perlakuan sehingga mendapatkan perbandingan dan didapatkan hasilnya.
Setelah ikan nilai (Oreochromis niloticus) di beri perlakuan berupa pemotongan sirip ventral dan diamatis tingkah lakunya. Selanjutnya, bagian sirip ikan dipotong semua, sedangkan pada matanya ditusuk, ditempati ini merupakan indera penglihatan ikan yang bisa rusak dan sangat mengganggu keseimbangan ikan, ditusuk pada line literalis karena pada bagian ini terdapat banyak saraf, pada bagian sirip dorsal dipotong karena bagian ini merupakan sirip yang berfungsi untuk mengatur gerakan naik turun dan menggulung pada ikan dipotong sirip anal karena bagian ini merupakan pusat yang mengatur gerakan naik turun dan menggulung. Dipotong pada bagian pectoral karena bagian ini merupakan pusat keseimbangan dan kemudian dipotong pada caudal karena sirip ini merupakan sirip yang mengatur kecepatan dan alat kemudi pada ikan. Setelah semua sirip pada ikan ikan nilai (Oreochromis niloticus) dipotong, selanjutnya diamati tingkah laku ikan tersebut dan didapatkan hasilnya.

4.1.2 Reaksi Syaraf Pada Lobster Air Tawar
Pada Praktikum Fisiologi Hewan Air tentang Syaraf Ikan yang mengenai reaksi syaraf pada lobster air tawar (cherax quedricarinatus), hal pertama adalah disiapkan alat dan bahan. Alat yang digunakan adalah toples 2l sebanyak 2 buah. Tujuan penggunaan toples sebab mempermudah pengamatan serta mempermudah pemindahan tempat, sebanyak 2 buah karena lobster air tawar (cherax quedricarinatus) yang digunakan sebanyak 2 ekor dan perlakuan yang diberikan berbeda. Nampan sebagai waduh alas lobster air tawar (cherax quedricarinatus) yang diberi lobster air tawar (cherax quedricarinatus) yang diberi perlakuan, lap basah untuk membungkus tubuh lobster air tawar (cherax quedricarinatus) agar tetap hidup saat dipindahkan dan akuarium ke toples dan pada pemberian perlakuan, gunting sebagai alat untuk memotong bagian tubuh lobster air tawar (cherax quedricarinatus). Sedangkan bahan yang digunakan adalah lobster air tawar (cherax quedricarinatus) sebagai bahan yang akan diuji tujuan penggunaan lobster adalah sebagai perwakilan pruskacea. Lobster yang digunakan sebanyak 2 ekor, sebab lobster air tawar (cherax quedricarinatus) pertama adalah yang diberi perlakuan, sedangkan yang kedua tidak diberi perlakuan hanya pembanding saja, dan air yang digunakan sebagai media hidup lobster air tawar (cherax quedricarinatus).
Setelah alat dan bahan sudah siap maka kedua toples diisi dengan air sebanyak ¾ bagian. Tujuannya adalah agar air tidak tampak saat lobster air tawar (cherax quedricarinatus) dimasukkan dalam toples serta ruang sirkulasi oksigen. Kemudian diambil lobster air tawar (cherax quedricarinatus) dan dibungkus dengan lap basah agar tetap hidup dan tenang saat dipindahkan dari akuarium ke toples. Alasan menggunakan lobster air tawar (cherax quedricarinatus) karena udang galah (macrobacium rosenbergli) tidak didapatkan struktur tubuh lobster air tawar (cherax quedricarinatus) sama dengan udang galah (macrobacium rosenbergli). Setelah lobster air tawar (cherax quedricarinatus) sudah diam di akuarium dengan menggunakan seser dan ditutup dengan lap basah maka lobster air tawar (cherax quedricarinatus) dimasukkan masing-masing toples. Dan diadaptasikan selama 15 menit sebab waktu tersebut diasumsikan lobster air tawar (cherax quedricarinatus) sudah mampu beradaptasi kemudian lobster ikan tawar (cherax quedricarinatus) diberi kejutan berupa sentuhan, getaran dan bunyi lalu diamati tingkah laku. Lalu lobster air tawar (cherax quedricarinatus) pada toples satu diberi perlakuan. Perlakuan yang diberikan pada lobster air tawar (cherax quedricarinatus) di tiap kelompok berbeda-beda. Kelompok 1 dipotong 2 capitnya; 2 Dipotong urupod; 3. Dipotong kaki jalan’ 4. Dipotong telsonnya, 5. Dipotong antena; 6. Dipotong kaki renang; 7. Dipotong mata, 8. Dipotong antenula. Tujuan pemberian perlakuan berbeda-beda adalah untuk mengetahui respons apa yang terjadi jika salah satu anggota tubuh lobster air tawar (cherax quedricarinatus) dipotong. Pada toples dua, lobster air tawar (cherax quedricarinatus) tidak diberi perlakuan hanya sebesar pembanding setelah diberi perlakuan maka lobster air tawar (cherax quedricarinatus) pada kedua toples diberi kejutan sentuhan bunyi dan getaran untuk selanjutnya diamati dan sebagai hasil.

4.2 Analisa Hasil
4.2.1 Keseimbangan Tubuh Ikan
Berdasarkan Praktikum Fisiologi Hewan Air pada materi reaksi syaraf pada ikan, didapatkan data hasil pengamatan bahwa rata-rata hampir semua ikan sebelum diberi perlakuan ketika disentuh pada bagian dorsal, sirip dorsal mengembang, dan pada saat disentuh kepala, ikan menghindar dengan cara bergerak maju. Ikan-ikan tersebut umumnya memiliki respons yang cepat.
Pada kelompok 4, setelah diberi perlakuan, yakni dengan dipotong sirip; ventrikelnya, ketika diberi rangsangan ikan justru menunjukkan refleks yang lebih cepat, hal tersebut dikarenakan setelah kehilangan sirip ventralnya sensor syaraf ikan menjadi lebih sensitif, sehingga refleksnya lebih cepat. Selain itu ikan juga tidak dapat berenang menggulung karena sirip ventral yang berperan dalam gerakan tersebut tidak ada, sama halnya dengan Isnaeni (2006) yang menyatakan bahwa reseptor nyeri/sakit merupakan reseptor yang menunjukkan kemampuan beradaptasi tonik merupakan hal tanggapan protektif, yaitu tanggapan yang bertujuan untuk melindungi tubuh. Dan seperti pernyataan Admin (2010) yang menjelaskan bahwa sirip punggung berfungsi mengatur pergerakan ikan ke arah kiri dan kanan ketika bergerak maju. Pengaturan arah pada sirip ini lebih dominan dibandingkan sirip lainnya. Selain itu Pamelasari (2010), juga menyataka bahwa sirip dorsal bersama-sama dengan pinna analis membantu ikan untuk bergerak memutar.
Ketika seluruh sirip ikan dipotong dan ditusuk pada linea literalis dan mata, ikan membutuhkan banyak energi untuk bergerak dan hanya bergerak di dasar gerakan ikan juga menjadi terakut dan saat disentuh pada bagian kepala responsnya kurang, selain itu posisi ikan juga menjadi tidak seimbang (oleng). Hal itu dikarenakan setelah linea literalis ditusuk, maka fungsi linea literalis yang seharusnya sebagai sensor tubuh berkurang dan sirip-sirip yang digunakan sebagai penyeimbang juga tidak ada, selain itu ikan juga lebih membutuhkan banyak tenaga untuk berenang karena sirip-sirip yang berfungsi sebagai alat bantu ketika berenang juga telah hilang sehingga ikan menggunakan seluruh kemampuan ototnya untuk berenang. Kemudian kurangnya refleks ikan saat kepalanya disentuh diakibatkan oleh ditusuknya mata ikan yang syarafnya otak. Sehingga kemampuan syaraf otak terganggu dan berkurang, seperi halnya penjelasan Irianto (2005), yakni sirip merupakan alat tambahan yang berfungsi untuk mengatur kedudukan, gerakan, arah gerakan maupun menjaga keseimbangan pada posisi diam. Itulah sebabnya apabila sirip dipotong kedudukan ikan menjadi tidak seimbang.



4.2.2 Reaksi Syaraf Pada Lobster
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dalam praktikum fisiologi hewan air pada materi reaksi syaraf pada lobster, didapatkan hasil sebelum perlahan saat diberi rangsangan berupa sentuhan. Lobster menghindar dan capitnya terangkat ke atas untuk menyerang, sedangkan latika diberi rangsangan berupa arus, lobster mempertahankan diri dengan melawan arus.
Setelah diberi perlakuan berupa dipotong telinganya ketika diberi rangsangan berupa arus lobster terbawa arus karena telson digunakan sebagai keseimbangan tubuh di bagian belakang. Kemudian sehabis telson dipotong, satu per satu bagian tubuh lobster dipotong. Setelah seluruh alat-alat tubuhnya dipotong lobster tidak tanggap terhadap rangsangan, hal tersebut dikarenakan kehilangan kemampuannya untuk mendeteksi rangsangan di sekitarnya, sesuai pernyataan Honner et.al., (2004) dalam Mega (2010), kemampuan untuk mendeteksi dan mengetahui sumber makanan dengan rangsangan kimia jarak jauh, merupakan proses yang penting untuk kehidupan bentik seperti udang Anthehula dibutuhkan untuk mencari lokasi atau tempat sumber makanan. Setiap antenula tersusun dari 4 segmen dan terbagi pada bagian distal yang bercabang menjadi flagelum lateral dan flagellum medial setiap flagellum tersusun dari antenula yang menghubungkan antara Chemosensory dan mechano sensory. Stoner and Robert (1957) menyatakan bahwa organ peraba memungkinkan digunakan lobster untuk merasakan lingkungan sekitarnya untuk menemukan makanan, sumber rangsangan, pasangan dan untuk menghindari musuh, bagian ini merupakan bagian yang sensitif yakni pada bagian antena, capit (chaliped), bagian mulut, bagian luar abdomen dan ujung felsal.

4.3 Faktor Koreksi
Berdasarkan hasil praktikum fisiologi hewan air mengenai saraf ikan, terdapat beberapa faktor koreksi sebagai berikut:
• Ikan nila (Oreochromis niloticus) yang digunakan terlalu besar, sehingga sulit untuk melihat gerakan responsnya pada stoples yang tidak memadai sebagai tempatnya.
• Lobster yang digunakan ukurannya terlalu kecil, sehingga sedikit susah untuk diamati (ukuran sekitar 3 cm).
• Ada beberapa ikan yang kurang sehat dan stres sehingga perlu diganti karena dikhawatirkan mengganggu pengamatan.
• Beberapa tubuh lobster ada yang cacat (misalnya tidak ada antenanya) sehingga perlu diganti dengan lobster yang baru.

4.4 Manfaat Di Bidang Perikanan
Dalam praktikum fisiologi hewan air bab saraf pada ikan, memiliki beberapa manfaat, seperti :
• Dapat mengetahui fungsi otak pada ikan dan udang serta organ-organ lainnya.
• Dapat mengetahui sistem saraf dan fungsinya pada ikan dan udang.
• Dapat mengetahui mekanisme saraf bekerja.
• Dapat mengetahui macam-macam atau jenis-jenis saraf.
• Dapat mengetahui reaksi yang diterima ketika salah satu organ diberi perlakuan.
• Dapat mengetahui fungsi saraf bagi tubuh ikan dan lobster.



5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dalam praktikum fisiologi hewan air bab saraf pada ikan, maka kesimpulan yang didapat adalah:
• Kemampuan untuk mengendalikan dan mengoordinasikan berbagai macam aktivitas adalah sistem saraf, yang dikendalikan oleh sistem organ.
• Sistem saraf pusat dari berbagai bentuk dan terdiri atas kelompok-kelompok badan sel disebut ganglia.
• Secara umum, tubuh ikan terdiri dari kepala, badan, dan ekor.
• Tubuh udang galah terdiri dari tiga bagian, yakni cephalothorax (gabungan dari kepala dan dada), abdomen (tubuh), dan orupoda (ekor).
• Bagian tubuh udang secara umum adalah rostrum, mata, antena, kaki jalan, kaki renang (pleopoda), ekor kipas (uropoda), karapas, dan telson.
• Macam sirip pada ikan adalah sirip dorsal, sirip anal, sirip pectoral, sirip ventral, dan caudal.
• Pada otak dewasa terdiri dari thelem sepalon berfungsi untuk penciuman, mesensepalon untuk optik, dan dhien sepalon yang berfungsi untuk keseimbangan.
• Bagian-bagian dari otak adalah difactory, dioptik, serebrum, medula oblongata, dan lobus.
• Jalannya ransangan adalah : rangsang diterima oleh alat indra  neuron sensory  otak dan sumsum tulang belakang  neuron motorik  organ yang dituju  otot  neuron bolak balik.
• Pada praktikum saraf pada lobster, diberi kejutan berupa bunyi (suara) dorsal, dan linea lateralis.
• Pada ikan nila (orechromis niloticus) setelah disentuh pada bagian anal, ikan dalam keadaan miring (tidak seimbang) baik dalam berenang, diam, maupun saat menerima rangsangan.
• Pada lobster, setelah dipotong pada bagian antena, kurang peka terhadap bunyi, ketika ada arus, dia mengikutinya.

5.2 Saran
Dalam praktikum fisiologi hewan air bab saraf, yang harus diperhatikan adalah respons yang diterima ketika ada rangsangan, khususnya pada organ lain seperti sirip, antena. Karena ketika ada rangsangan, mereka juga akan memberikan respons.
















DAFTAR PUSTAKA

Amri, Khairuman. 2008. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Bachtiar, Yusuf. 2007. Usaha Budidaya Lobster Air Tawar Di Rumah. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Dingo, 2009. Brain Fish. http://www.google.co.id. Diakses Pada Tanggal 11 November 2010 Pukul 21.05 WIB.
Fanenbruck, Martin, Steffen Horzsch, Johan Wolfgang Wogele, 2003. The Brain of the Remipedia (Crustacea) and an Alternative Hypothesis on Their Phylogeneireselationship. http://www.pnos.org/content/101/4/2868. Diakses Pada Tanggal 10 November 2010 Pukul 20.15 WIB.
Force, Pelta. 2010. Sistem Saraf Manusia. http://grandmall.10.wordpress.com/ 2010/03/02/sistem_saraf_manusia. Diakses Tanggal 9 November 2010 Pukul 18.00 WIB.
Ganang, William F. 1981. Fisiologi Kedokteran. New York.
Irianto, Agus. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Isnaeni, Wiw. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius. Jogjakarta .
Jamaludin, Jalal. 2010. Anatomy of a Fish. http://www.google.co.id. Diakses Pada Tanggal 10 November 2010 pukul 15.00 WIB.
Khairuman dan Khairul Amri. 2006. Budidaya Udang Galah Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Kurniasih, Titin. 2008. Lobster Air Tawar (Paraslacidae: Cherax) Aspek Biologi, Habitat, Penyebaran dan Potensi Pengembangannya. http://isid.pdf.lipid /40.cd/admin/jurnal/31083,35/pdf. Diakses Pada Tanggal 9 November 2010 Pukul 18.00 WIB.
Manter, H.W and D.D Maller. 1959. Introduction to Zoology Harpter And Row. Publisher. New York.
Monoelon. 2009. Morfologi dan Anatomi Udang Windu dan Udang Putih. http://mengenaludangwindu.blogspot.com/search/tabel/fisiologiudang. Diakses Pada Tanggal 8 November 2010 Pukul 15.00 WIB.
Patriono, Enggr. Endri Junaedi, Asri Setiorini. 2009. Pengaruh Pemotongan Sirip Terhadap Pertumbuhan Panjang Ikan Mas (Cyprinus Carpio L).
Paul, Ann Caron, Erin M, Georgen and Barbara, S. Belta. 2002. Exploring Neurogenesis in Crustaceans. The Journal of Under Graduate Neuronscience Education (JUNE) Fall (2002) 1 (1). A.1822. www.funjournal.org/downloads/paul/A18.pdf. Diakses Pada Tanggal 2 November 2010 Pukul 18.00 WIB.
Pollar, et.al., 2007. Morfo Metrie Analysis of Fortam Brad by
Stepwes Diserimant and Neural Networks Analysis. http://www.waret.org/journal.wayet.N33/V33-u.pdf Diakses Pada 7 November 2010 Pukul 18.00 WIB.
Radiopoetro. 1991. Zoologi. Erlangga. Jakarta.
Rahardjo, M. T. 1989. Biologi Ikan I. IPB: Bogor.
Royce, William F. 1992. Introduction to the Fishery Sciences Academic Press. New York.
Sakti, Ares. 2008. Anatomi dan Biologi Ikan. http://smartsains.blogspot.com/2008 /06/anatomi_dan_biologi_ikan.html. Diakses Tanggal 3 November 2010 Pukul 12.00 WIB.
Saputro, Delta. 2007. Sistem Saraf Manusia. http://grandmall.to.wordpress.com /2010/03/02/sistem_saraf_manusia. Diakses Pada Tanggal 9 November 2010 Pukul 18.15 WIB.
Sandeman, David. Renate Sandeman. Charles Derby and Manfeed Schmidt. 1992. Morphologi of the brain of crayfish crabs and spiny lobster: A Common Nonen Clature for Homologous Structure. 183.304.326. www.blobull.org/cgi/reprint/183/2/304. Diakses Pada Tanggal 03 November 2010 pukul 13.00 WIB.
Scheer, T. Bradley. 1984. Comparative Physiology. University of Oregon. New York.
Sembiring, Herlina. 2008. Keanekaragaman dan Distribusi Udang Serta Kaitannya Dengan Faktor Fisik dan Kimia di Perairan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang. http://repository.USU.ac.id /bitslstream/12345678/5809/09E0129.pdf. Diakses Pada Tanggal 7 November 2010 Pukul 18.00 WIB.
Suryaningrum, Dwi. Syamdidi, Diah Ikasari. 2007. Tekhnologi Penanganan dan Transportasi Lobster Air Tawar. http://funjournal.org/lobster/cherax.1989/ transportasi.pdf. Diakses Pada Tanggal 7 November 2010 Pukul 18.00 WIB.
Svendsen, Per and Anthony M. Carter. 1984. An Introduction to Animal Physiology. MTR Presslimited England.
Villee, A Claude. Warren f. 1984. Zoologi Umum. PT Gelora Aksara Pratama. Bogor.
Yawah, Dani. 2010. Sistem Saraf. http://rssp.royako.elity.publishing.org. Diakses Pada 11 November 2010 Pukul 19.00 WIB.
Yuwono, Edi dan Purnama Sukardi. Fisiologi Hewan Air. Sagung Seto. Jakarta.