Selasa, 16 November 2010

Laporan Dasar - dasar Aquaculture

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Aquaculture adalah kegiatan untuk memproduksi biota (organisme) aquatik di lingkungan terkontrol dalam rangka untuk mendapatkan keuntungan atau profit. Akuakultur berasal dari bahas inggris (aqua= perairan, dan culture= budidaya) dan diterjemahkan dalam bahasa indonesia menjadi budidaya perikanan atau budidaya perairan (Effendi,2004).
Kata ‘aquaculture’ biasa digunakan dalam satu dekade untuk menunjukkan semua bentuk budidaya hewan maupun tumbuhan dalam air, lingkungan payau, dan kelautan, masih banyak digunakan dalan arti yang ketat (Pillay,1990).
Budidaya ikan meliputi baik usaha dikolam air tawar, maupun tambak air payau. Kegiatanya berupa membudidayakan ikan yang dulunya hidup liar menjadi ikan kultur(piaraan). Pembudidayaan yang pertama kali terhadap ikan sudah dilakukan para kulturis ikan di zaman lampau, sehingga sekarang tinggal menikmati hasilnya yang sudah jinakdan mau menghasilkan telur. (dan benih) ikan di bawah pengawasan orang dikolam/bentuk usaha membudidayakan ikan ini di sebut dengan budidaya ikan (Soeseno,1983).

1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari kegiatan praktikum dasar-dasar aquaculture adalah untuk mengetahui dasar-dasar aquaculture secara mendalam serta memberi gambaran mengenai prinsip dasar aquaculture.
Tujuan Dari praktikum ini adalah untuk mengaplikasikan materi yang diperoleh saat kuliah berlangsung dilingkungan, menerapkan prinsip dasar aquaculture, mempelajari survival rate, grow rate, food convertion rate dari organisme yang dibudidayakan, serta mengetahui kualitas air yang ada pada media budidaya.


1.3 Waktu dan Tempat
Praktikum dasar-dasar aquaculture ini dilaksanakan pada tanggal 10 April 2010 di Laboraturiam stasiun Percobaan Budidaya ikan Air Tawar, Sumberpasir, Malang.



2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aquaculture
2.1.1 Pengertian Aquaculture
Akuakultur adalah kegiatan untuk memproduksi biota (organisme) akuatik dilingkungan terkontrol dalam rangka untuk mendapatkan keuntungan (profit) (Leugeu, 2010).
Budidaya peraiaran(akuakultur) merupakan kegiatan untuk pemeliharaan dan penangkaran berbagai macam hewan atau tumbuhan peraiaran yang mengggunakan air sebagai komponen pokoknya. Contohnya, budidaya tiram, udang, alga, ikan. Sebenarnya cakupan budidaya perairan sangat luas, namun penguasaan tekhnologi membatasi komoditi tertentu yang dapat diterapkan. Budidaya perairan adalah bentuk perikanan budidaya, untuk dipertantangkan dangan perikanan tangkap. Kegiatan budidaya di Indonesia yang paling umum di kolam/empang, tambak, tangki, keramba, serta keramba apung (Wikipedia, 2010).

2.1.2 Persiapan Kolam
a) Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah adalah proses dimana tanah digemburkan dan dilembekkan dengan menggunakan tangkai kemudi ataupun penggaru yang ditarik traktor maupun bajak yang ditarik binatang maupun manusia. Melalui proses ini, kerak tanah teraduk, sehingga cahaya dan udara matahari menembus tanah dan meningkatkan kesuburannya (Wikipedia, 2010).
Tujuan penggolahan tanah adalah menyediakan media yang baik, disamping itu juga penggolahan tanah dapat membantu memperbaiki drainase agar air mudah dialirkan, mengeluarkan racun dalam tanah, dengan cara membalik tanah agar terjadi penguapan dan dapat membunuh atau memotong siklus hidup gulma (agricoach, 2010).
Pengolahan tanah juga dapat mempercepat berlangsungnya proses dekomposisi senyawa-senyawa organik dalam tanah, memungkinkan penguapan senyawa-senyawa beracun yang telah tertimbun(tertambat) didalam tanah, membunuh atau memutuskan siklus hidup penyakit, terbentuknya kestabilan derajad keasaman (pH) tanah, dan menambah unsur-unsur yang dapat meningkatkan kesuburan kolam (Kanisius, 1992).

b) Pengapuran
Menurut Kanisius (1992), Kolam pembesaran perlu dilakukan pengapuran. Fungsi kapur ini adalah untuk mempertahankan kestabilan keasaman (pH) tanah dan air sekaligus memberantas hama penyakit. Cara pengapuran dan dosisnya sama dengan penggapuran untuk kolam pendederan. Kelebihan kapur menyebabkan kolam tidak subur dan jika kekurangan akan menyebabkan tanah dasar kolam bersifat asam.
Kapur yang digunakan untuk pekerjaan ini adalah kapur pertanian (CaCO3), kapur tohor (CaOH2), dan dolompit. Dosis yang digunakan tergantung kondisi tanah. Semakin rendah pH, maka penggapuran yang digunakan semakin banyak. Kapur disebar dipermukaan tanah dasar kolam atau tambak. Untuk efektifitas pengapuran, setelah pengapuran ada kalanya tanah dibalik dengan menggunakan pacul atau bajak agar kapur bisa masuk kedalam lapisan tanah dasar (Effendy, 2004).


c) Pemupukan
Pemupukan yang dilakukan dikolam bertujuan untuk menghasilkan pakan alami sebagai persediaan makanan bagi ikan. Pupuk merupakan bahn penting yang diberikan pada media budidaya dengan tujuan memperbaiki keadaan fisik, biolgi, dan kimia media budidaya. Bahan yang diberikan dapat bermacam-macam, yaaitu pupuk kandang, pupuk hijau, pupuk kompos, pupuk buatan, dan sebagainya (Wikipedia, 2010).
Pemupukan bertujuan untuk meningkatkan kandungan hara bagi kebutuhan fitoplankton untuk berfotosintesis. Dampak pemupukan dapat dari perubahan warna kolam atau tambak menjadi hijau atau kecoklatan. Peningkatan pertumbuhan populasi fitoplankton di air dapat mendorong pertumbuhan zooplankton sehingga dapat meningkatkan ketersediaan pakan alami bagi hewan kultur. Keberadaan fitoplankton di dalam kolam dan tambak berfungsi pula sebagai conditionning lingkungan bagi kultur, bukan sebagai pakan (Effendy, 2004).

2.1.3 Kegiatan Budidaya
Usaha pemeliharaan ikan diperairan umum meliputi kegiatan-kegiatan : 1) sanitasi lingkunan di sekitar jala apung,keramba, atau hampang ; 2) seleksi benih; 3) penebaran benih, 4) pemberian pakan, dan 5) pencegahan serangan hama atau penyakit (Kanisius, 2001).
Secara garis besar, kegiatan aquaculture dibagi menjadi dua bagian, yaitu kegiatan kegiatan produksi on farm dan kegiatan off farm. Kegiatan produksi on farm terdiri dari pembenihan dan pembesaran, sedangkan kegiatan off farm antara lain meliputi pengadaan prasarana dan sarana produksi, penangganan hasil panen, dan distribusi hasil (antara lain transportasi ikan hidup), serta pada bagian pemasaran (Effendy, 2004).
Menurut Susanto (1987), secara keseluruhan usaha perikanan meliputi tiga kegiatan utama, yaitu :
•Usaha memproduksi hasil perikanan, yaitu terdiri dari pembenihan dan pembesaran
• Usaha memproses produksi hasil perikanan
• Usaha memasarkan produksi hasil perikanan

2.1.4 Macam-Macam Budidaya
a. Polikultur
Menurut Kanisius (2002), polikultur adalah suatu sistem (cara) pemeliharaan beberapa jenis ikan dalam suatu unit atau petakan yang sama. Kesulitan pemeliharaan secara polikultur adalah pelaksanaan penangkapan hasil panen harus dilakasanakan secara manual.
Dari segi ekonomis, polikultur lebih menguntungkan, sebab, pemanfaatan waktu, lahan, dan penggunaan pakan lebih efisien. Kesulitan yang sering terjadi dalam sistem polikultur bila terjadi gangguan (serangan) hama penyakit, baik terhadap salah satu ataupun jenis keduanya. Setiap jenis ikan mempunyai kelemahannya dendiri, jadi meskippun dalam satu kolam, tidak selalu sama gangguannya. Sehinngga, kedua jenis memerlukan perlakuan yang berbeda dan perlu dilakukan dengan hati-hati (Kanisius,1992).

b. Monokultur
Menurut Kanisius (1992), benih pembesaran secara monokultur harus dipilihkan yang seragam, jika tidak, maka akn tumbuh tidak seragam pula. Benih yang besar akan tumbuh luar biasa, dan benih yang kecil akan tersisih karena tidak mendpatkan makanan. Keuntungan pemeliharaan secara monokultur adalah pengontrolannya yang mudah, pemberian pakan tambahan efisien dan penangganan bila terjadi gangguan hama/penyakit lebih mudah.
Monokultur adalah sistem pemeliharaan, dimana didalam satu kolam hanya ada satu spasies saja yang dipalihara. Pemeliharaan secara monokultur ini banyak dilakukan petani ikan di malaysia, Filipina, atau Taiwan (Avrianto dan Liviawaty, 1992).

2.1.5 Rumus Pengapuran
Pengapuran kolam ikan sangat penting. Jenis kapur yang digunakan adalah kapur tohar atau kapur pertanian atau calsium carbonat (CaCO3). Dosisnya tergantung dari jenis tanah. Dosis pengapuran pada bebepara jenis tanah : jenis tanah lempung dengan pH 5,0-5,5 dosisnya 5.400 kg/ha ; pH 5,6-6,0 dosisnya 3.600kg/ha; pH 6,1-6,5 dosisnya 1.800kg/ha. Jenis tanah pasir : Ph 5,0-5,5 dosisnya 1.800kg/ha; Ph 5,6-6,0 dosisnya 900kg/ha; dan Ph 6,1-6,5 dosisnya 0kg/ha (Anonymous, 2008).
Jenis kapur yang umum digunakan yaitu kapur kapur tohor(CaCO3), kapur yang biasa digunakan sebagai pencampur bahan bangunan. Kapur ini dapat diperoleh di toko bahan bangunan. Jumlah kapur yang harus disediakan tergantung dari kebutuhan, kolam yang luasnya 1000 m2 membutuhkan rata-rata 25-50 kg kapur (Nirhono, 2009).

2.1.6 Rumus Pemupukan
Jumlah pupuk yang digunakan tergantung dari tingkat kesuburan kolam. Dosis pemupukan awal untuk penyuburan dasar kolam adalah 100 kg/meter kuadrat. Pemupukan dapat dilakukan dengan: a) ditebarkan keseluruh permukaan dasar kolam ketika kolam dialiri sekitar 10 cm atau b) dimasukkan ke dalam kantong plastik yang berlubang halus dan dicelupkan kedalam air kolam didekat pintu masuk agar pupuk larut secara bertahap. Dosis pemupukan lanjutan adalah 20 kg /1000 meter kuadrat kolam (Anonimousa, 2010).
Pemupukan kolam dilakukan dengan tujuan untuk menumbuhkan pakan alami. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk kandang (kotoran ayam) sebesar 2 kg / 10 meter kuadrat untuk kolam tembok dan 30 kg /150 meter kuadrat untuk kolam tanah (anonymousb, 2010).

2.1.7 Tekstur Tanah yang Baik
Jenis dan tekstur tanah merupakan unsur yang penting, karena tanah tersebut harus mampu menahan tekanan air kolan dan menampungnya, sehingga rembesan air ke dasar kolam maupun ke pematang dapat ditekan seminimal mungkin. Keadaan tekstur tanah ditentukan oleh komposisi kandungan unsur-unsur pembentuk tanah, seperti presentasi kandungan liat, lempung, dan pasi. Komposisi ini harus merupakan paduan yang kokoh, kuat dan kompak sehingga tanah kolam akan mampu menahan air. Menurut beberapa pengalaman, jenis tanah tekstur tanah liat dan liat berpasir merupakan tanah yang cocok untuk pembangunan pematang kolam, karena tanah ynag terlalu banyak mengandung pasi tidak cocok untuk pembangungan kolam (Nirhono, 2009).
Tekstur tanah yang baik untuk dijadikan pematang adalah yang tidak berporus dan tidak mudah longsor. Lebar pematang antara 1-2 meter. Bentuk kolam yang ideal adalah persegi panjang. Air yang masuk kolam harus jernih dan melewati bak pengendapan (Suswanto, 2009).



2.1.8 Perbadaan Kapur Bangunan dengan Kapur Kolam
• Kapur Pertanian
Menurut Taniqu (2008), kapur pertanian merupakan kapur mineral yang berasal dari alam yang merupakan sumber hara kalsium. Kaptan yang mempunyai reaksi basa dapat menaikkan pH tanah. Kaptan yang umum banyak digunakan dalam pertanian adalah kalsit (CaCO3).
Mafaat :
 Untuk menetralkan pH tanah pada tannaman sayuran/holtikultura, dll.
 Untuk menanggulangi beberapa jenis jamur/bakteri pada tanah
Untuk menetralkan tanah gambut, sehingga akan menambah tingkat kesuburan tanah.

• Kapur Bangunan
Menurut Hendri (2009), kapur bangunan dibedakan menjadi 2 macam berdasarkan penggunaan, yaitu kapur putih dan kapur aduk. Kednya terdapat dalam bentuk kapur tohor maupun kapur padam.
 Kapur bangunan, proses pembuatannya dengan cara pembakaran dengan menggunakan tungku pembakaran pada suhu 6000C - 8000C. Panasnya terbagi rata diseluruh bagian tungku agar mendapatkan batu kapur yang baik.
 Sifat dan Fungsi kapur bangunan
• Memberikan sifat pengerasan hidrolik bila dicampur air untuk kapur hidrolis. Pada kapur udara mengerasnya kapur setelah bereaksi dengan karbon dioksida, bukan dengan air.
• Memudahkan pengolahan pada pengadukan (mortar) semen
• Mengikat kapur bebas, yang timbul pada ikatan semen
Menurut Ghufron dan Kordi (2007), pada kolam dan tambak biasa, kapur ditebar setelah pembajakan tanah. Kapur yang umum digunakan adalah kapur pertanian atau umum disebut kapur kalsit (CaCO3),. Pada saat persiapan lahan, petambak banyak menggunakan kapur gamping (CaO) dan kapur bangunan (Ca(OH)2). Kedua kapur tesebut mempunyai daya netralisasi yang tinggi. Sedangkan untuk meningkatkan pH dan alkalinitas air tambak selama pemeliharaan, petambak banyak menggunakan kapur pertanian atau dolomit (CaCO3. MgCO3). Kapur gamping (CaO) dan kapur bangunan (Ca(OH)2) tidak baik digunakan untuk tujuan meningkatkan pH tanah, karena pH yang tinggi menghambat dekomposisi bahan organik dan mikroorganisme tanah.

2.2 Kualitas Air
2.2.1 Pengertian Kualitas Air
Kualitas air adalah kondisi kalitatif air yang diukur dan atau di uji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 tahun 2003). Kualitas air dapat dinyatakan dengan parameter kualitas air. Parameter ini meliputi parameter fisik, kimia, dan mikrobiologis (Masduqi, 2009).
Menurut Acehpedia (2010), kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu terhadap air tersebut. Pengujian yang dilakukan adalah uji kimia, fisik, biologi, atau uji kenampakan (bau dan warna). Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemaliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kondisi air tetap dalam kondisi alamiahnya.


2.2.2 Hubungan Antar Kualitas Air
Menurut Lesmana (2001), suhu pada air mempengaruhi kecepatan reaksi kimia, baik dalam media luar maupun dalam tubuh ikan. Suhu makin naik, maka reaksi kimia akan ssemakin cepat, sedangkan konsentrasi gas akan semakin turun, termasuk oksigen. Akibatnya, ikan akan membuat reaksi toleran dan tidak toleran. Naiknya suhu, akan berpengaruh pada salinitas, sehingga ikan akan melakukan prosess osmoregulasi. Oleh ikan dari daerah air payau akan malakukan yoleransi yang tinggi dibandingkan ikan laut dan ikan tawar.
Manurut Anonymaus (2010), laju peningkatan pH akan dilakukan oleh nilai pH awal. Sebagai contoh : kebutuhan jumlah ion karbonat perlu ditambahkan utuk meningkatkan satu satuan pH akan jauh lebih banyak apabila awalnya 6,3 dibandingkan hal yang sama dilakukan pada pH 7,5. kenaikan pH yang akan terjadi diimbangi oleh kadar CO2 terlarut dalan air. Sehingga, CO2 akan menurunkan pH.


2.2.3 Parameter Kualitas Air
2.2.3.1 Parameter Fisika
a) Kecerahan
Kecerahan adalah parameter fisika yang erat kaitannya dengan proses fotosintesis pada suatu ekosistem perairan. Kecerahan yang tinggi menunjukkan daya tembus cahaya matahari yang jauh kedalam Perairan.. Begitu pula sebaliknya (Erikarianto,2008).
Menurut Kordi dan Andi (2009), kecerahan adalah sebagian cahaya yang diteruskan kedalam air dan dinyetakan dalam (%). Kemampuan cahaya matahari untuk tembus sampai kedasar perairan dipengaruhi oleh kekeruhan (turbidity) air. Dengan mengetahui kecerahan suatu perairan, kita dapat mengetahui sampai dimana masih ada kemungkinan terjadi proses asimilasi dalam air, lapisan-lapisan manakah yang tidak keruh, yang agak keruh, dan yang paling keruh. Air yang tidak terlampau keruh dan tidak pula terlampau jernih, baik untuk kehidupan ikan dan udang budidaya.

b) Suhu
Menurut Nontji (1987), suhu air merupakan faktor yang banyak mendapat perhatian dalam pengkajian- pengkajian kaelautan. Data suhu air dapat dimanfaatkan bukan saja untuk mempelajari gejala-gejala fisika didalam laut, tetapi juga dengan kaitannya kehidupan hewan atau tumbuhan. Bahkan dapat juga dimanfaatkan untuk pengkajian meteorologi. Suhu air dipermukaan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi. Faktor- faktor metereolohi yang berperan disini adalah curah hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin, dan radiasi matahari.
Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, karena itu penyebaran organisme baik dilautan maupun diperairan tawar dibatasi oleh suhu perairan tersebut. Suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kehidupan biota air. Secara umum, laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu, dapat menekan kehidupan hewan budidaya bahkan menyebabkan kematian bila peningkatan suhu sampai ekstrim(drastis) (Kordi dan Andi, 2009).

2.2.3.2 Parameter Kimia
a) pH
Menurut Andayani (2005), pH adalah cerminan derajat keasaman yang diukur dari jumlah ion hidrogen menggunakan rumus pH = -log (H+). Air murni terdiri dari ion H+dan OH- dalam jumlah berimbang hingga Ph air murni biasa 7. Makin banyak banyak ion OH+ dalam cairan makin rendah ion H+ dan makin tinggi pH. Cairan demikian disebut cairan alkalis. Sebaliknya, makin banyak H+ makin rendah pH dan cairan tersebut bersifat masam. pH antara 7 – 9 sangat memadai kehidupan bagi air tambak. Namun, pada keadaan tertantu, dimana air dasar tambak memiliki potensi keasaman, pH air dapat turun hingga mencapai 4.
pH air mempengaruhi tangkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan asam akan kurang produktif, malah dapat membunuh hewan budidaya. Pada pH rendah (keasaman tinggi), kandungan oksigan terlarut akan berkurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen menurun, aktivitas naik dan selera makan akan berkurang. Hal ini sebaliknya terjadi pada suasana basa. Atas dasar ini, maka usaha budidaya perairan akan berhasil baik dalam air dengan pH 6,5 – 9.0 dan kisaran optimal adalah pH 7,5 – 8,7 (Kordi dan Andi,2009).

b) Oksigan Terlarut / DO
Mnurut Wibisono (2005), konsentrasi gas oksigen sangat dipengaruhi oleh suhu, makin tinggi suhu, makin berkurang tingkat kelarutan oksigen. Dilaut, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen / DO) berasal dari dua sumber, yakni dari atmosfer dan dari hasil proses fotosintesis fitoplankton dan berjenis tanaman laut. Keberadaan oksigen terlarut ini sangat memungkinkan untuk langsung dimanfaatkan bagi kebanyakan organisme untuk kehidupan, antara lain pada proses respirasi dimana oksigen diperlukan untuk pembakaran (metabolisme) bahan organik sehingga terbentuk energi yang diikuti dengan pembentukan CO2 dan H2O.
Oksigen yang diperlukan biota air untuk pernafasannya harus terlarut dalam air. Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas, sehinnga bila ketersediaannya di dalam air tidak mencukupi kebutuhan biota budidaya, maka segal aktivitas biota akan terhambat. Kebutuhan oksigen pada ikan mempunyai kepentingan pada dua aspek, yaitu kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu dan kebutuhan konsumtif yang terandung pada metabolisme ikan (Kordi dan Andi, 2009).

C) Co2
Karbondioksida (CO2), merupakan gas yang dibutuhkan oleh tumbuh-tumbuhan air renik maupun tinhkat tinggi untuk melakukan proses fotosintesis. Meskipun peranan karbondioksida sangat besar bagi kehidupan organisme air, namun kandungannya yang berlebihan sangat menganggu, bahkan menjadi racu secara langsung bagi biota budidaya, terutama dikolam dan ditambak (Kordi dan Andi, 2009).
Meskipun presentase karbondioksida di atmosfer relatif kecil, akan tetapi keberadaan karbondioksida di perairan relatif banyak, karena karbondioksida memiliki kelarutan yang relatif banyak.

d) Amonia
Makin tinggi pH, air tambak/kolam, daya racun amnia semakin meningkat, sebab sebagian besar berada dalam bentuk NH3, sedangkan amonia dalam molekul (NH3) lebih beracun daripada yang berbentuk ion (NH4+). Amonia dalam bentuk molekul dapat bagian membran sel lebih cepat daripada ion NH4+ (Kordi dan Andi, 2009).
Menurut Andayani (2005), sumber amonia dalam air kolam adalah eksresi amonia oleh ikan dan crustacea. Jumlah amonia yang dieksresikan oleh ikan bisa diestimasikan dari penggunaan protei netto (Pertambahan protein pakan- protein ikan) dan protein prosentase dalam pakan dengan rumus :

Amonia – Nitrogen (g/kg pakan) = (1-0- NPU)(protein+6,25)(1000)
Keterangan : NPU : Net protein Utilization /penggunaan protein netto.
Protein : protein dalam pakan.
6,25 : Ratio rata-rata dari jumlah nitrogen.

e) Nitrat nitrogen
Menurut Susana (2002), senyawa kimia nitrogen urea (N-urea) ,algae memanfaatkan senyawa tersebut untuk pertumbuhannya sebagai sumber nitrogen yang berasal dari senyawa nitrogen-organik. Beberapa bentuk senyawa nitrogen (organik dan anorganik) yang terdapat dalam perairan konsentrasinya lambat laun akan berubah bila didalamnya ada faktor yang mempengaruhinya sehingga antara lain akn menyebabkan suatu permasalahan tersendiri dalam perairan tersebut.
Menurut Andayani (2005), konsentasi nitrogen organik di perairan yang tidak terpolusi sangat beraneka ragam. Bahkan konsentrasi amonia nitrogen tinggi pada kolam yang diberi pupuk daripada yang hanya diberi pakan. Nitrogen juga mengandung bahan organik terlarut. Konsentrsi organik nitrogan umumnya dibawah 1 mg/liter pada perairan yang tidak polutan. Dan pada perairan yang planktonya blooming dapat meningkat menjadi 2-3 mg/liter.

f) Orthophospat
Menurut Andayani (2005), orthophospat yang larut, dengan mudah tesedia bagi tanaman, tetapi ketersediaan bentuk-bentuk lain belum ditentukan dengan pasti. Konsentrasi fosfor dalam air sangat rendah : konsentasi ortophospate yang biasanya tidak lebih dari 5-20 mg/liter dan jarang melebihi 1000 mg/liter. Fosfat ditambahkan sebagai pupuk dalam kolam, pada awalnya tinggi orthophospat yang terlarut dalam air dan konsentrasi akan turun dalam beberapa hari setelah perlakuan.
Menurut Muchtar (2002), fitoplankton merupakan salah satu parameter biolagi yang erat hubungannya dengan fosfat dan nitrat. Tinggi rendahnya kelimpahan fitoplankton disuatu perairan tergantung tergantung pada kandungan zat hara fosfat dan nitrat. Sama halnya seprti zat hara lainnya, kandungan fosfat dan nitrat disuatu perairan, secara alami terdapat sesuai dengan kebutuhan organisme yang hidup di perairan tersebut.

2.2.4 Kualitas Air yang Baik
Menurut O-fish.com (2010), ada lima syarat utama kualitas air yang baik untuk kehidupan ikan :
• Rendah kadar amonia dan nitrit
• Bersih secara kimiawi
• Memiliki pH, kesadahan, dan temperatur yang memadai
• Rendah kadar cemaran organik
• Stabil
Apabila persyaratan tersebut diatas dapat dijaga dan dipelihara dengan baik, maka ikan yang dipelihara mampu memelihara dirinya sendiri, terbebas dari berbagai penyakit, dan dapat berkembang biak dengan baik.
Menurut Agromedia (2007), air yang baik untuk pertumbuhan lele dumbo adalah air bersih yang berasal dari sungai, air hujan, dan air sumur. Pemanfaatan sumber air harus harus dikelola dengan baik terutama kualitas dan kuantitas. Kualitas air sangat mendukung pertumbuhan lele dumbo. Oleh karena itu, aor yang digunakan harus banyak mengandung zat hara, serta tidak tercemar olah racun dan zat rumah tangga lainnya.
2.2.5 Efek Kualitas Air
Air dari alam atau natural water secara foundamental akan berbeda kondisinya dengan air dari tempat budidaya, terutama sistem tertutup yang menggunakan akuarium atau bak, berdasarkan sifat kimia maupun biologi. Jumlah ikan ditempat budidaya umumnya jauh lebih banyak dibandingkan jumlah air. Akibatnya, material hasil metrabolisme yang dikeluarkan ikan tidak dapat mengurai seimbang. Artinya, waktu penguraian metabolit secara alami tidak mencukupi karena jumlahnya cukup banyak. Oleh karena itu, air tidak dapat atau sulit kembali menjadi baik dan cenderung menghasilkan substannsi atau bahan metabolit yang berbahaya bagi ikan (Lesmana, 2001).
Menurut O-fish (2010), kualitas air secara umum menunjukkan mutu atau kondisi air yang dikaitkan dengan suatu kagiatan atau keperluan tertentu. Dalam lingkup akuarium, kulitas air secara umum mengacu pada kandungan polutan atau cemaran yang terkandung dalam air dalam kaitannya untuk menunjang kehidupan ikan dan kondisi ekosstem yang memadai.
Menurut Susanto (2002), suatu limbah yang mengandung beban pencemar masuk ke lingkungan perairan dapat menyebabkan perubhan kualitas air. Salah satu efeknya adalah menurunya kadar oksigen terlarut yang berpengaruh terhadap fungsi fisiologis organisme akuatik. Air limbah memungkinkan mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang dapat menyebabkan penyakit infeksi dan tersebar ke lingkungan.



2.3 Konversi Pakan
2.3.1 Pengertian Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah berkaitan dengan masalah perubahan besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel organ maupun individu yang bisa diukur dengan berat, ukuran panjang, umur tulang, dan keseimbangan metaboliknya (Creasoft, 2008).
Pertumbuhan (growth) dapat diartikan sebagai perubahan secara kuantitatif selama siklus hidup yang bersifat tak terbalikkan (irrevesible). Bertambah besar ataupun bertambah berat, atupun bertambah bagian akibat adanya penambahan unsur-unsur struktural (Yulianita, 2009).

2.3.2 Faktor- Faktor Pertumbuhan
Menurut Lesmana dan Dharmawan (2006), cara pemeliharaan menentukan cepat lambatnya pertumbuhan ikan. Faktor yang mempengaruki pertumbuhan ikan antara lain : ketirunan, pertumbuhan kelamin dan umur, serta kerentanan terhadap penyakit. Pada pemeliharaan ikan, kualitas air, kepadatan ikan erta jumlah kualitas dan kuantitas pakanpun harus selalu duperhatikan. Jumlah dan kuantitas pakan merupakan faktor penting. Bila pakannya terlalu sedikit, maka ikan akan sukar tumbuh dan jika terlalu banyak, kondisi air akan menjadi jelek.
Menurut Khairuman dan Amri (2002), pakan merupakan unsur terpenting dalam menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Pakan yang baik harus dapat memenuhi persyaratan : pakan harus bisa dimakan ikan, pakan harus mudah dicerna, dan dapat diserap tubuh ikan. Apabila persyartan tersebut dipenuhi, pemberian pakan akan memberikan manfaat yang optimal bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan.
Perkembangan menyangkut adanya proses pematangan sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sisterm organ yang berkembang sedemikian rupa, sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya, termasuk juga emosi, intelektual, dan tingkah laku sebagai interaksi dengan lingkungan (Lesmana dan Dermawan, 2006).

2.3.3 Fungsi Makanan
Pakan atau makanan merupakan unsur yang epnting dalam budidaya ikan. Oleh karena itu, pakan yang diberikan harus memenuhi standart nutrisi (gizi) bagi ikan agar kelangsungan hidupnya tinngi dan pertumbuhannya cepat. Pakan yang baik memiliki komposisi zat gizi yang lemgkap seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Pemberian pakan yang nilai nutrisinya kurang baik dapat menurunkan kelangsungan hidup ikan dan pertumbuhannya akan lambat (tumbuh kerdil), bahkan dapat menimbulkan penyakit yang disebabkan oleh kekurangan gizi (malnutrition). Banyaknya zat-zat gizi yang diperlukan ikan untuk pertumbuhannya berbeda-beda, tergantung pada jenis ikan, ukuran besar ikan, dan kondisi lingkungan hidup ikan (Kanisius, 2001).
Pakan merupakan faktor yang penting dalam usaha pembesaran budidaya ikan. Dalam usaha pembesaran, ikan diharuskan tumbuh hingga menncapai ukran pasar. Untuk itu, ikan harus makan, tidak sekedar mempertahankan kondisi tubuh., tetapi juga untuk menumbuhkan jaringan otot atau daging (pertumbuhan somatis). Jumlah dan jenis pakan yang dikonsumsi oleh ikan akan menantukan asupan energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan daging. Intake pakan bisa menggambarkan nafsu ikan ini dipengaruhi oleh kualitas air (Effendy, 2004).


2.3.4 Pengertian FCR, GR, SR
• FR (Feeding Rate)/ Jumlah Pakan
Menurut Effendy (2004), pakan diberikan kepada ikan kultur sesuai dangan kebutuhan dan dapat memberikan pertumbuhan dan efisiensi pakan yang tinngi. Kebutuhan pakan harian dinyatakan sebagai tingkat pemberian pakan (feeding rate) per hari yang ditentukan berdasarkan prosentase dari bobot ikan. Tingkat pemberian pakan ditentukan oleh ukuran ikan. Semakin besar ukuran ikan, maka feeding rate-nya semakin kecil, tetapi jumlah pakan hariannya semakin besar. Secar berkala, jumlah pakan harian ikan disesuaikan (adjusment) dengan pertambahan bobot ikan dan perubahan populasi.

• FCR (Feed Convention Ratio)
Menurut Effendy (2004), Feed Convertion Ratio adalh suatu ukuran yang menyatakan ratio jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg ikan kultur. Nilai FCR=2 artinya untuk memproduksi 1 kg daging ikan dalam sistem akuakultur maka dibutuhkan 2 kg pakan. Semakin besar nilai FCR, maka semakin semakin banyak pakan yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 kg ikan daging kultur. FCR seringkali dijadikan indikator kinerja teknis dalam mengevaluasi suatu usaha akuakultur.
Menurut Djarijiah (2004) dalam my.opera.com (2010), pengukuran kualitas pakan dilakukan dengan membandingkan jumlah pakan yang diberikan dengan (pertambahan) berat ikan yang dihasilkannya dan dinyatakan sebagai food Converty Ratio (FCR). Rumus FCR adalah :
FCR = F (jumlah total pakan yang diberikan selama pemeliharaan)
(Wt - D) – Wo ( Wo = berat total awal ikan pemeliharaan)

• GR (Grow Rate)
Menurut Laksana (2007), pertumbuhan mutlak adalah laju pertumbuhan total ikan. Rumus untuk mencari pertumbuhan total adalah :
GR = (Wt –Wo) / t
Keterangan :
Gr = Growth Rate/ pertumbuhan mutlak
Wt = Bobot rata-rata akhir (gr/ekor)
Wo = bobot rata-rata awal (gr/ekor)
Menurut Siman (2010), growth rate adalah jumlah dari kenaikan maka sebuah spesifik variabel petumbuhan diiringi dengan periodenya dan koneksinya. Growth rate berpengaruh dalam bidang ekonomi untuk pendistribusi, dan pemelihara ikan. Bagaimanapun Growth rate tadak selalu berarti sebuah kenaikan yang tinggi dari pertumbuhan di masa mendatang.

• SR (Survival Rate)
Menurut Ghufron (2009), kelangsungan hidup atau sintasan (survival rate) adalh prosentase jumlah biota budidaya yang hidup dalam kurun waktu tertentu. Untuk menghitung kelangsungan hidup atau sintasan dapat digunakan rumus sebagai berikut :
S = Nt / No  100%
Keterangan : S = Kelangsungan hidup (%)
Nt = Jumlah biota pada saat panen (ekor)
No = Jumlah biota pada saat penebaran (ekor)
Sintasan ikan dipengaruhi olah faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik yaitu : kompetitor, parasit, umur, predasi, kepadatan populasi, kemampuan adaptasi dari hewan dan penangganan manusia, sedangkan faktor abiotik meliputi sifat fisika dan sifat kimia perairan(Rika,2008).

2.3.5 Hubungan Pakan dengan Pertumbuhan
Zat makanan terpenting yang diperlukan ikan untuk pertumbuhan adalah zat protein. Jumlah dan kualitas protein sangat berpengaruh tehadap tingkat pertumbuhan ikan karena pratei bagi ikan adalah merupakan sumber energi yang paling penting. Pertumbuhann ikan dapat dipercepat dengan pemberian pakan yang mengandung protein tinggi (30%-40%) karena protein merupakan bagian terbesar dari daging ikan. Zat protein digunakan hewan untuk pemeliharaan tubuh, pembentukan jaringan tubuh, penambahan protein tubuh, dan penggantian jaringan yang rusak (Kanisius, 2001).
Pakan akan diprises dalam tubuh ikan dan unsur-unsur nutrisi atau gizinya akan diserap untuk dimanfaatkan membangun jaringan dan daging, sehingga pertumbuhan ikan akan terjamin. Kecepatan laju pertumbuhan ikan sangat dipengaruhi oleh jenis dan kualitas pakan yang diberikan berkualitas baik, jumlahnya mencukupi, kondisi lingkungan mendukung, dapat dipastikan laju pertumbuhan ikan akan menjadi cepat sesuai dangan yang diharapkan (Khairuman dan Amri, 2002).









3.METODOLOGI

3.1. Alat dan Fungsi
A. Pengelohan tanah
• Cangkul
Berfungsi untuk membalikkan tanah agar kandungan hara terangkat ke atas.
• Sabit
Berfungsi untuk membersihkan sisi kolam yang dipenuhi rumput.
• Cetok
Berfungsi untuk meratakan tanah dibagian sisi-sisi kolam.
• Gerobak dorong
Berfungsi untuk mengangkut pupuk, kapur dan juga rumput yang sudah dipotong.

B. Pengolahan kolam monokultur
• Sapu lidi
Berfungsi untuk membersihkan lumpur pada kolam.
• Sekrup
Berfungsi untuk membantu mendorong lumpur menuju saluran pembuangan.

• Ember
Berfungsi untuk membantu menyiram air pada kolam yang dibersihkan.

3.2. Bahan dan Fungsi
A. Pengolahan tanah
• Pupuk organik 32 kg
Berfungsi untuk menumbuhkan pakan alami (plankton) dan menyubur tanah.
• Pupuk organik 8 kg
Berfungsi untuk menumbuhkan pakan alami pada kolam monokultur.
• Air
Berfungsi untuk mengisi kolam.
• Kapur pertanian
Berfungsi untuk meningkatkan pH tanah, untuk mempercepat penggunaan bahan organik dan membunuh hama dan penyakit.


3.3 Skema Kerja
A. Pengolahan tanah kolam polikultur


Dikeringkan 3-7 hari
Dicangkul secara merata
Dibersihkan dari rumput
Dilapisi tepian kolam dengan lempung
Diberi kapur pertanian sesuai dengan dosis yang ditentukan
Diratakan dengan cara di injak-injak
Diberi pupuk organik dosis 250 gr/m²
Diairi hingga ± 150 cm
Dibiarkan selama ± 7 hari



B. Pengolahan tanah kolam monokultur


Disiapkan kolam
Dialiri air
Dibuka saluran Pembuangan
Dibersihkan kolam dan lumpur
Ditutup Saluran Pembuangan
Dialiri air
Diberi pupuk organik yang dibungkus dengan karung ditanah sebanyak 8 kg pada bagian pojok kolam
Diisi air




3.4 Alat dan fungsi parameter
•Parameter fisika
Alat - alat yang digunakan dalam pratikum Dasar-Dasar Aquaculture tentang parameter fisika antara lain :
a. Suhu
• Termometer Hg : Untuk mengetahui suhu suatu perairan.

b. Kecerahan
• Secchi disk : Untuk mengetahui kecerahan suatu perairan.

• Parameter kimia
Alat yang digunakan dalam pratikum Dasar-Dasar Aquaculture tentang parameter kimia antara lain :
a) DO
 Botol DO : Untuk tempat sampel airyang akan diamati
DOnya.
 Buret : Sebagai tempat larutan titran (Na-thiosulfat).
 Statif : Sebagai tempat meletakkan buret pada saat
titrasi.
 Corong : Alat untuk memasukkan larutan titran ke dalam
buret.
 Pipet tetes : Untuk mengambil dan memindahkan larutan.
 Nampan : Sebagai tempat alat dan bahan.


b) Orthofosfat
 Gelas ukur 100ml : Untuk mengukur volume sampel.
 Beaker glass 100ml : Sebagai tempat menghomogenkan air
sampel dengan amonium molybdate
 Pipet tetes : Mengambil dan memingahkan larutan.
 Spektrofotometer : Untuk mengukur panjang gelombang.
 Washing bottle : Sebagai tempat aquadest.
 Cuvet : Sebagai wadah sampel yang akan diukur
panjang gelombangnya.
 Nampan : Sebagai tempat alat dan bahan.

c) Nitrat-nitrogen
 Hot plate : Untuk memanaskan air sampel hingga
berkerak.
 Beaker glass 250ml: Untuk wadah sampel yang akan diamati.
 Gelas ukur 100ml : Untuk mengukur volume sampel.
 Pipet tetes : Untuk mengambil dan memingahkan larutan.
 Spatula : Untuk menghomogenkan larutan.

d) Amonia
 Beaker glass 100ml: Sebagai wadah laritan.
 Pipet tetes : Untuk mengambil atau memindahkan larutan.
 Cuvet : Sebagai wadah sampel yang akan diukur panjang gelombangnya.
 Nampan : Sebagai tempat alat dan bahan.


e) CO2
 Erlemenyer : Sebagai tempat mereaksikan larutan.
 Pipet tetes : Untuk memindahkan atau mengambil
larutan.
 Statif : Untuk menyangga buret.
 Buret : Sebagai wadah cairan titran.
 Nampan : Sebagai tempat alat dan bahan.

f) pH
 Kotak standart : untuk mencocokkan hasil di pH paper.

3.5 Bahan dan Fungsi setiap parameter
• Parameter fisika
a. Suhu
 Air kolam : Sebagai tempat pengamatan suhu.

b. Kecerahan
 Air kolam : Sebagai temprt yang diamati kecerahannya.

• Parameter kimia
a) DO
 Air kolam : Sebagai sampel yang akan diamati Donya.
 Larutan MnSO4 : Mengikat O2
 Laruran NaOH+KI : Untuk membentuk endapan coklat dan
melepas I2
 Larutan H2SO4 : Indikator asam dan melarutkan endapan coklat.
 Larutan amilum : Indikator basa dan membentuk warna
ungu kehitam-hitaman.
 Larutan Na-thiosulfat : Sebagai larutan titran pada saat titrasi.
 Tissue : Membersihkan alat-alat yang akan
digunakan.

b) Ortofosfat
 Air kolam : Sebagai sampel yang akan diamati.
 Larutan Amonium Molybdate : Untuk mengikat phospat
 Larutan SnCl 4 tetes : Sebagai indikator warna biru bening dan
basa.
 Aquadest : Sebagai pengkalibrasian.
 Tissue : Membersihkan alat yang digunakan.

c) Nitrat-nitrogen
 Air kolam : Sebagai sampel yang diamati
 Larutan asam fenol disulfonik 1ml : Untuk melarutkan kerak.
 Aquadest : Untuk pengeceran larutan.
 Larutan NH4OH 10 tetes : Sebagai Indikator basa.
 Tissue : Mengeringkan alat yang digunakan.

d) CO2
 Air kolam : Sebagai sampel yang diamati.
 Indikator PP : Untuk membentuk warna pink.
 Larutan Na2CO3 : Sebagai larutan titran.
 Tissue : Untuk membersihkan alat yang akan
digunakan.

e) Amonia
 Air kolam : Sebagai yang diamati.
 Larutan Nessler 1ml : Sebagai pengikat amonia.
 Aquadest :Sebagai pengkalibrasian pada spektrofotometer.
 Tissue : Untuk mengeringkan alat yang digunakan.

f) pH
 PH paper : Sebagai uji besarnya pH suatu perairan.
 Air kolam : Sebagai sampel yang diamati.

3.6 Prosedur kerja
• Parameter Fisika
a) Suhu

Dicelupkan kedalam perairan dengan membelakangi cahaya matahari
Ditunggu selama 2 - 3 menit, usahakan tidak menyentuh termometer
Diambil termometer dengan cepat
Diamati skalanya
Dicatat hasilnya dengan satuan ⁰C


b) Kecerahan

Dicelupkan keperairan dengan memegang talinya
Diturunkan secara perlakuan sampai tidak terlihat pertama kali sebagai D1
Ditenggelamkan sampai benar-benar tidak tampak
Diangkat perlahan sampai terlihat pertama kali dan ditandai sebagai D2
Dilihat nilai D1 dan D2
Dihitung dengan rumus


Dicatat hasilnya













• Parameter kimia
a) DO / Oksigen Terlarut

Diukur dan dicatat volume botol DO
Dimasukkan dalam air yang akan diukur dengan posisi miring agar tidak ada gelembung
Ditutup dalam air
Diangkat ke darat dan dibolak-balik, jika ada gelembung. Diulangi lagi
Dibuka tutup botol DO


Ditambah 2ml MnSO₄ dan 2ml NaOH+KI
Dihomogenkan
Didiamkan sampai terbentuk endapan coklat
Dibuang air bening diatas endapan coklat
Ditambah 2ml H₂SO₄ pekat
Dihomogenkan sampai endapan larut
Ditambahkan 3-4 tetes amilium
Dihomogenkan hingga bewarna ungu kehitam-hitaman
Dititrasi dengan Na-thiosulfat 0,025 N
Dihitung selisih volume titran
Dihitung dengan rumus :


Dicatat hasilnya
b) Ortofosfat

-Diukur volume 50 ml dalam gelas ukur
-Dimasukkan ke dalam beaker glass
-Ditambah 2ml amonium molybdate
-Dihomogenkan
-Ditambahkan 5 tetes SnCL dan dihomogenkan
-Diukur dengan spektrofotometer


-Ditekan power
-Ditunggu hingga “method”
-Ditekan panjang gelombang 480 (amonium molybdate)
-Dienter
-Dimasukkan aquadest 10 ml dalam cuvet
-Ditekan zero sampai 0,0
-Dibuang aquadest
-Diisi larutan orthofosfat
-Dienter






c) CO2
 Tidak terdapat CO2

-Dimasukkuan dalam erlemenyer
-Ditambahkan 1-2 tetes indikator PP
-Dihomogenkan
-Terbentuk warna pink


 Terdapat CO2

-Dimasukkan dalam erlemenyer
-Ditambahkan 1-2 tetes indikator PP
-Dihomogenkan
-Tidak terbentuk warna pink
-Dititrasi dengan Na2CO3 sampai berubah warna pink
-Dihitung selisih voleme titran awal dan akhir
-Dihitung kadar CO2 dengan rumus
-CO2 (mg/l) = Vtitran x Ntitran x 22x 1000
Ml air sampel





d) PH

-Dicelupkan didalam perairan ± 1 menit
-Dikibas-kibaskan hingga kering
-Dicocokkan dengan kotak PH standart
-Dicatat hasilnya




















e) Nitrat nitrogen

-Diukur 25ml dalam gelas ukur
-Dimasukkan dalam beaker glass
-Dipanaskan sampai berkerak dengan hotplate
-Didinginkan
-Ditambahkan 1ml asam fenol disulfonik
-Dihomogenkan dengan spatula
-Ditambahkan 10 ml aquadest
-Ditambahkan 10 tetes NH4OH
-Dihomogenkan
-Diencerkan dengan 100ml aquadest
-Dihomogenkan
-Diukur panjang gelombang dengan spetrofotometer

-Ditekan power
-Ditunggu hingga “method”
-Ditekan panjang gelombang 353 (asam fenol disulfunik)
-Dienter
-Dimasukkan aquadest 10 ml dalam cuvet
-Ditekan zero sampai 0,0
-Dibuang aquadest
-Diisi larutan nitrat nitrogen
-dienter

f) Amonia

-Diukur volume 25ml dengan gelas ukur dan disaring
-Dimasukkan kedalam beaker glass
-Ditambahkan 1 ml larutan nessler
-Dibiarkan hingga terbentuk endapan
-Diukur panjang gelombang dengan spetrofotometer
-Diambil bagian yang penting

-Ditekan power
-Ditunggu hingga “method”
-Ditekan panjang gelombang 430( nessler)
-Dienter
-Dimasukkan aquadest 10 ml dalam cuvet
-Ditekan zero sampai 0,0
-Dibuang aquadest
-Dibersihkan cuvet dan dikeringkan dengan tissue
-Diisi larutan amonia
-Dienter




4. PEMBAHASAN








4.2 PERHITUNGAN
• Luas kolam monokultur = 32 m2
• Ukuran lele(benih) = 8 – 12 cm
Berat sampel 10 ekor = 30 gram, berat rata-rata ikan = 3 gram
• Padat penebaran = 700 ekor

 SR(Survival Rate)
Nt = Jumlah benih yang di panen(77 ekor)
No= jumlah benih yang ditebar(700 ekor)
SR = Nt x 100 %
No
= 77 x 100%
700
= 11 %

 FCR (Food Convertion Rate)
FCR = ∑ bobot pakan selama pemeliharaan
∑ bobot ikan setelah panen
= 1876 gr
960 gr
= 1.954 gr




 GR (Growth Rate)
Wt = berat akhir ikan (sampel 10 ekor = 157 gr) @ = 15,7 gr
Wo= berat ikan awal (sampel 10 ekor ikan = 30 gr) @ = 3 gram
t= lama hari (21 hari)
GR = Wt – Wo x 100 %
t
= 5,9 – 1,85 x 100 %
21
= 4,05 x 100 %
21
= 0,193 x 100 %
= 19,3 %














5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum dasar-dasar Aquqculture adalah sebagai berikut :
• Aquaculture adalah bentuk kegiatan pemeliharaan dan penangkaran biota akuatik di lingkungan terkontol maupun semi terkontrol
• Pengelolaan tanah adalah proses dimana tanah dilembekkan atau digemburkan, dengan tujuan mengangkat unsur hara dan menjaga kesuburan tanah
•Tujuan pengapuran adalah mempertahankan kestabila pH tanah, dan memberantas penyakit
• Pemupukan bertujuan menghasilkan pakan alami
• Kegiatan budidaya meliputi pembenihan dan pembesaran, penanganan hasil panen, serta bagian pemasaran
• Macam budidaya ada dua, yaitu polikultur dan monokultur
• Polikultur merupakan pemeliharaan beberapa ikan jenis dalam satu petakan
• Monokultur adalah pemaliharaan ikan dalam satu petakan
• Kualitas air adalah kondisi kualitatif yang diukur berdasarkan parameter tertentu
• Kualitas air yang baik : rendah amonia dan nitrit, bersih secara kimiawi, dan rendah kadar cemaran anorganik
• Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah pemeliharaan, kualitas air dan pakan, kerentanan terhadap penyakit, serta padat penebaran
• Nutrisi dan gizi pakan akn diserap untuk membangun jaringan dan daging, sehingga pertumbuhan akan terjamin

5.2 Saran
Dalam praktikum dasar- dasar Akuakultur sebaiknya jarak antara penabaran dan panen jangan terlalu dekat, sehingga kita dapat mengetahui pertumbuhan ikan, apakah dapat tumbuh secara optimum atau tidak.





















DAFTAR PUSTAKA
Agricoach. Perlakuan Pengolahan Tanah. http://agricoach-inc.com/?page_id=136
Agromedia.2007.http://www.agromedia.net/Info/kualitas-air-mendukung-pertumbuhan-lele-dumbo.html
Andayani, S. 2005. Manajemen Kualitas Air Untuk Budidaya Perairan. Universitas Brawijaya : Malang
Anonymous a.2010.http://www.bi.go.id/sipuk/id/?id=4&no=40412&idrb=43801
Anonymous b .2010.http://solusiikanmas.blogspot.com/2008/03/pengapuran-kolam.html
Bromage, N.R. 1988. Fish Farming. Blackwell science ltd. USA
Creasoft.2008. Pengertian Pertumbuhan. http://creasoft.files.wordpress.com /2008 /04/kep_tumbang.pdf
Darijiah.2006. Pengukuran Kualitas Pakan.
http://my.opera.com/sampahbermanfaat/blog/indeks.dml
Effendy, Hafni.2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius : Jogjakarta.
Effendi, Irzal. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya : Jakarta
Erik.2008.ParameteFisikaKimia.http://erkarianto.wrordpress.com/2008/01/10/parameter-fisika-kimiaperairan/Diakses pada tanggal 24Mei 2010 pukul 20.44 WIB
Ghufron dan Kordi. 2009. Pengelolaan Kualitas Air. Rineka Cipta : Jakarta
Hendri.2008.http://hendri.blogspot.com/materi-tekhnologi-bahan-konstruksi.html
Kanisius. 1992. Membudidayakan Gurame Secara Intensif. IKAPI : Jogjakarta
Kanisius.2001. Budidaya Ikan di Perairan Umum. IKAPI : Jogjakarta
2002. Budidaya Nila Gift secara Intensif. IKAPI: Jogjakarta
Khairuman dan Amri Khairul. 2002. Membuat Pakan Ikan Konsumsi. Agromedia Pustaka : Jakarta
Kordi, K Ghufron dan Andi Baso Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta : Jakarta
Kordi, K Ghufron dan Andi Baso Tancung. 2009. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta : Jakarta
Lesmana, Darti Satyani.2001. Kualitas Air Untuk Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta
Leugeu.2010.Pengertian-dan-Ruang-Lingkup-Akuakultur.http://leugeu.wordpress. com/19/
Lesmana, Darti Satyani dan Iwan Dermawan. 2006. Kunci Keberhasilan Budidaya Ikan Hias. Penebar Swadaya : Jakarta
Masduqi, Ali.2009. Parameter Kualitas Air. www.masduqiali.blogspot.com
Muchtar, Muswerry. 2002. Fluktasi Fosfat dan Nitrat Pada Musim Peralihan di Teluk Banten, Jawa Barat. LIPI : Jakarta
Nirhono.2009.Pengapuran.http://nirhono.wordpress.com/2009/07/24/wadah-budidaya-ikan-koi-dan-koki/
Nontji, Anugerah. 2005. Laut Nusantara. Djambatan : Jakarta
Ofish.2010.ParameterUmumKualitasPerairan.http://www.ofish.com/Air/kualitas_air.php. Diakses pada tanggal 24 Mei 2010 pukul 20.44 WIB
Pillay, T.V.R. 1990. Black Well Science. United Kingdom Trade Mark Registry : USA
Rika.2008. Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Unila : Lampung
Susana, Tjutju. 2002. Nitrogen – Urea di Perairan Teluk Banten. LIPI : Jakarta
Susanto, G.Nugroho. 2002. Hasil Olahan Limbah Rumah Sakit dan Dampaknya Terhadap Laju Pertumbuhan Spesifik dan Sintasan Ikan Nila (Oreochromis Niloticus).Unila : Lampung
Susanto, Heru. 2006. Budidaya Ikan di Pekarangan. Penebar Swadaya : Jakarta
Soeseno, Slamet. 1983. Budidaya ikan dan Udang dalam Tambak. Gramedia : Jakarta
Taniqu. 2008. http://www.taniqu.blogspot.com/kptan20%kapur20%pertanian/
Wibisono, M.S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Grasindo : Jakarta
Wikipedia.2010. Pengolahan Tanah.http://id.wikipedia.org/wiki/pengolahan_tanah
Yulianita,Ninit.2009.Pertumbuhan.http://ninityulianita.wordpress.com/2009/09/11/pengertian-pertumbuhan

laporan oceanography

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang
Laut Indonesia memiliki luas lebih kurang 5,6 juta km2 dengan garis pantai sepanjang 81.000 km dengan potensi sumber daya terutama perikanan laut yang cukup besar baik dari kualitas maupun elevensitasnya, selain itu Indonesia tetap berhak untuk berpatisispasi diluas batas 200 mil dan ZEE, serta pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan alam dasar laut perairan internasional di luar batas kontinen (Prajitno, 2009).
Oseanografi dapat didefinisikan secara sederhana sebagai suatu ilmu yang mempelajari lautan ilmu ini semata-mata bukanlah merupakan suatu ilmu yang murni, tetapi merupakan perpaduan dari bermacam-macam ilmu dasar yang lain. Ilmu-ilmu yang lain termasuk didalamnya ialah ilmu tanah (geology), ilmu bumi (geography), ilmu fisika (physic), ilmu kimia (chemistry), ilmu hayat (biology), dan ilmu iklim (meterology) (Hutabarat dan Evans, 2008).
Oseanografi berasal dari bahasa Yunani, oceanos yang berati laut dan graphos yang berati gambaran atau diskriptis secara sederhana, oceanografi dapat diartikan sebagai gambaran atau diskripsi tentang laut (Wikipedia, 2009).

1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dari pratikum oseanografi yaitu agar mahasiswa dapat mengetahui faktor-faktor kualitas air seperti pH, suhu, salinitas, kecerahan, sifat optis air, gelombang, serta pasang surut.
Tujuan dilaksanakan praktikum oseanografi yaitu agar mahasiswa dapat melaksankan pengukuran kualitas laut baik dari parameter fisika dan parameter kimia.

1.3. Waktu dan Tempat
Praktikum oseanografi dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 22 Mei 2010, pada pukul 07.00 - 17.00 WIB. Di Pelabuhan Tanjung Tembaga Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perairan Laut
Air di laut merupakan campuran dari 96,5% air murni dan 3,5% material lainnya seperti garam-garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-partikel tak terlarut. Sifat-sifat fisis utama air laut ditentukan oleh 96,5% air murni (Subagio, 2010).
Lingkungan laut selalu berubah atau dinamis. Cepat atau lambat perubahan itu sama-sama mempunyai pengaruh, yakni kedua sifat perubahan tersebut akan mengubah intensitas faktor-faktor lingkungan. Perubahan apapun yang terjadi akan baik bagi suatu kehidupan dan buruk bagi kehidupan yang lain. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kehidupan di laut diantaranya faktor lingkungan. Faktor-faktor lingkungan maupun air, salinitas, suhu dan cahaya (Rumimohtarto, 2009).

2.2. Parameter Fisika
2.2.1. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor pembatas terhadap ikan-ikan atau biota akuatik. Suhu dapat mengendalikan fungsi fisiologis organisme dan berperan secara langsung atau tidak langsung bersama dengan komponen kualitas air lainnya mempengaruhi kualitas akuatik. Temperatur air mengendalikan spawning dan hatching, mengendalikan aktivitas, memacu atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan, menyebabkan air menjadi panas atau dingin sekali secara mendadak. Temperatur air juga mempengaruhi berbagai macam reaksi fisika dan kimiawi di dalam lingkungan akuatik (Sovisa, 2009).
Menurut Nontji (1987), suhu air permukaan di perairan nusantara kita umumnya berkisar antara 28 - 31oC. Suhu air didekat pantai biasanya sedikit lebih tinggi daripada yang di lepas pantai.
Peningkatan suhu perairan mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan valurisasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan gas di dalam air, misalnya gas O2, CO2, N2, CH4 dan sebagainya (Hassam Efendi, 2009).


2.2.2. Kecepatan Arus
Arus adalah gerakan mengalir suatu massa air ke arah tertentu. Arus ini bisa sehangat 30oC atau sedingin -2oC, tergantung darimana air tersebut berasal, dan lebar arus bisa lebih dari 60 km. Sebagian besar arus bergerak dengan kecepatan 10 km per hari, meskipun untuk beberapa jenis arus dapat bergerak lebih cepat. Arus membawa banyak sekali air ke seluruh penjuru bumi, mempengaruhi dan membantu mengatur iklim. Arus terdapat di permukaan maupun di samudera yang dalam. Arus mempunyai arti yang sangat penting dalam menentukan arah pelayaran bagi kapal (Kurniawan et,al., 2009).
Arus laut (sea current) adalah gerakan massa air laut dari tempat ke tempat lain baik secara vertikal (gerakan ke atas) maupun secara horisontal (gerakan ke samping). Menurut letaknya arus dibedakan menjadi dua yaitu arus atas dan arus bawah. Arus atas adalah arus yang bergerak di permukaan laut, sedangkan arus bawah adalah arus yang bergerak di bawah permukaan laut (Hanafi, 2009).


2.2.3. Kecerahan dan Sifat Optis Air
 Kecerahan
Dengan mengetahui kecerahan suatu perairan, kita dapat mengetahui sampai dimana masih ada kemungkinan terjadi proses asimilasi dalam air, lapiran-lapisan manakah yang paling keruh, yang agak keruh dan yang paling keruh (Kordi dan Andi, 2007).
Faktor kecerahan ini berhubungan dengan penetrasi cahaya. Kecerahan perairan tinggi, berarti penetrasi cahaya yang tinggi dan ideal untuk memicu produktivitas perairan yang tinggi pula (Dedi, 2009).
 Sifat Optis Air
Sifat optis air sangat berhubungan dengan intensitas matahari, hal ini berkaitan dengan besar sudut penyinaran yang terbentuk. Cahaya yang tiba di permukaan air sebagian akan dipantulkan, sebagian akan diteruskan. Pada permukaan laut yang bergelombang cahaya sebagian dipantulkan dihamparkan, sinar yang diteruskan sebagian akan diabsorbsi air (Naylor, 2002).
Kekeruhan menggambarkan sifat optis air yang ditentukan berdasarkan benyaknya cahaya yang diserap oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut, maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain (Ansori, 2010).

2.2.4. Pasang Surut
Pasang surut adalah gerakan naik turunnya permukaan laut (sea level) secara periodik yang ditimbulkan oleh adanya gaya tarik menarik dari benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan terhadap massa air bumi (Kurniawan et,al., 2008).
Pasang surut air laut (ocean side) merupakan bentuk gerakan air laut yang terjadi karena pengaruh gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi. Hal ini didasarkan pada bunyi hukum yaitu “dua benda akan terjadi saling tarik menarik dengan kekuatan yang berbanding terbalik dengan pagkat dua jaraknya”. Berdasarkan hukum tersebut berarti makin jauh jaraknya makin kecil daya tariknya, karena jarak dari bumi ke matahari lebih jauh daripda jarak ke bulan. Maka pasang surut permukaan air laut lebih banyak dipengaruhi oleh bulan (Hanafi, 2009).

2.2.5. Gelombang
Gelombang laut atau ombak merupakan gerakan air laut yang paling umum dan mudah diamati. Helmoles menerangkan prinsip dasar terjadinya gelombang laut sebagai berikut, “jika ada dua massa benda kerapatannya (densitasnya) bergesekan satu sama lain, maka pada bidang gerakannya akan terbentuk gelombang”. Gelombang terjadi karena beberapa sebab, antara lain angin, menabrak pantai, atau gempa. Berdasarkan gerakan permukaannya, gelombang dapat dikelompokkan sebagai berikut: gerak osilasi, gerak transiasi, gerak swash dan back swash (Hanafi, 2009).
Menurut Hutabarat dan Stewart (2008), gelombang selalu menimbulkan sebuah ayunan air yang bergerak tanpa henti-hentinya pada lapisan permukaan laut dan jarang dalam keadaan sama sekali diam. Hembusan angin sepoi-sepoi pada cuaca yang tenang sekalipun sudah cukup dapat menimbulkan riak gelombang. Sebaliknya dalam keadaan dimana terjadi badai yang besar dapat menimbulkan gelombang besar yang dapat mengakibatkan suatu kerusakan hebat pada kapal-kapal atau daeah-daearah pantai.

2.3. Parameter Kimia
2.3.1. pH
pH adalah cerminan dan derajat keasaman yang diukur dari jumlah ion hidrogen menggunakan rumus umum pH=-log (H+). Air murni terdiri dari ion H+ dan OH- dalam jumlah berimbang hingga pH air murni biasa. Makin banyak ion OH- dalam cairan makin rendah ion H+ dan makin tinggi pH. Cairan demikian disebut cairan alkalis. Sebaliknya makin banyak ion H+ makin rendah pH dan cairan tersebut bersifat asam (Andayani, 2005).
Air laut mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar untuk mencegah perubahan pH. Perubahan pH sedikit saja dan pH alami akan membeerikan petunjuk terganggunya sistem penyangga. Hal ini dapat menimbulkan perubahan dan ketidakseimbangan kadar CO2 yang membahayakan kehidupan biota laut. pH air laut permukaan di Indonesia umumnya bervariasi dari lokasi ke lokasi antara 6,0-8,5 (SMK Negeri 3 Kimia Madiun, 2009).

2.3.2. Salinitas
Secara ideal, salinitas merupakan jumlah dari seluruh garam-garaman dalam gram pada setiap kilogram air laut. Secara praktis, adalah susah untuk mengukur salinitas di laut, oleh karena itu penentuan harga salinitas dilakukan dengan meninjau komponen yang terpenting saja yaitu klorida (Cl). Kandungan klorida diterapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah dalam garam ion klorida pada 1 kg air laut jika semua halogen digantikan kandungan oleh klorida. Penetapan ini mencerminkan proses kimiawi titrasi untuk menentukan kandungan klorida (Kurniawan et.al, 2008).
Di perairan samudera, salinitas biasanya berkisar antara 34-35o/oo. Di perairan pantai terjadi pengenceran, misalnya karena pengaruh aliran sungai, salinitas bisa turun rendah. Sebaliknya di daerah dengan penguapan yang sangat kuat, salinitas bisa meningkat tinggi (Nontji, 1987).

2.3.3. DO (Dissolved Oxygen)
Menurut Kordi dan Andi (2007), oksigen adalah salah satu jenis gas yang terlarut di dalam air dengan jumlah yang sangat banyak, yaitu menempati urutan kedua setelah nitrogen. Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas, sehingga apabila ketersediaannya di dalam air tidak mencukupi kehidupan biota budidaya, maka segala aktivitas biota akan terhambat.
Oksigen adalah salah satu unsur kimia penunjang utama kehidupan. Dalam air laut, oksigen dimanfaatkan oleh organisme perairan untuk proses respirasi dan untuk menguraikan zat organik oleh mikroorganisme. Ketiadaan oksigen dalam suatu perairan akan menyebabkan organisme dalam perairan tersebut tidak dapat hidup dalam waktu yang lama. Oleh karena itu salah satu cara untuk menjaga kelestarian kehidupan dalam laut adalah dengan cara memantau kadar oksigen dalam perairan tersebut (Hutagalung et.al, 1985).

3. METODOLOGI

3.1. Alat dan Fungsi
3.1.1. Parameter Fisika
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum Oseanografi beserta fungsinya adalah sebagai berikut:
a. Suhu
• Thermometer: sebagai alat yang digunakan untuk mengukur suhu perairan dalam skala °C (derajat Celcius).
• Stopwatch: sebagai alat yang digunakan untuk mengukur waktu selama 2-3 menit ketika thermometer dimasukkan ke dalam perairan.
b. Kecerahan
• Secchi disk: sebagai alat yang digunakan untuk mengukur kecerahan perairan.
• Tongkat skala 2,5 m: sebagai alat yang digunakan untuk mengukur panjang tali pada secchi disk.
• Karet gelang: sebagai alat yang digunakan untuk menandai nilai besaran D1 dan D2.
c. Pasang surut
• Tide staff: sebagai alat yang digunakan untuk mengukur ketinggian saat pasang.
d. Gelombang
• Tongkat skala 2,5 m: sebagai alat yang digunakan untuk mengukur ketnggian puncak dan lembah gelombang.
• Stopwatch: sebagai alat yang digunakan untuk menghitung selang waktu antara puncak gelombang 1 sampai puncak gelombang 2.
e. Kecepatan arus
• Botol plastik 600 ml: sebagai alat yang digunakan untuk pelampung dan pemberat.
• Tali raffia: sebagai alat yang digunakan untuk penghubung antara kedua botol dan penentu jarak.
• Stopwatch: sebagai alat yang digunakan untuk mengukur waktu yang dibutuhkan untuk meregangkan tali secara sempurna.
f. Sifat optis air
• Secchi disk: sebagai alat yang digunakan untuk mengukur kecerahan perairan.
• Tongkat skala 2,5 m: sebagai alat yang digunakan untuk mengukur panjang tali pada secchi disk yang ditandai sebagai D1 dan D2.
• Jam : sebagai alat yang digunakan untuk menghitung waktu pengukuran kecerahan 1 dan 2 dengan selisih waktu 1 jam
• Karet gelang: sebagai alat yang digunakan untuk menandai nilai besaran D1 dan D2.

3.1.2. Parameter Kimia
a. pH
• Kotak standart pH: sebagai alat yang digunakan untuk membandingkan warna dengan warna yang tertera pada kertas pH sehingga diketahui nilai pH perairan.
b. Salinitas
• Refraktometer: sebagai alat yang digunakan untuk mengukur salinitas perairan.
• Pipet tetes: sebagai alat yang digunakan untuk mengambil dan meneteskan air sampel ke prisma refraktometer.

c. DO (Dissolved Oxygen)
• Botol DO: sebagai alat yang digunakan untuk wadah air sampel dan tempat pencampuran larutan.
• Water sampler: sebagai alat yang digunakan untuk membantu pengambilan air sampel pada kedalaman tertentu.
• Pipet tetes: sebagai alat yang digunakan untuk mengambil dan memindahkan larutan kimia dalam jumlah sedikit.
• Buret: sebagai alat yang digunakan untuk menampung larutan titran pada saat titrasi.
• Statif: sebagai alat yang digunakan untuk menyangga buret pada saat titrasi.
• Corong: sebagai alat yang digunakan untuk memudahkan dalam memasukkan larutan titran ke dalam buret.


3.2. Bahan dan Fungsi
3.2.1. Parameter Fisika
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum Oseanografi beserta fungsinya sebagai berikut:
a. Suhu
• Tali raffia: sebagai bahan yang digunakan untuk pegangan thermometer agar tidak mengalami kontak langsung dengan tangan.
• Air laut: sebagai bahan yang digunakan untuk objek yang diukur suhunya.
b. Kecerahan
• Karet gelang: sebagai bahan yang digunakan tanda pada tali secchi disk sebagi D1 dan D2.
• Air sampel: sebagai bahan yang digunakan untuk objek yang diukur kecerahannya.
c. Pasang surut
• Air sampel: sebagai bahan yang digunakan untuk media/objek yang diukur pasang surutnya.

d. Gelombang
• Air sampel: sebagai bahan yang digunakan untuk media/objek yang diukur gelombangnya
e. Kecepatan arus
• Tali raffia: sebagai bahan yang digunakan untuk bahan yang digunakan untuk pemberi jarak pada botol pemberat dan pelampung sebesar 30 cm dan jarak sepanjang 5 meter.
• Air laut lokal: sebagai bahan yang digunakan untuk mengisi salah satu botol sebagai pemberat dan yang diukur kecepatan arusnya.

3.2.2. Parameter Kimia
a. pH
• Kertas pH: sebagai bahan yang digunakan untuk mengukur pH (keasaman-kebasaan) perairan.
• Air laut: sebagai bahan yang digunakan untuk objek yang diukur pH-nya.
b. Salinitas
• Tissue: sebagai bahan yang digunakan untuk membersihkan kaca optic pada refraktometer.
• Aquadest: sebagai bahan yang digunakan untuk mangkalibrasikan kaca optik pada refraktometer.
• Air laut: sebagai bahan yang digunakan untuk objek yang diukur salinitasnya.
c. DO
• MnSO4: sebagai bahan yang digunakan untuk mengikat oksigen.
• NaOH+KI: sebagai bahan yang digunakan untuk menbentuk endapan coklat dan melepaskan I2.
• H2SO4: sebagai bahan yang digunakan untuk mengencerkan endapan dan pengkondisian asam.
• Amilium: sebagai bahan yang digunakan untuk mengkondisikan basa dan indicator warna ungu serta melepas I2.
• Na-thiosulfat: sebagai bahan yang digunakan untuk larutan titran.
• Air sampel: sebagai bahan yang digunakan untuk objek yang diukur kadar DO-nya.


3.3. Skema Kerja
3.3.1. Parameter fisika
a. Suhu

Dimasukkan thermometer ke dalam perairan dengan membelakangi matahari
Ditunggu 3 menit hingga air raksa pada thermometer berhenti pada skala tertentu
Diangkat thermometer dari perairan
Dibaca skala pada thermometer dengan cepat agat tidak terkontaminasi dengan suhu di darat
Dicatat hasilnya



b. Kecerahan

Ditenggelamkan secara perlahan hingga tidak terlihat pertama kali
Ditandai dengan karet sebagai D1
Ditenggelamkan lagi hingga benar-benar tidak nampak
Diangkat secchi disk secara perlahan hingga tampak pertama kali
Ditandai dengan karet sebagai D2
Diukur panjang tali dengan menggunakan tongkat skala sebagai D1 dan D2
Dihitung dengan rumus kecerahan D=



c. Pasang surut

¬Dipasang pada daerah pasang surut yang msih terendam air pada saat surut terendah
Dicatat tinggi permukaan air pada tide staff sebagai tinggi permukaan mula-mula t0 (cm)
Dicatat tinggi permukaan air setelah 1 – 2 jam sebagai t1 (cm)
Dihitung kecepatan pasang surut dalam selisih kedua hasil pengukuran



d. Gelombang
• Tinggi gelombang

Ditancapkan tongkat skala dalam air
Diukur tinggi gelombang dengan cara dilihat langsung oleh praktikan
Diulangi pengukuran sebanyak 3 kali



• Periode gelombang

Ditancapakan tongkat skala dalam air
Diukur waktu yang diperlukan antara puncak gelombang 1 dengan gelombang 2
Diulangi pengukuran sebanyak 3 kali


e. Kecepatan arus

Dikaitkan tali raffia sepanjang 5 meter pada 2 botol plastik
Dimasukkan air lokal pada salah satu botol hingga penuh sebagai pemberat
Dialirkan / dihanyutkan kedua botol plastik mengikuti arus hingga tali menegang sambil diukur dengan stopwatch
Dihitung kecepatan arus dengan rumus: v = s/t


f. Sifat optis air

Dimasukkan ke dalam perairan hingga tidak terlihat pertama kali
Ditandai bagian tali pada permukaan dengan karet sebagai D1
Ditenggelamkan lagi secchi disk perlahan-lahan hingga benar-benar tidak terlihat
Diangkat secchi disk secara perlahan hingga terlihat pertama kali ditandai sebagi D2
Diukur D1 dan D2
Dihitung nilai kecerahan dengan rumus



3.3.2 Parameter kimia
a. pH

Dicelupkan ke dalam air
Didiamkan selama kurang lebih 1 menit
Diangkat dari perairan
Dikibaskan sampai setengah kering
Dicocokkan warna pH paper pada kotak standart
Dicatat nilai pH-nya


b. Salinitas

Dibuka tutup refraktometer
Dikalibrasi dengan aquadest
Dikeringkan dengan tissue secara satu arah
Ditetesi air sampel kurang lebih 2-3 tetes
Ditutup tutup refraktometer
Diarahkan ke cahaya
Dilihat skala pada pojok kiri refraktometer


c. Oksigen Terlarut (DO)

Dibuka tutup water sampler
Dimasukkan botol DO yang sudah dibuka tutupnya ke dalam tabung sampler
Ditutup water sampler dengan selang panjang kita pegang dan selang pendek didalam water sampler
Dimasukkan water sampler ke dalam peraiaran dengan menutup selang panjang
Dari setelah pada area peraiaran yang akan diambil samplernya selang dibuka dan ditunggu bunyi “ Bluup”
Diangkat dengan menutup water sampler dengan keadaan air di dalam penuh
Dibolak-balik botol jika masih ada gelembung udara maka percobaan diulang





Ditetesi MnSO4 dan dihomogenkan
Ditetesi NaOH+KI dan dihomogenkan
Dibiarkan hingga endapan coklat terpisah dari air bening
Dikeluarkan cairan bening menggunakan selang aerator

Dikeluarkan sisa cairan bening dengan pipet tetes
Ditetesi H2SO4 sebanyak 2 mL
Ditetesi amilum sebanyak 2-3 tetes
Dihomogenkan


Dicatat volume botol DO
Dituang larutan Na2S2O3 sampai batas tertinggi dengan bantuan corong
Dicatat volume Na2S2O3 awal sebagai V1
Diletakkan botol DO dibawah buret
Dititrasi sampai bening pertama kali sambil menggoyang-goyangkan botol DO
Ditutup klep pada buret
Dihitung DO

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Praktikum
Parameter Nilai
 Parameter Kimia :
1. Salinitas
2. DO3. pH
19 ppt
7,23 mg/L
8
 Parameter Fisika :
1. Suhu

2. Kecepatan Arus
3. Gelombang
4. Periode gelombang
5. Kecerahan

6. Sifat Optis Air

7. Pasang Surut
11.30 WIB : 32O C
12.30 WIB : 28O C
0,15 m/s
21 cm
2,7 detik
11.30 WIB : 445 cm
12.30 WIB : 467,5 cm
11.30 WIB : 82,5o
12.30 WIB : 97,5o
8 cm/jam

o Perhitungan
 Parameter Fisika
1. Keceparan Arus
P tali : 5 m
Waktu : 33.5 detik
Kecepatan : 0,15 m/s
2. Tinggi Gelombang dan Periode
Parameter I II III Rata2
Tinggi Gelombang 23 18 22 21 cm
Periode Gelombang 2,1 4,0 1,9 2,7 detik

3. Kecerahan dan Sifat Optis Air
Pada Jam : 11.30 WIB: d1=420, d2=70

D = 445 cm

12.30 WIB: d1 = 455, d2 = 480

D = 467,5 cm
4. Pasang Surut
Selang waktu = 5 jam
Panjang tide staff = 40 cm
Pasut = 40/5 = 8 cm/jam

 Parameter Kimia
1. Perhitungan DO
V titran : 12 ml
N titran : 0,025
DO = V titran x N titran x 1000 x 8
V Botol DO - 4
= 12 x 0,025 x 1000 x 8
250 - 4
= 7,23 mg/L


4.2. Analisa Prosedur
4.2.1. Parameter Fisika
a. Suhu
Pada saat praktikum oseanografi dilakukan pengukuran suhu. Pertama siapkan alat dan bahan yaitu, thermometer air raksa sebagai pengukuran suhu dan tali rafia sebagai pengikat pada thermometer agar thermometer tidak terkontaminasi dengan suhu tubuh. Setelah itu dilakukan pengukuran suhu dengan cara membelakangi matahari agar data yang diperoleh valid dan juga agar tidak dipengaruhi oleh suhu dari sinar matahari. Saat pengukuran suhu di dalam perairan thermometer di masukkan di perairan selama 2-3 menit. Kemudian thermometer dibaca skalanya di dalam perairan agar tidak terkontaminasi suhu matahari dan lingkungan di atas perairan. Lalu diangkat dan dicatat hasilnya.

b. Kecepatan Arus
Pada saat praktikum oseanografi dilakukan pengukuran kecepatan arus. Pertama siapkan alat dan bahan yaitu, botol plastik 600 ml 2 buah sebagai pemberat dan pelampung, tali rafia 5 m sebagai jarak pengubung antara 2 botol, dan stopwatch sebagai perhitungan selang waktu pengukuran kecepatan arus. Setelah itu dilakukan pengukuran kecepatan arus dengan cara diisi salah satu botol dengan air likal yang berfungsi sebagai pemberat dan satu lagi sebagai pelampung. Kemudian ke 2 botol yang sudah diikatkan dan dihubungkan dengan tali rafia tersebut di hanyutkan ke perairan bersamaan dengan dinyalakan stopwatch. Lalu stopwatch dimatikan ketika tali rafia pada ke 2 botol meranggang sempurna. selanjutnya data di catat dan dihitung dengan rumus :


c. Kecerahan dan Sifat Optis Air
• Kecerahan
Pada saat praktikum oseanografi dilakukan pengukuran kecerahan. Pertama siapkan alat dan bahan yaitu, secchi disk yang sudah dikaitkan dengan tali sebagai pengukuran sebagai kecerahan dan tongkat skala sebagai pengukur panjang dari D1 dan D2 serta karet gelang berfungsi untuk menandai tali pada secchi disk sebagai d1 dan D2 . Setelah itu dilakukan pengukuran kecerahan dengan cara memasukkan secchi disk ke dalam perairan secara perlahan- lahan hingga tidak tampak pertama kali yang ditandai dengan karet gelang sebagai D1, lalu di tenggelamkan kembali sampai benar-benar tidak terlihat. Kemudian secchi disk diangkat perlahan-lahan sampai terlihat untuk pertama kali yang di tandai dengan karet gelang sebagai D2. Setelah itu D1 dan D2 diukur panjangnya dengan tongkat skala.

Lalu data dicatat dan dihitung dengan rumus:

• Sifat Optis Air
Pada saat praktikum oseanografi dilakukan pengamatan sifat optis air yang dimana pada dasarnya sama dengan pengukuran kecerahan, tetapi pengamatan ini dilakukan 2x dalam rentang waktu tertentu. Pengamatan ini mempunyai selisih waktu 1 jam untuk pengukuran kecerahan. Setelah saat selisih wakti digunakan untuk menghitung sudut α untuk pengukuran kecerahan ke 1, dimna pada pukul 06.00 WIB setra dengan 0o yang perubahan derajat akan bertambah setiap 1 jam 15o. Demikian pada pengukuran P yaitu untuk pengukuran kecerahan ke 2.

d. Pasang Surut
Pada saat praktikum oseanografi dilakukan pengukuran pasang surut. Pertama siapkan alat dan bahan yang digunakan yaitu, tide staff yang lengkap dengan selang aerasi yang diberi lubang pada bagian bawah untuk melihat air tanpa pengarih gelombang. Setelah itu pengukuran pasang surut dilakukan dengan cara tide staff ditancapkan ke dalam perairan denan jarak 50 m dari permukaan pantai. Lalu dilihat ketinggian perairan dari skala air pada selang aerasi yang dicatat sebagai To. Dilakukan pengamatan yang sama pada sore hari yang ducatat sebagai T1. Kemudian dihitung selisih pasang dan surut air laut yang dihubungkan dengan lama waktu pengamatan.

e. Gelombang
• Tinggi Gelombang
Pada saat praktikum oseanografi dilakukan pengukuran tinggi gelombang yang terdiri dari pengamatan puncak gelombang dan lembah gelombang. Pertama siapkan alat dan bahan yang digunakan yaitu, tongkat skala yang berfungsi untuk mengukur ketinggian puncak gelombang dan lembah gelombang dan stopwatch sebagai penghitung selang waktu dari puncak gelombang 1 ke puncak gelombang 2. Pengukuran ini dilakukan dengan cara melihat nilai puncak gelombang tertinggi dari tongkat skala sedangkan lembab gelombang terendah dilihat dari nilai tongkat skala yang terendah pula. Pengukuran dan pengamatan ini dilakuan sebanyak 3X.
• Periode Gelombang
Pada saat praktikum oseanografi dilakukan pengukuran periode gelombang, yaitu dengan cara mengukur waktu yang dibutuhkan gelombang saat mencapai puncak pertama yang diakukan bersamaan dengan dinyalakan stopwatch. Kemudian saat puncak kedua stopwatch dimatikan. Untuk mendapat data yang valid, pengamatan periode gelombang ini dilakukan 3X pengamatan.

4.2.2. Parameter Kimia
a. pH
Pada saat praktikum oseanografi dilakukan pengukuran pH. Pertama siapkan alat dan bahan yang digunalan yaitu, pH paper untuk mengukur pH perairan. Setelah itu untuk mengukur pH, kertas pH dicelupkan ke dalam perairan dan ditunggu selama 2 – 3 menit. Kemudian kertas pH diangkat dan dikibas-kibaskan hingga kering agar warnanya terserap dan dapat dicocokkan pada kotak pH standart sehingga diketahui nilai pH perairan.

b. Salinitas
Pada saat praktikum oseanografi dilakukan pengukuran salinitas. Pertama siapkan alat dan bahan yang digunakan yaitu, refraktometer untuk mengukur salinitas perairan. Untuk mengukur salinitas dilakukan dengan cara mengkalibrasi optik refraktometer dengan aquades dan dikeringkan dengan menggunakan tissue dengan menggosokkan satu arah, yang bertujuan agar tidak meninggalkan serat pada optik refraktometer. Setelah itu sampel air laut diteteskan di lensa refraktometer dan ditutup. Kemudian diarahkan pada sinar matahari dan diamati serta dibaca skala di sebelah kanan. Lalu dicatat hasilnya.

c. DO
Pada saat praktikum oseanografi dilakukan pengukuran DO. Pertama siapkan alat dan bahan yang digunakan yaitu, water sampler sebagai alat yang digunakan untuk mengambil sample pada kedalaman tertentu. Untuk menggunakan water sampler yaitu dengan cara dibuka tutup water sampler dan dimasukkan botol DO didalam water sampler dengan kondisi tutup botol DO terbuka. Setelah itu water sampler ditutup tetapi selang aerasi yang terhubung pada water sampler dibuka dan water sampler siap diturunkan ke dalam perairan dengan bantuan tali. Kedalamannya merupakan setengah dari nilai kecerahan karena diasumsikan dengan kelipatan plankton yaitu sedang. Lalu water sampler yang sudah mencapai kedalaman tertentu, kemudian selang aerasi didekatkan ke telinga dan didengarkan sampai bunyi “blup” yang menandakan bahwah water sampler terisi penuh. Selanjutnya botol DO ditutup didalam water sampler tetapi jangan sampai botol DO terdapat gelembung udara. Apabila terdapat gelembung udara pengambilan sampel diulangi lagi.
Sesudah sampel air didapat. Kemudian dilakukan pengujian dengan larutan – larutan kimia. Pertama tutup botol DO dibuka dan diteteskan MnSO4 sebanyak 2 ml/ 44 tetes yang bertujuan mengikat endapan coklat. Selanjutnya botol DO ditutup dan dihomogenkan dengan cara dibolak – balik. Setelah itu di tunggu sampai pemisahan oksigen yang menyatu dengan endapan coklat dan larutan yang bening dibuang secara perlahan atau dengan pipet tetes. Sehingga yang tetinggal larutan yang terdapat endapan coklat. Selanjutnya ditambahkan larutan H2SO4 sebanyak 22 ml/44 tetes yang berfungsi untuk pengenceran endapan coklat dan pengondisian asam dan ditambahkan kembali amylum 2 -3 tetes yang berfungsi untuk indikator warna ungu dan pengondisian basa, lalu di homogenkan. Terakhir dititrasi dengan larutan Na-thiosulfat hingga berubah warna menjadi bening pertama kali. Kemudian volume titran dihabiskan untuk titrasi dan larutan yang sudah dititrasi digoyang – goyang agar homogen. Terakhir dicatat volume titrasi dan dihitung dengan rumus:


4.3. Analisa Hasil
4.3.1. Parameter Fisika
a. Suhu
Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa suhu permukaan air laut pada pukul 11.30 WIB sebesar 32oC dan pada pukul 12.30 WIB sebesar 28oC. Menurut Romimohtarto (2001), di perairan tropis perbedaan atau variasi suhu air laut sepanjang tahun tidak besar. Suhu perairan nusantara berkisar antara 27-32oC. Kejadian suhu ini adalah normal untuk kehidupan biota laut di perairan Indonesia. Suhu alami tertinggi di perairan tropis berada dekat ambang batas sehingga menyebabkan kematian biota laut. Oleh karena itu, peningkatan suhu yang kecil saja dari alami dapat menimbulkan kematian atau paling tidak gangguan fisiologi biota laut.


b. Kecepatan Arus
Berdasarkan hasil praktikum, diketahui kecepatan arus yaitu 0,15 m/s. Arus terjadi disebabkan oleh adanya angin. Karena arus dipengaruhi angin, maka arah arus permukaan mengikuti arah angin yang ada. Khususnya di Asia Tenggara karena arah angin muson sangat kentara perubahannya antara musim barat dan musim timur maka arus laut permukaan juga banyak dipengaruhi (Earlhamfa, 2009).
Kecepatan arus yang pernah diukur di selat bagian utara dalam bulan-bulan Nopember dan Desember, di permukaan dan di dekat dasar menunjukkan kekuatan yang hamper sama. Di lapisan permukaan 0,75 m/s dan di dekat dasar 0,83 m/s. pengaruh arus pasang surut di selat ini lebih kuat daripada arus angin dan muson (Roimohtarto, 2001).
Terjadinya arus yang hampir selalu ke arah barat daya disebabkan oleh adanya gradien permukaan laut ke arah selat. Hal ini ditunjukkan oleh adanya hubungan yang erat antara aliran mendatar dan perbedaan permukaan laut antara Tanjung Priok di pantai utara dan Palabuan Ratu di pantai selatan Jawa (WYRTKI, 1961).

c. Kecerahan
Berdasarkan hasil praktikum, didapat nilai kecerahan pada pukul 11.30 WIB sebesar 4,45 meter dan pada pukul 12.30 WIB sebesar 4,68 meter. Berdasarkan keputusan bahwa standar baku mutu kecerahan air laut untuk biota laut adalah 3-6 meter (Popo dan Mahendra, 2008). Berdasarkan hal tersebut maka nilai kecerahan di perairan Probolinggo masih dalam kisaran baku mutu yang baik.
Kemampuan penetrasi cahaya matahari dipengaruhi kekeruhan air yaitu 1). Suspensi dalam air (lumpur); 2). Planktonik dan jasad renik; 3). Warna air; dan lain-lain (Vedca, 2007).

d. Sifat Optis Air
Pada pengukuran kecerahan pertama pada pukul 11.30 WIB sebesar 4,45 meter dengan sudut sinar matahari yang jatuh 82,5o dan kecerahan kedua pada pukul 12.30 WIB sebesar 4,68 meter dengan sudut sinar matahari yang jatuh 97,5o. Berdasarkan hal tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin besar sudut sinar matahari yang jatuh, maka akan semakin besar tingkat kecerahan perairan tersebut.
Berdasarkan sifat optiknya perairan dibagi atas 2 tipe, yakni tipe 1 (case-1 waters) dan tipe 2 (case-2 waters). Pada perairan tipe 1, fitoplankton dan bioproduknya memegang peranan dominan dalam menentukan sifat optik perairan. Perairan tipe 1 akan berubah menjadi tipe 2, jika sedikitnya salah satu komponen berikut ini masuk ke dalam perairan. Tipe 2 yaitu sedimen yang tersuspensi ulang dari dasar perairan, terutama perairan dangkal, zat organik terlarut berasal dari daratan yang masuk melalui sungai (run off) dan material tersuspensi berasal dari limbah rumah tangga (Wouthyuyzen dan Tanguri, 2004).
Dari sifat optik tersebut, maka pada umumnya perairan tipe 1 diklasifikaskan sebagai perairan lepas pantai (oseanik), sedangkan tipe 2 adalah perairan pantai/dangkal (wilayah pesisir), seperti teluk Jakarta (Wouthyuyzen dan Tanguri, 2004). Berdasarkan hal tersebut, sifat optis perairan pada waktu praktikum termasuk dalam perairan tipe 1.

e. Pasang Surut
Pada saat praktikum diketahui bahwa kecepatan pasang surut di daerah Probolinggo yaitu 8 cm/jam. Perbedaan vertikal antara pasang tinggi dan pasang rendah dipengaruhi rentang pasang surut (tidal range). Sedangkan periode pasang surut bervariasi antara 12 jam 25 menit hingga 24 jam 50 menit (Surbakti, 2007).
Pasang surut di Indonesia dapat dibagi menjadi 4 jenis yaitu: 1). Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide) yaitu pasang yang memiliki sifat dalam satu hari terjadi dua kali pasang dan juga dua kali surut; 2). Pasang surut harian tunggal (diurnal tide) yaitu tipe pasang surut yang apabila dalam satu hari terjadi 1 kali pasang dan 1 kali surut; 3). Pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevealling semi diurnal); 4). Pasang surut campuran condong ke harian tunggal atau mixed tide prevealling diurnal (Triatmojo, 1999). Di Probolinggo termasuk ke dalam jenis pasang surut semi diurnal yaitu terjadi 2 kali pasang dan 2 kali surut.

f. Gelombang
Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa tinggi gelombang sebesar 21 cm dan periode gelombang 2,7 detik. Berdasarkan hasil yang didapat bahwa gelombang pada perairan probolinggo termasuk relative kecil.
Penyebab utama terjadinya gelombang adalah angin. Gelombang dipengaruhi oleh kecepatan angin, lamanya angin bertiup, dan jarak tanpa rintangan saat angin bertiup. Pada hakikatnya gelombang yang terbentuk oleh hembusan angin akan merambat lebih jauh dari daerah yang menimbulkan angin tersebut. Hal ini yang menyebabkan daerah di pantai selatan pulau Jawa memiliki gelombang yang besar meskipun angin setempat tidak begitu besar. Gelombang besar yang dating tersebut bisa merupakan gelombang kiriman yang erasal dari badai yang terjadi jauh di bagian selatan Samudera Hindia (Jatilaksno, 2009). Perairan laut Probolinggo merupakan laut utara Jawa, sehingga gelombang yang terjadi merupakan gelombang yang relative kecil.

4.3.2. Parameter Kimia
a. pH
Pada saat praktikum tidak dilakukan penguuran terhadap parameter pH.

b. Salinitas
Berdasarkan hasil praktikum didapatkan bahwa nilai salinitas sebesar 19 ppt. Salinitas merupakan jumlah dari seluruh garam-garaman dalam gram pada setiap kilogram air laut.
Salinitas permukaan di selat bagian utara biasanya lebih rendah daripada di bagian selatan. Salinitas selat Sunda bervariasi dari 31,5 ppt sampai 33,5 ppt. Rendahnya salinitas permukaan di selat bagian utara disebabkan oleh masuknya massa air dari laut Jawa ke selat hamper sepanjang tahun. Kadar salinitas di bagian selatan biasanya lebih tinggi dari 34 ppt dan di bagian utara lebih rendah dari 33 ppt (Romimohtarto, 2001).

c. Oksigen Terlarut (DO)
Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa kadar oksigen terlarut (DO) sebesar 7,23 mg/L. Meskipun oksigen dapat berdifusi dari udara ke air, konsentrasi oksigen di dalam perairan lebih bergantung pada proses biologi daripada proses fisikanya (Andayani, 2005).
Kadar O2 terlarut dapat mengurangi efisiensi pengambilan O2 oleh biota laut, sehingga dapat menurunkan kemampuan biota tersebut untuk hidup normal dalam lingkungannya. Kadar O2 terlarut di perairan Indonesia berkisar antara 4,5-7,0 mg/L (Romimohtarto, 2001).

4.4. Manfaat di Bidang Perikanan
4.4.1. Parameter Fisika
a. Kecerahan
Cahaya dibutuhkan oleh ikan untuk memangsa, menghindar diri dari predator atau untuk beruaya. Pada umumnya ikan berada pada daerah-daerah yang penetrasi cahayanya masih baik, sedangkan pada daerah yang gelap di mana penetrasi cahaya sudah tidak ada, hanya dihuni ikan buas atau predator yang lebih menyukai tempat gelap.

b. Suhu
Suhu merupakan faktor utama yang mempengaruhi proses fisika kimia yang terjadi di dalam perairan. Suhu air secara tidak langsung akan mempengaruhi kelarutan oksigen dan secara langsung mempengaruhi proses kehidupan organisme. Perubahan suhu air akan langsung mempengaruhi derajat metabolisme ikan. Bagi ikan perubahan suhu perairan sekitarnya merupakan faktor pemberi tanda secara alamiah yang menentukan dimulainya proses-proses pemijahan, ruaya dan sebagainya. Selain teradaptasi pada suhu tinggi atau suhu rendah tertentu, ikan juga mempunyai sifat tersendiri dalam mengadaptasi perubahan suhu lingkungan, ikan air tawar mempunyai daya toleransi yang besar terhadap perubahan suhu.


c. Gelombang
Kecepatan arus di waduk mempengaruhi keberadaan ikan. Ikan–ikan yang hidup di sungai yang mempunyai arus deras akan beradaptasi bentuk tubuh yang menyerupai cerutu atau stream line yang berguna untuk meminimalkan pengaruh arus. Contoh jenis ikan yang berbentuk stream line antara lain ikan semah atau kancra (Tor douronensis). Menurut Prasetyo (1994), ikan-ikan putih seperti jelawat (Leptobarbus hoevenii) memijah di hulu sungai yang berarus deras, sehingga telurnya memperoleh oksigen yang cukup tinggi.

d. Pasang Surut
Untuk membudidayakn perikanan pasang surut sangat bermanfaat yaitu dapat menyebabkan fitoplankton yang terdapat didasar melakukan proses rantai makan. Rantai makan tersebut kemudian membantu ikan-ikan yang terdapat pada perairan mendapat makanan. Hal ini dibantu dengan adanya arus yang bergerak serta mengandung partikel-partikel kimia, seperti nitrat dan fosfat.

e. Sifat Optis Air
Sifat optis air sangat berhubungan dengan intensitas matahari, hal ini berkaitan dengan besar sudut penyinaran yang terbentuk. Cahaya yang tiba di permukaan air sebagian akan dipantulkan, sebagian akan diteruskan. Pada permukaan laut yang bergelombang cahaya sebagian dipantulkan dihamparkan, sinar yang diteruskan sebagian akan diabsorbsi air (Naylor, 2002).
Kekeruhan menggambarkan sifat optis air yang ditentukan berdasarkan benyaknya cahaya yang diserap oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut, maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain (Ansori, 2010).

4.4.1. Parameter Kimia
a. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman adalah banyaknya ion hydrogen yang terkandung di dalam air. Nilai pH di sungai dipengaruhi oleh karakteristik batuan dan tanah di sekelilingnya. Nilai pH perairan merupakan salah satu faktor lingkungan yang berhubungan dengan susunan spesies dari ikan. Kisaran pH yang ideal untuk kehidupan ikan adalah antara 6,5-8,5. Beberapa jenis ikan yang toleran terhadap pH asam (< 6) adalah betook (Anabas testudieus), sepat (Trichogaster sp), seluang (Rasbora leptosoma) dan gabus (Ophichephalus striatus).

b. Salinitas
Manfaat salinitas pada bidang perikanan yaitu membantu organisme-organisme di dalam perairan menyerap garam-garam mineral dan partikel-partikel organik yang diserap oleh tubuh organisme.

c. Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen di dalam air berguna untuk menunjang kehidupan ikan dan organisme air lainnya. Kadar oksigen terlarut di perairan yang ideal bagi pertumbuhan ikan dewasa adalah > 5 mg/l. Pada kisaran 4-5 mg/l ikan masih dapat bertahan tetapi pertumbuhannya terhambat. Di waduk pada musim kemarau kadar oksigen terlarut akan tinggi pada bagian permukaan, sedangkan pada bagian dasar kadar oksigen rendah.


5. PENUTUP

5.1. Kesimpulan
a. Oceanografi yaitu ilmu yang mempelajari lautan.
b. Air laut yaitu pencampuran dari 96,5% air murni dan 35% material.
c. Parameter fisika diantaranya suhu, kecepatan arus, kecerahan, sifat optis air, pasang surut, dan gelombang.
d. Parameter kimia diantaranya pH, salinitas, dan oksigen terlarut (DO).
e. Data dan hasil dari pengamatan, yaitu:
o Suhu pada pukul 11.30 = 32o C dan pada pukul 12.30 = 28o C.
o Kecepatan arus sebesar 0,15 m/s.
o Kecerahan pada pukul 11.30 = 445 cm dan pada pukul 12.30 = 467,5 cm.
o Sifat optis air pada pukul 11.30 = 82,5o dan pada pukul 12.30 = 97,5o.
o Pasang surut sebesar 8 cm/jam.
o Panjang gelombang sebesar 21 cm.
o Periode gelombang sebesar 2,7 detik.
o DO sebesar 7,23 mg/l.
o Salinitas pada pukul 19 ppt.

5.2. Saran
Pada praktikum oseanografi saran kami sebelum melakukan praktikum lapang sebaiknya dipikirkan dan didiskusikan kembali bersama asisten yang lain sebelum memilih hari dan waktu praktikum, agar praktikum tidak bentrok atau tidak mengganggu kuliah praktikan sehingga praktikan tidak dirugikan karena adanya in hole. Apabila mengambil hari aktif sebaiknya dilihat dahulu apakah pada hari aktif tersebut praktikan dapat mengikuti praktikum lapang.


DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2009. Oseanografi. http:// wikipedia.com. Diakses pada tanggal 25 Mei 2010 pukul 19.00 WIB.
Andayani S. 2005. Manajemen Kualitas Air untuk Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Brawijaya Malang.
Dedi. 2009. Salinitas Air Laut. http:// www.dedi.blogspot.com. Diakses pada tanggal 25 Mei 2010 pukul 19.00 WIB.
Effendi E. 2007. Coastal Ecosystem and Management. http://blog.unila.ac.id. Diakses pada tanggal 24 Mei 2010 pukul 10.30 WIB.
Earlhamfa. 2009. Gerakan Air Laut dan Kualitas Air Laut. http://www. lintasberita.com. Diakses pada tanggal 24 Mei 2010 pukul 10.45 WIB.
Hanafi. 2009. Gerakan Air Laut dan Kualitas Air Laut. http://www.earlfhamfa. wordpress.com. Diakses pada tanggal 24 Mei 2010 pukul 10.45 WIB.
Hutabarat S dan Stewart ME. 2008. Pengantar Oceanografi. Universitas Indonesia. Jakarta.
Hutagalung et.al. 1985. Beberapa Catatan Tentang Penentuan Kadar Oksigen dalam Air Laut Berdasarkan Metode Winkler. Oseana vol. X nomor 4: 138-149.
Jatilaksono. 2009. Suhu Laut. http://jcom. blogspot.com. Diakses pada tanggal 25 Mei 2010 pukul 10.45 WIB.
Kordi dan Andi. 2007. Telaah Kualitas Air. Rineka Cipta. Jakarta.
Kurniawan et.al. 2008. Diktat Pengantar Oceanografi.
Nontji. 1987. Laut Nusantara. Jambatan. Yogyakarta.
Popo dan Mahendra. 2008. Studi Kualitas Air untuk Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. http://ejournal.ac.id. Diakses pada tanggal 24 Mei 2010 pukul 11.05 WIB.
Prajitno A. 2009. Biologi Laut. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Brawijaya. Malang.
Romimohtarto. 2009. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan Tentang Biologi Laut.
Romimohtarto. 2001. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan Tentang Biologi Laut.
Romimohtarto. 1985. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan Tentang Biologi Laut.
SMKN 3 Madiun. 2009. Kualitas Air Laut untuk Budidaya Perikanan. http:// smk3ae.wordpress. com. Diakses pada tanggal 23 Mei 2010 pukul 19.40 WIB.
Souisa. 2009. Pengaruh Faktor Fisik Terhadap Lingkungan Perairan dan Kehidupan Organisme. http://souisa. blogspot.com. Diakses pada tanggal 24 Mei 2010 pukul 19.40 WIB.
Subagio. 2010. Pasang Surut Air Laut. http:// herugio1.blogspot.com. Diakses pada tanggal 24 Mei 2010 pukul 13.50 WIB.
Surbakti. 2007. Kualitas Perairan Laut. http://www.surbakti.blogspot.com. Diakses pada tanggal 24 Mei 2010 pukul 19.40 WIB.
Triatmojo. 1999. Perairan Laut Indonesia. Agromedia. Jakarta.
Vedca. 2007. Teknologi Pengelolaan Kualitas Air. http://www.stth.itb.ac.id. Diakses pada tanggal 24 Mei 2010 pukul 17.40 WIB.

Wouthyuyzen dan Tanguri. 2004. Pengukuran Salinitas Teluk Jakarta Melalui Penginderaan Warna Laut Menggunakan Data Multi-Temporal Citra Satelit Landsat. http://cis.itb.ac.id. Diakses pada tanggal 25 Mei 2010 pukul 19.40 WIB.
Wyrtki. 1961. Oceanografi. http://wyrtki. id.com. Diakses pada tanggal 25 Mei 2010 pukul 19.20 WIB.