Minggu, 12 Desember 2010

OSMOREGULASI

1.PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Osmosis
Pada hakikatnya Osmosis adalah suatu proses difusi.Para ahli kimia mengatakan bahwa Osmosis adalah difusi dari tiap pelarut melalui suatu selaput yang permeablel secara diferensial.Membran sel yang meluluskan moekul tertentu,tetapi menghalangi molekul lain dikatakan pemeabel secara diferensial (Kimball,1994).
Osmosis adalah pergerakan molekul pelarut melintasi membrane ke dalam suatu daerah dimana ada konsentrasi zat terlarut lebih tinggi dari yang membrane permeable. Gerakan ini dapat dicegah dengan menerapkan tekanan untuk solusi yang lebih terkonsentrasi (Svendsen and Antony, 1974).
Jika solusi dari non elektrolit dalam tabung thistle dipisahkan dari air suling oleh sebuah membrane semi permeable,air akan melewati membran ke larutan dalam tabung. Peningkatan volume air akan menyebabkan naiknya larutan dala tabung. Tekanan yang diberikan oleh solusi sebanding dengan tinggi kolom dan disebut tekanan
osmotic (Giese, 1966).

1.2 Pergantian Osmoregulasi
Menurut Kordi (2008), Osmoregulasi adalah upaya hewan air untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara tubuh dan lingkungannya atau suatu proses pengaturan tekanan osmoregulasi. Hal ini penting dilakukan, terutama oleh organism perairan karena:
1. Harus tejadi keseimbangan antara substansi tubuh dan lungkungan
2. Membran sel yang permeabelmerupakan tempat tempatnya beberapa substansi yang bergerak cepat
3. Adanya perbedaan tekanan osmose antara cairan tubuh dan lingkungan.
Dalam kehidupannya, hewan senantiasa melakukan proses yang menjaga keseimbangan internal (internal aquilibium) tubuhnya atau dikenal dengan istilah homeostatis. Hal tersebut memungkinkan system fisiologis dalam tubuhnya dapat berfungsi dengan baik. Didalam mempelajari fisiologi hewan air kita perlu memahami bagaimana mekanisme yang terjadi dalam tubuh hewan untuk menjaga keseimbangan air dan ion-ion atau bahan terlarut dalam tubuhnya. Oleh sebab itu kita mempelajari osmoregulasi (Yuwono dan Purnama, 2001).
Yang dimaksud dengan osmoregulasi adalah proses pengatur konsentrasi cairan dan menyeimbangkan pemasukan serta pengeluaran cairan tubuh oleh sel atau organism hidup. Sedangkan pengertian osmoregulasi bagi ikan adalah pengaturan osmtik cairan tubuh yang layak bagi kehidupan ikan. Sehingga proses proses fisiologis tubuhnya berfungsi normal (homeostatis) (Parasian, 2010).

1.3 Pengertian difusi
Difusi ialah penyebaran, disini penyebaran molekul molekul suatu zat, penyebaran itu ditimbulkan oleh suatu gaya yang identik dengan energy kinetis tersebut (Dwijoseputro, 1986).
Difusi dapat terjadi karena gerakan acak kontinu yang menjadi ciri khas semua molekul yang tidak berikat dalam suatu zat padat. Tiap molekul bergerak secara lurus sampai ia bertabrakan dengan molekul lainnya (Kimball, 1994).
Menurut Yatim (2003), difusi adalah perembesan zat dari ruang berkonsentrasi lebih tinggi ke ruang yang berkonsentrasi lebih rendah. Peembesan itu mungkin tanpa lewat sekat berlangsung dalam protoplasma sendiri seperti dari satu ujung reticulum endoplasma ke ujung lain.

1.4 Pengertian Transpor Aktif
Menurut Kimball (1994), gerakan ini dan molekul melawan suatu gradien konsentrasi ini disebut transport aktif (active transport), disebut aktif karena sel sel itu harus mempergunakan energy untuk transportasi melawan daya difusi yang pasif.
Mekanisme transport air. Banyak sel mengarahkan dari lingkungan air tawar dimana berakhirnya tahapan gradient konsentrasi air menuju protoplasma dengan menggunakan energy (Marsland, 1964).
Ketika substansi berpindah melalui membrane sel dimulai dari gradient konsentrasi,hingga yang lain keluar atau masuk dari sel salah satunya tidak seperti pergerakan difusi sederhana (Giese,1966).

1.5 Organ Osmoregulasi
Adapun organ organ tubuh yang berperan sebagai tempat berlangsungnya osmoregulasi adalah: insang,saluran pencernaan, intergumen (kulit) dan organ ekskresi pada kelenjar antena ( Mantell dan Farmer,1983 dalam Kordi dan Andi,2007).
Menurut Yunus (2009), organ Osmoregulasi yaitu:
a. Insang
Pada insang sel-sel yang berperan dalam osmoregulasi adalah sel sel klorida yang terletak pada dasar lembaran lembaran insang. Perubahan ion pada sel sel Clorida Oseanodrom berbeda dengan Datadrom. Pada diagram selama migrasi antara air tawar dan air laut, membrane dan mitokondria sel mengalami perubahan besar sehingga dapat bersifat seperti Oseadrom bila berada di air laut dan Potadrom bila di air tawar.


b. Ginjal
Ginjal melakukan dua fungsi, 1) mengekskresikan sebagian besar produk akhir metabolisme tubuh, 2) mengatu konsentrasi cairan tubuh.
c. Usus
Setelah air masuk kedalam usus, dinding usus aktif mengambil ion ion monvalen dua air, sebaliknya membiarkan lebih banyak cairan rectal agar osmolaritas usus sama dengan darah.


1.6 Pola Regulasi on dan Air pada Ikan
Regulasi ion dan air pada ikan terjadi hipertonik atau isotonic tergantung pada perbedaan (lebih tinggi,lebih rendah atau sama) konsentrasi cairan tubuh dengan konsentrasi media hidupnya. Perbedaan tersebut dapat dijadikan sebagai strategi dalam menanggani komposisi cairan ekstra selular dalam tubuh ikan. Untuk ikan ikan potadrom yang bersifat hiperosmotik terhadap lingkungannya dalam proses osmoregulasi air bergerak kedalam tubuh dan ion ion keluar kelingkungan dengan cara difusi keseimbangan cairan tubuhnya dapat terjadi dengan cara meminum sedikit air atau tidak minum sama sekali. Kelebihan air dalam tubuhnya dapat dikurangi dengan membuangnya dalam bentuk urin. Untuk ikan ikan oseanodrom yang bersifat hipo asmotik terhadap mlingkungannya, air mengalir secara osmose dari dalam tubuhnya melalui ginjal, insang dan kulit kelingkungan, sedangkan ion ion masuk ke dalam tubuh secara difusi. Sedangkan untuk ikan ikan euryhaline memiliki kemampuan untuk dengan cepat menyeimbangkan tekanan osmotic dalam tubuhnya dengan media hipoosmotik namun karena kondisi lingkungan perairan tidak selalu tetap,maka proses osmoregulasi seperti halnya ikan patadrom dan oseanodrom tetap terjadi (Kaneko,dkk, 2002 dalam Chan, 2010).
Jumlah mineral yang dibutuhkan ole ikan adalah sangat sedikit tetapi mempunyai kemampuan fungsi yang sangat penting. Dalam penyusunan pakan buatan mineral mix biasanya ditambahkan berkisar antara 2-5 % dari total jumlah bahan baku dan berfariasi tergantung pada jenis ikan yang akan dikonsumsinya. Walaupun sangat sedikit yang dibutuhkan oleh ikan, mineral ini mempunyai fungsi yang sangat utama dalam tubuh ikan, Antara lain adalah merupakan bagian terbesar dari pembentukan struktur kerangka, tulang, gigi dan sisik. Mineral tertentu dalam bentuk ion didalam cairan tubuh dapat berperan untuk mempertahankan keseimbangan asam basa serta regulasi PH dari darah dan cairan tubuh lainnya (Royan, 2010).


1.7 Proses Osmoregulasi
1.7.1 Ikan Elasmobranchi
Kontribusi tenggara dari Homer Smith dan rekan kerja di tahun 1530-an telah ada suatu kemajuan yangcukup dalam pengetahan kita tentang strategi Osmoregulastory ikan Elasmobranchi smith diakui urea yang ditahan dalam cairan tubuh sebagai bagian dari “Ballas Osmoregulation” ikan elasmobranchi sehingga osmolalitas cairan tubuh dinaikkan untuk tingkat yang iso atau sedikit hiperosmotik dengan medium sekitarnya.Dari studi yang pada saat itu dia juga mendalilkan bahwa banyak elasmobranchi hunian laut tidak mampu adaptasi unuk mencairkan lingkungan. Namun,penyelidikan yang lebih baru telah menunjukkan bahwa ikan ini memiliki kapasitas untuk menyesuaikan diri kepada suatu iklim dengan perubahan salinitas melalui regulasi independen Nag (Hazon et al, 2003).

Elasmobranchi adalah urea osmoconformer dan mempertahankan tekanan osmotic sedikit diatas air laut.Sebagian besar ini berasal dari kekuatan osmotic tinggi,seperti yang terlihat dalam osmoconformers benar seperti ivertebrata laut dan hagfish tersebet. Konsentrasi ion internal hiu dan pari adalah sebanding dengan teleostei. Sementara elasmobranchi osmolaritas internal menghalangi kebutuhan untuk melawan arus air laut, garam masih menyebar kedalam tubuh dan dikeluarkan dalam urin, melalui kelenjar dubur dan epitel
insang (Haywood, 1973 dalam Sanscrainte, 2006).

1.7.2 Ikan Teleostei
Osmoregulasi dan ion keseimbangan dalam teleosis di dominasi dilakukan oleh transportasi ion yang relevan(Na+ dan Cl-) melalui system transporter epitel di insang, utama osmoregulatory jaringan (Marshall, 2002: Hirose et al, 2003 ,Evans et al ,2005: Hwang dan Lee, 2007;Evans, 2008). Untuk mempertahankan homeostofis dari osmlaritas plasma dan komponenion, laut atau air tawar (fw) teleost mengeluarkan kelebihan garam dari darat untuk lingkungan hyperosmotik atau aktif menyeram garam dari eksternal hyposmotik atau aktif menyerap garam dari eksternal hyposmotic lingkungan, masing masing melalui epitel insang system transportasi. Sistem yang digunakan oleh teleost untuk beradaptasi dengan air laut (sw) atau fw berbeda tidak hanya dalam arah ion dan air gerakan tetapi juga dalam komponen molekul jasa pengangkutan (Marshall da Groseli, 2006 dalam Tang, 2009)
Teleost adalah osmoregulators dan menjaga tekanan ~30 mili osmolar (MOsm). Untuk tetap hypoosmotik tetap menjaga konsentrasi ion internal lebih rendah dari lingkungan , teleosts harus terus menerus melawan hilangnya air tuuh dan masuknya ion (tekanan osmotic ~100 MOsm). Lost air minum aliri oleh air laut, karena mayoritas Na+ dan Cl- ion tertelan secara aktif diangkat keluar dari tubuh oleh sel klorida khusus dalam insang. Tertelan divalent ion (Ca2+ , Mg2+, SO42-) melewati kotoran, sementara garam divalent kelebihan dikeluarkan dalam urin. Selain itu, insang menjadi lokasi pembuangan sampah
nitrogen (Wilmet et al,2000 dalam Sanscrainte, 2006).

1.8 Pengaruh Salinitas PH terhadap Ikan
PH air mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renit. Perairan asam kurang produktif malahan dapat membunuh hewan budidaya. PadaPH rendah (keasaman yang tinggi) kandungan oksigen terlarut berkurang, sebagai akibatnya oksigen menurun, aktifitas pernapasan naik, serta makan akan berkurang. Hal sebaliknya terjadi pada suasana basa. Sebagian besar biota aquatic sensitive terhadap perubahan PH dan menyukai nilai PH sekitar 7 - 8,5. Nilia PH sangat mempengaruhi proses biokimia perairan misalnya, proses nitrifikasi akan berakhir jika PH
rendah (Novontny and Olem, 1994 dalam Kordi, 2009).
Salinitas air berpengaruh terhadap tekanan osmotic air. Semakin tinggi salinitas, akan semakin besar pula tekanan osmotiknya. Biota yang hidup di air asin harus mampu menyesuaikan dirinya terhadap tekanan osmotic dari lingkungannya. Penyesuaian ini memerlukan benyak energi yang diperoleh dari makanan dan digunakan untuk keperluan tersebut (Kordi dan Andi, 2007).


2.METODOLOGI
2.1 Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang digunakan pada Praktikum Osmoregulasi adalah sebagai berikut:
2.1.1 Toleransi PH
Toples 2 L
• Di isi ¾ bagian air dengan perlakuan PH
Sesuai perlakuan :
 Kelompok 1 - 2 = 5
 Kelompok 3 - 4 = 7
 Kelompok 5 - 6 = 9
 Kelompok 7 - 8 = 11

Ikan Nila ( Oreochromis niloticus )

• Di timbang Wo
• Di masukkan dalam toples
• Di hitung bukaan mulut tiap 1’ selama 10x
• Di timbang Wt

Hasil






2.1.2 Pengamatan Empedu
Toples 2 L
• Di isi air ¾ bagian

NACl
• Di timbang (karena kelompok 8) menggunakan 90 gram
• Dilarutkan dalam air
Empedu sapi
• Ditimbang Wo
• Dimasukkan ke dalam toples
Kelompok 1 & 2 = 0
3 & 4 = 15
5 & 6 = 30
7 & 8 = 45
• Diamati perubahannya selama 2 jam
• Ditimbang Wt
Hasil











2.1.3 Toleransi Salinitas
Toples 2 L
• Disiapkan
• Diisi air ¾ bagian
• Diukur salinitas dengan refraktometer
Ikan nila (Oreochromis niloticus )
• Ditimbang ikan sebagai Wo
• Dimasukkan ikan kedalam toples dan diberi perlakuan
Kelompok genap : dimasukkan air laut {ikan nila (Oreochromis niloticus) ,ikan lele (Clarias gariepinus)}
Kelompok ganjil : dimasukkan air tawar {ikan nila (Oreochromis niloticus) , ikan zebra laut (Dascylus mellanurus)}
• Diamati tingkah laku selama 3 jam
• Ditimbang Wt
Hasil












2.2 Fungsi Alat dan Bahan
2.2.1 Fungsi Alat
Alam Praktikum Fisiologi Hewan Air tentan Osmoregulasi, alat-alat yang digunakan sebagai berikut:
a. Toleransi PH
• Toples 2 L : sebagai tempat air dan ikan
• Timbangan matter oz : untuk menimbang berat ikan
• Nampan : untuk tempat alat dan bahan
• Hand Tally Counter : untuk menghitung bukaan mulut ikan
• Stop watch : untuk menghitung waktu saat pengamatan
• PH meter : untuk mengukur PH air

b. Pengamatan Empedu
• Toples 2 L : sebagai tempat air dan empedu sapi
• Timbangan Mattler oz : untuk menimbang berat empedu sapi
• Stop Watch : untuk menghitung waktu saat pengamatan
• Timbangan Digital : untuk menimbang NaCl
• Spatula : untuk menghomogenkan larutan NaCl

c. Toleransi Salinitas
• Toples 2 L : untuk tempat air dan ikan
• Timbangan Mattler oz : untuk menimbang ikan nila ( Oreochromys Nilaticus)
Dan ikan lele ( Clarias Gariopinus )
• Stop Watch : untuk mengukur waktu saat pengamatan
• Refraktometer : untuk mengukur salinitas
• Pipet : untuk mengambil larutan sedikit demi sedikit dari toples ke Refraktometer
• Nampan : untuk wadah alat dan bahan

2.2.2. Bahan dan Fungsi
Bahan-bahan yang digunakan dalam Praktikum Fisiologi Hewan Air tentang Osmoregulasi untuk tiap perlakuan, sebagai berikut:

a. Toleransi PH
• Kertas Label : untuk menandai toples
• Ikan Nila (Oreochromys Niloticus) : sebagai bahan yang di uji
• Air : sebagai pelarut kapur dan media hidup ikan
• Kapur ( CaCo3 ) : sebagainindikator suasana basa
• Cuka : sebagai indicator suasana asam
• Plastik : sebagai tutup toples
• Karet : untuk mengikat plastic
• Tissue : untuk membersihkan meja dan alat praktikum
• Lap Basah : untuk menutup tubuh dan mata ikan agar tetap hidup dan tenang saat ditimbang

b. Pengamatan Empedu
• Empedu Sapi : sebagai bahan yang diuji
• Air : sebagai pelarut garam
• NaCl : untuk membuat larutan garam
• Karet : untuk mengikat empedu sapi agar tidak bocor
• Kertas : untuk tempat NaCl setelah ditimbang

c. Toleransi Salinitas
• Ikan Nila (Oreocromis Nilotikus) : sebagai bahan yang diuji
• Ikan Lele (Clarias Gariepynus) : sebagai bahan yang diuji
• Air Laut : sebagai media penguji
• Lap Basah : untuk menutup ikan nia (Oreocromis Nilotikus) agas tetep hidup dan tenang saat di timbang








3.DATA HASIL PENGAMATAN

3.1 Toleransi PH
kel 11 12 13 14 15 16 17 18 19 110 W0 Wt
1 26 39 23 33 15 44 16 34 24 40 17,81 19,01
2 32 50 90 79 85 115 93 88 87 103 16,29 16,5
3 98 96 111 111 113 127 106 106 109 108 14,62 14,70
4 77 78 90 84 80 89 86 86 84 96 16,51 16.95
5 13 36 32 41 8 7 4 - - - 16,74 19,71
6 6 2 3 3 5 7 3 - - - 22,62 25,55
7 5 8 7 - 4 2 1 2 - - 14,29 15,38
8 5 3 2 - - - - - - - 16,81 18,26

3.2 Toleransi Salinitas
• Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Kel. waktu Tingkah Laku Ikan Wo(gr) Wt(gr)
1 07.25 • Menit 1 : ikan nila (Oreochromis nilotikus) bergerak gerak dan bernafas biasa.
• Menit 15 : ikan nila (Oreochromis nilotikus)berdiam didasar, warna kulit memudar,bukaan mulut normal.
• Menit 30 : ikan nila (Oreochromis nilotikus) bergerak tenang bernafas biasa
• Menit 80 : sama dengan menit 30 14,53 15,17
2 07.15 • Menit 1 : ikan nila (Oreochromis nilotikus) aktif
• Menit 50 : gerakan melompat
• Menit 64 : nila (Oreochromis nilotikus) ke permukaan
• Menit 73 : insang melemah
• Menit 101 : operculum menguning
• Menit 180 : ikan nila (Oreochromis nilotikus)diam didasar,aktifitas berhenti tapi masih hidup 14,67 14,40
3 07.30 • Menit 1 : ikan nila (Oreochromis nilotikus)didasar pasif
• Menit 30 : ikan nila (Oreochromis nilotikus)didasar, bukaan mulut normal
• Menit 35 : ikan nila (Oreochromis nilotikus) pasif didasar bukaan mulu normal
• Menit 79 : ikan nila(Oreochromis nilotikus) pasif didasar bukaan mulut normal 15,30 15,46
4 07.15 • Menit 1-50 : ikan nila (Oreochromis nilotikus) bergerak stabil
• Menit 60 : kulit ikan nika (Oreochromis nilotikus) mulai membiru
• Menit 70 : mata dan tutup insang membiru
• Menit 140 : terdapat garis garis ditubuh
• Menit 145 : ikan nila (Oreochromis nilotikus)mulai diam ditempat dan berada dipermukaan
• Menit 155 : ikan nila (Oreochromis nilotikus)mati dan mengambang 15,80 15,77
5 07.20 • Menit 1 : ikan nila (Oreochromis niloticus) diam
• Menit 5 : berenang didasar bukaan muut cepat
• Menit 25 : berenang ditengah
• Menit 35 : mengeluarkan feses
• Menit 47 : bergerak aktif 16,79 16,29
6 08.00 • Menit 30 : ikan nila (Oreochromis nilotikus) aktif didasar
• Menit 60 :ikan nila (Oreochromis nilotikus) aktif ditengah
• Menit 90 : ikan nila (Oreochromis nilotikus) naik kepermukaan bergerak tidak
• Menit 120 : ikan nila (Oreochromis nilotikus) turun kedasar dan mati 16,34 15,21
7 07.30 • Menit 1 : ikan bergerak stabil
• Menit 27 : ikan nila (Oreochromis nilotikus) diam didasar
• Menit 50 : mengeluarkan feses
• Menit 180 :bergerak dengan lambat dan tetap hidup 15,27 14,95
8 07.20 • Menit 5 : bergerak didalam proses adaptasi
• Menit 30 : sirip pectoral bergerak cepat, gerakan tubuh naik turun
• Menit 40 : gerakan lemas
• Menit 80 : ikan nila (Oreohcromis nilotikus) bergerak kepermukaan,terdapat titik putih dimata dan mata memerah
• Menit 95 : sirip pectoral memerah
• Menit 160 :ikan kehilangan keseimbangan
• Menit 180 : ikan dalam posisi miring,masih hidup,mulut terbuka 19,04 17,34

• Ikan Lele (Clarias gariepinus)
Kel. waktu Tingkah Laku Ikan Wo(gr) Wt(gr)
2 07.15 • Menit 5 : lele (Clarias gariepinus) bergerak aktif
• Menit 10 : mulut ikan lele (Clarias gariepinus) merah penuh memerah
• Menit 20 : insang memerah, lele (Clarias gariepinus) tegak
• Menit 35 : lele (Clarias gariepinus) diam didasar
• Menit 51 : lele (Clarias gariepinus) mati, pucat
6,94 6,74
4 07.15 • Menit 5 : ikan lele (Clarias gariepinus) mulai bergerak
• Menit : ikan lele (Clarias gariepinus) berada dipermukaan dan mencoba bernafas di permukaan
• Menit 15 : ikan lele (Clarias gariepinus) kembali bergerak cepat kemudian kembali ke permukaan
• Menit 40 : kulit lele(Clarias gariepinus) mulai mengelupas
• Menit 45 : lele (Clarias gariepinus) jatuh/ hamper mati ke dasar
• Menit 50 : lele (Clarias gariepinus) pucat dan berakhir mati 6,48 6,42
6 08.00 • Menit 30 : lele (Clarias gariepinus) aktif dipermukaan
• Menit 60 : mati 8,31 8,16
8 07.20 • Menit 5 : bergerak lincah
• Menit 20 : bergerak ke dasar
• Menit 30 : bergerak ke permukaan, posisi tegak
• Menit 65 : lele (Clarias gariepinus) posisi miring ke dasar
• Menit 70 : lele (Clarias gariepinus) mati dengan kulit mengelupas dan pucat 13,57 12,41


• Ikan Zebra Laut (Dascilus mellanurus)
KEL. waktu Tingkah laku Ikan W0(gr) Wt(gr)
1 07.25 • Menit 1 : ikan bergerak dan bernafas biasa
• Menit 10 : ikan diam
• Menit 15 : ikan diam didasar dan bersandar di dinding toples
• Menit 25 : warna kulit menjadi sedikit kuning
• Ment 70 : ikan berenang dengan posisi miring dan diam,bukaan mulut amat lambat
• Menit 80 : ikan zebra (Dascilus mellanurus) mati earna hitam memudar, warna putih menjadi kuning kehitaman 1,35 1,63
3 07.30 • Menit 1 : aktif bergerak bukaan mulut cepat
• Menit 30 : aktif bergerak bukaan mulut cepat, berenang di permukaan
• Menit 35 : bergerak turun ke dasar, tidak begitu aktif, bukaan mulut normal
• Menit 41 : ikan di dasar tidak begitu aktif, bukaan mulut normal
• Menit 60 : ikan berusaha naik ke atas mengambil O2
• Menit 65 : ikan mati• 1,17 1,38
5 07.20 • Menit 1.48 : ikan bergerak aktif
• Menit 7.09 : ikan diam di dasar (bukan mulut cepat)
• Menit 31 : bergerak didasar
• Menit 50 : posisi miring di dasar
• Menit 1.04.09 : mengambang bukaan mulut lambat
• Menit 1.07.00 : ikan mati 1,41 1,20
7 07.30 • Menit 1 :ikan kehilangan keseimbangan / oleng
• Menit 18 : ikan bergerak ke atas permukaan
• Menit 30 : ikan oleng
• Menit 45 : ikan mati 1,22 1,31

3.3 Pengamatan Empedu
Kel. Wo(gr) Wt(gr) Keterangan
1 535,5315 396,9 • Menit 1 : empedu kekuningan,air jernih
• Menit 30 : empedu pucat, bertambah besar, air kekunungan
• Menit 60 : empedu semakin pucat bertambah besar
• Menit 90 dan 120 : empedu semakin pucat dan bertambah besar
2 115,101 130,41 • Menit 5 : warna empedu berubah pucat
• Menit 10 : empedu sedikit naik menuju permukaan
• Menit 60 : warna empedu semakin pucat dan air berubah menjadi kuning
• Menit 120 : empedu meenggelembung
3 - - -

4 19,60 30,03 • Warna air di sekitar empedu menguning, terjadi proses difusi yaitu cairan empedu keluar,volume bertambah
• Warna empedu berubah agak ke putih putihan
5 184,84 187,1 • Menit 4 : air permukaan berwarna kuning
• Menit 25 : air permukaan
• Menit 30 : empedu mengalami penurunan dari permukaan
• Menit 57 : empedu makin turun,terbentukgelembung-gelembung kecil di toples bagian atas
• Menit 120 : empedu turun (bukan didarat), gelembung juga terdapat di darat toples
6 308,7315 330,561 • Warna air menjadi kuning pada bagian dasar
• warna empedu jadi lebih pucat
• Ukuran semakin besar
7 228,2195 243,2439 • Menggumpal
• Keluar cairan dari empedu
• Warna empedu pucat
• Ukuran semakin membesar
8 167,265 174,069 • Warna air pada bagian permukaan kira-kira 5cm dari permukaan menjadi kuning
• Empedu menjadi lebih pucat







4.PEMBAHASAN
4.1 Analisa Prosedur
4.1.1 PH
Dalam praktikum tentang pengukuran PH, hal pertama yang dilakukan adalah mempersiapkan alat dan bahan. Alat yang digunakan seperti toples 2L untuk tempat air dan ikan saat pengamatan, timbangan matter oz untuk menimbang ikan nila (Oreochromis nilotikus), handuk basah untuk membungkus ikan nila (Oreochromis nilotikus) pada saat di timbang agar ikan nila (Oreochromis nilotikus) tetap hidup dan tenang saat ditimbang, hand tally counter digunakan untuk menghitung bukaan mulut ika nila (Oreochromis nilotikus), stop watch untuk mengukur waktu saat pengamatan. Sedangkan bahan yang digunakan adalah ikan nila (Oreochromis nilotikus) sebagai bahan yang di uji, ikan nila (Oreochromis nilotikus) digunakan karena harganya yang ekonomis,tingkat adaptasi yang tinggi, serta memiliki salinitas yang luas (Eurohelin). Air sebagai pelarut kapur, kapur sebagai indicator suasana basa, plastic sebagai tutp toples, karet sebagai pengikat plastic pada saat menutup toples, tissue untuk membersihkan meja dan peralatan yang selesai digunakan.
Setelah alat dan bahan sudah siap, maka toples yang sudah siap di isi ¾ bagian dengan air agar air tidak tumpah dan memiliki penampang lebih luas, serta toples yang digunakan untuk mempermudah pengamatan dan mempermudah pergantian tempat atau posisi toples. PH yang digunakan sebesar 11 karena kita kelompok 8 dan pada tiap kelompok mempergunakan PH yang berbeda-beda untuk mengetahui toleransi ikan nila (Oreochromis nilotikus) terhadap PH-PH tertentu. Kemudian ikan nila (Oreochromis nilotikus) diambil dan di timbang menggunakan timbangan digital mettle oz untuk diketahui berat ikan nila (Oreochromis nilotikus) sebelum diberi perlakuan, ketika di timbang tidak lupa tubuh dan mata ikan di tutup atau di balut menggunakan lap basah agar ikan nila (Oreochromis nilotikus) tetap hidup dan tenang pada saat di timbang. Setelah ditimbang, ikan nila (Oreochromis nilotikus) di masukkan ke dalam toples yang berisi air dengan PH 11 untuk diamati bukaan mulutnya tiap 1’ selama 10x untuk mendapatkan hasil yang lebih valid. Kemudian ikan nila (Oreochromis nilotikus) di timbang dengan digital mettle oz untuk mengetahui berat ikan nila (Oreochromis nilotikus) setelah di beri perlakuan. Pada saat menimbang ikan nila (Oreochromis nilotikus) sudah tidak perlu di balut atau dibungkus dengan lap basah, karena pada kelompok kita yaitu kelompok 8 air yang digunakan memiliki PH 11. Jadi pada saat ikan dimasukkan ke dalam toples yang berisi air dengan PH 11, idak begitu lama ikan nila (Oreochromis nilotikus) sudah mati. Itu disebabkan PH yang digunakan terlalu tinggi, sebab PH normal yang baik untuk ikan nila (Oreochromis nilotikus) sebesar 6,5-8,5 diatas PH normal ikan sulit untuk beradaptasi. Untuk mengetahui berat ikan nila (Oreocromys Nilotikus) sebelum di beri perlakuan ( W0) dan sesudah di beri perlakuan (Wt) menggunakan rumus Berat Ikan x 28,35 oz, agar dapat diketahui berat ikan nila (Oreochromis nilotikus) dalam gram. Sebab timbangan yang digunakan menggunakan skala oz. Sesudah ditimbang hasil dapat diketahui.

4.1.2 Empedu
Dalam praktikum tentang pengamatan empedu, hal pertama yang dilakukan adalah mempersiapkan alat dan bahan. Alat yang digunakan seperti toples untuk tempat air dan empedu, timbanagan matter oz untuk menimbang empedu, stop watch untuk mengukur waktu saat pengamatan, timbangan digital untuk menimbang NaCl, spatula untuk menghomogenkan larutan NaCl. Bahan yang disiapkan adalah empedu sapi sebagai bahan yang diuji. Penggunaan empedu adalah karena mempunyai lapisan semi permeable yang selektif, ukurannya yang besar mempermudah pengamatan. Air sebagai pelarut garam, NaCl untuk membuat larutan garam, karet untuk mengikat empedu sapi agar tidak bocor, kertas untuk tempat NaCl saat di timbang.
Hal kedua yang dilakukan setelah alat dan bahan siap adalah mengisi toples dengan air sebanyak ¾ bagian toples agar air tumpah pada saat di isi dengan empedu sapi, memiliki penampang yang lebih luas, serta pemakaian toples sendiri untuk mempermudah pengamatan. Setelah air siap hal selanjutnya adalah mengambil NaCL dan ditimbang menggunakan timbanan digital, banyaknya NaCl yang digunakan adalah sebesar 90 gram karena karena kita kelompok 8 menggunakan 2 liter air dengan rumus
ppt = gram atau Gram = 45 x 2
l = 90 gram
Setelah selesai ditimbang, garam dimaksukkan atau dilarutkan dengan air dalam toples dan dihomogenkan menggunakan spatula. Tujuan dari pelarutan garam adalah untuk membentuk salintas debgan 45 ppt. Pada saat larutan salinitas sudah siap maka empedu sapi diambil dan diletakkan di atas nampan untuk kemudian ditimbang dengan menggunakan Mattler oz untuk diketahui berat empedu sapi sebelum diberi perlakuan ( Wo). Penggunaan empedu sapi sendiri adalah karena memiliki lapisan semi pemiabel yang selektif. Sesudah ditimbang empedu sapi dimasukkan dalam toples yang berisi larutan air garam untuk selanjutnya diamati. Pengamatan empedu sapi dilakukan selama 2 jam. Sebab dalam waktu 2 jam diasumsikan sudah terjadi proses Osmoregulasi, dan pada empedu sapi yang dimasukkan dalam larutan air garam dengan salinitas 45 ppt terjadi proses osmosis atau difusi. Setelah 2 jam empedu sapi diambil dan diletakkan pada nampan untuk selanjutnya ditimbang dengan Mattler oz utuk diketahui berat empedu sapi setelah diberi perlakuan ( Wt ) dan selanjutnya diperoleh hasil.




4.1.3 Toleransi Salinitas
Pada saat melakukan Praktikum Osmoregulasi tentang Toleransi Salinitas, halnpertama yang dilakukan adalah mempersiapkan alat dan bahan. Alat yang digunakan seperti toples 2 L untuk tempat air dan ikan saat pengamatan, timbangan Mattler oz untuk mengukur atau menimbang berat ika nila (Oreochromis niloticus) dan ikan lele (Clarias gariepinus)yang akan diamati, stop watch untuk mengukur waktu saat pengamatan, lap basah untuk menutup tubuh ikan saat menimbang, refraktometer untuk mengukur salinitas, pipet untuk mengambil larutan sedikit demi sedikit dari toples ke refraktometer, nampan sebagai wadah alat dam bahan. Sedangkan bahan yang digunakan adalah ikan nila (Oreochromis niloticus) sebagai objek yang di diuji, ikan nila (Oreochromis niloticus) digunakan karena mempunyai daya salinitas luar (eurohalim), harganya yang ekonmis serta tingkat adaptasi yang tinggi, ikan lele (Clarias gariepinus) sebagai bahan yang diuji, digunakan dalam praktikum ini untuk membandingkan dengan ikan nila (Oreochromis niloticus) karena ikan lele (Clarias gariepinus) memiliki daya salinitas sempit (stenohalim),harga yang ekonomis serta tingkat adaptasi yang rendah. Air laut sebagai media hidup ikan yang akan diukur salinitasnya.
Hal kedua yang dilakukan setelah alat dan bahan siap adalah mengisi toples ¾ bagian, tujuannya adalah agar mimiiki penampang yang lebih luas dan pada saat ikan nila (Oreochromis niloticus) dan ikan lele (Clarias gariepinus) dimasukkan kedalam toples maka air tidak tumpah. Penggunaan toples untuk mempermudah pengamatan serta mempermudah saat memindah-mindah tempat. Kemudian air dalam toples diukur salinitasnya menggunakan refraktometer untuk mengetahui salinitas air laut, skala yang digunakan dalam refraktometer adalah sebelah kanan dalam alat tersebut. Setelah itu ikan nila (Oreochromis niloticus) dan ikan lele (Clarias gariepinus) di ambil dan ditimbang satu persatu menggunakan timbangan digital Mattler oz untuk diketahui (W0) nya. Pada saat penimbangan tidak lupa mata ikan nila (Oreochromis niloticus) dan lele (Clarias gariepinus) dibungkus dan ditutup matanya menggunakan lap basah agar ikan tetap hidup dan tenang saat ditimbang. Setelah ditimbang ikan nila (Oreochromis niloticus) dan lele (Clarias gariepinus) dimasukkan ke dalam toples yang berisi air laut dan diamati tingkah laku ikan nila (Oreochromis niloticus) dan lele (Clarias gariepinus) selama 3 jam, karena diasumsikan dalam waktu 3 jam adalah waktu yang kondusif serta diasumsikan ikan nila (Oreochromis niloticus) dan lele (Clarias gariepius) mampu untuk beradaptasi. Setelah 3 jam kedua ikan diambil dan diletakkan pada nampan untuk selanjutnya ditimbang satu persatu ikan sebagai (Wt) agar diketahui berat ikan setelah diberi perlakuan. Kemudian diketahui hasilnya.


4.2 Analisa Hasil
4.2.1 Toleransi PH
Dari Praktikum Fisiologi Hewan Air tentang Osmoregulasi melakukan pengamatan tentang toleansi P. PH yang digunakan tiap kelompok berbeda-beda untuk mengetahui toleransi ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan PH tertentu. Pada kelompok kami yang menggunakan PH 11 dan setelah dilakukan pengamatan diperoleh hasil sebagai berikut: Wo= 16,81 gr, Wt =18,26 gr. Pda saat ikan dimasukkan kedala air dengan PH 11 diperoleh data pada menit pertama bukaan mulut ikan sebanyak 5x, menit kedua sebanyak 3x, dan menit ketiga sebanyak 2x. Sedangkan dimenit keempat sampai sepuluh ikan nila (Oreochromis niloticus) sudah mati dan tidak diperoleh data lagi. Percobaan ini meunjukkan bahwa meskipun ikan nula memiliki salinitas luas (eurohalim) dan tingkat adaptasi tinggi, kan tetap tidak bias bertahan hidup dengan PH tinggi ataupun rendah. PH yang paling baik untuk ikan yaitu antara 6,5 – 8,5 saja. Proses osmooregulasi dipengaruhi oleh perbedaan PH. Jika suatu perairan memiliki PH asam atau basa, maka proses osmoregulasi tubuhnya terganggu menyebabkan cairan lender dalam tubuh ikan keluar.
Dan data yang diperoleh tentang toleransi PH mulai kelompok 1 sampai 8 diperoleh data bukaan mulut ikan sebagai berikut: Kelompok 1 pada 11= 26, 12= 39, 13= 23, 14=33, 15= 15, 16=44, 17= 16, 18= 34, 19= 24, 110= 40, W0= 17,81, Wt= 19,01. Kelompok 2 pada11= 32, 12= 50, 13= 90, 14=79, 15= 85, 16=115, 17= 93, 18= 88, 19= 87, 110= 103, W0= 16,29, Wt= 16,5. Kelompok 3 pada 11= 98, 12= 96, 13= 111, 14=111, 15= 113, 16=127, 17= 106, 18= 106, 19= 109, 110= 108, W0= 14,62, Wt= 14,70. Pada kelompok 4 pada11= 77, 12= 78, 13= 90, 14=84, 15= 80, 16=89, 17= 86, 18= 86, 19= 84, 110= 96, W0= 16,51, Wt= 16,95. Klompok 5 pada pada11= 13, 12= 36, 13= 32, 14=41, 15= 8, 16=7, 17= 4, dan pada 18 sampai 110 tidak diperoleh data bukaan mulut ika, sebab ika nila (Oreochromis niloticus) sudah mati, Wo= 16,74, Wt= 19,71. Kelopmpok 6 pada pada11= 6, 12= 2, 13= 3, 14=3, 15= 5, 16=7, 17= 3, dan pada18 sampai 110 tidak diperoleh bukaan mulut ikan, sebab ikan nila (Oreochromis niloticus) sudah mati, W0= 22,62, Wt= 25,55. Kelompok 7 pada pada11= 5, 12= 8, 13= 7, 14 sampai 110 tidak diperoleh data sebab ikan nila (Oreochromis nioticus) sudah mati, W0= 14,29, Wt= 15,38. Pada kelompok 8 pada11= 5, 12= 3, 13= 2, 14 sampai 110 tidak diperoleh hasil sebab ikan nila (Oreochromis niloticus) sudah mati, W0= 16,81, Wt= 18,26. Pada tiap kelompok diperoleh data yang berbeda-beda. Ini bertujuan untuk mengguji ketahanan ikan nila (Oreochromis niloticus) pada PH tertentu.
TOLERAMSI PH

Dari grafik di atas menunjukkan nilai grafik yang berbeda-beda antara kelompok satu dengan kelompok lainnya. Kelompok 1 dan 2 bukaan mulut ikan cenderung banyak dari pada kelompok lain. Dengan PH yang lebih tinggi. Bukaan mulut ikan terbanyak terdapat pada kelompok 1 dan 2 pada menit 16. Pada kelompok 3 dan 4 yang memiliki PH netral, maka bukaan mulut ikan cenderung stabil. Dan pada kelompok 5 dan 6 bukaan mulut terbanyak dimenit 14 pada kelompok 5 dan 16 pada kelompok 6. Pada kelompok 7 dan 8 yang menggunakan PH 11 grafik relative constant dengan bukaan mulut ikan terbanyak pada kelompok 7 dimenit 12 dan kelompok 8 dimenit 11. PH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa ammonium yang dapatterionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki PH renda. Amonium bersifat tidak toksis (innocuous). Namun pada suasana alkalis (PH tinggi) lebih banyak ditemikan amonai yang tak terionisasi ini lebih mudah terserap ke dalam tubuh organisme akuatik dibandingkan dengan ammonium (Effendi,2003).
Menurut Yudhistira (2010), kualitas air sangat berpengaruh terhadap proses metabolism organism akuatik. Penambahan asam pada lingkungan perairan mnggakibatkan ikan yang hidup didalamnya menggalami kematian. Begitupun ikan pada PH basa yang juga menggalami kematian. Kematian diakibatkan berkurangnya konsmsi O2, osmoregulasi ikan terganggu, serta kada toksisitas meningkat karena ammonia tinggi pada PH tingg (basa) dan H2S tinggi pada PH rendah (asam) sehingga mengganggu proses metabolism dan respirasi.
Menurut Cahyono (2001), kisaran derajat keasaman (PH) perairan yang cocok untuk budidaya ikan diperairan umum tergantung pada jenis ikan yang dipelihara. SEbab setiap jenis ikan menghendaki kisaran PH antara 5 – 8,7. Pada kisaran tersebut cukup memenuhi syarat untuk kehidupan ikan. Sedangkan untuk ikan nilai PH yang sesuai adalah 7-8.


4.2.2 Empedu sapi
Dari praktikum Fisiologi Hewan Air tentang Osmoregulasi melakukan pengamatan tentang empedu.Empedu yang digunakan adalah empedu sapi. Setelah dilakukan pengamatan dapat diperoleh data sebagai berikut: Wo= 169,265 gr, Wt= 174,69 gr. Pada saat pengamatan terjadi perubahan dimana empedu sapi yang dimasukkan kedalam larutan NaCl pun juga mulai berubah warna menjadi kekuningan edikit demi sedikit. Dilihat dari warna empedu yang memucat dan cairan empedu keluar merupaka proses difusi dimana masuknya air dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah sehingga menyebabkan larutan NaCl berubah menjadi kekuningan. Juga mengalami proses osmosis yaitu perpindahan molekul air melalui membrane semi permeable dari bagian yang lebih encer ke bagian yang lebih pekt, sehingga menyebabkan berat empedu bertambah.
Menurur Marsland (1964), apabila dua konsentrasi yang berbeda dipisahkan oleh membrane semi permeable, maka terjadi system osmosis air dalam jumlah besar dan partikel kecil terlarut berpindah dari atau keluar sel melalui membrane plasma secara konstan dan perpindahan ini sangat penting bagi hidup setap sel. Perpindahan secara spontan terhadap molekul dan ion melalui suatu batas terjadi secara bersamaan dengan proses osmosis. Jika sebuah zat terlarut berkonsentrasi lebih tinggi dari pada zat lain, maka molekul dan ion dari zat tersebut akan tersebar ke zat dengan konsentrasi yang lebih rendah, hingga tercipta konsentrasi yang seimbang, proses ini disebut difusi.
Jika disuatu sisi membrane ada larutan dan disisi lainya ada larutan lain yang berbeda konsentrasinya, maka osmosis akan berlangsung larutan yang lebih pekat mempunyai potensial air lebih rendah (lebih negatif) ; jadi, air akan berdifusi ke daerahnya dari larutan lain sampai tekanannya naik kesuatu titik, yaitu sampai potensial airnya sama dengan potensial air larutan yang kurang pekat. Hal ini mungkin terjadi bila keduanya mempunyai
wadah (Salisbury, et all, 1995)
Menurut Suryantini (2009), komposisi kimia empedu ntermasuk pigmen empedu, billiriubin, billiverolin, urobilin. JAdi pada saat panggamatan empedu, air menjadi bewarna kuning karena pigmen warna pada empedu. Dan komposisi kandungan kimia empedu yang termasuk didalamnya billirubin, billiverolin sebagai pigmen warna kuning.
Komposisi empedu antara lain:
• Air
• Garam empedu
• Billirubin dan billiverolin
• Lemak
• Kolestrol
• Lecithin
• elektrolit


4.2.3 Toleransi salinitas
Pada saat melakukan Praktikum menggenai Toleransi Salinitas diperolh data sebagai berikut, setelah dilakukan pengamatan maka datanya Wo nila (Oreochromis niloticus) = 19,04, Wt nila (Oreocromis niloticus) = 17,57 sedangkan Wo lele(Clarias gariepynus) = 13,57, Wt lele (Clarias gariepinus) = 12,41. Penggamatan ikan nila (Oreochromis niloticus) dilakukan pada pukul 07.20, pada menit 5 aktifitas ikan bergerak aktif, dimenit 30 sirip pectoral bergerak cepat, dengan gerakan naik turun, menit 40 ikan mulai lemas, menit 80 ikan bergerak ke permukaan dan terdapat titik putih dimata ikan, menit 95 sirip pectoral ikan mulai memerah, menit 160 ikan mulai kehilangan keseimbangan, dan pada menit 180 ikan sudah dalam posisi miring tetapi tetap hidup dengan mulut terbuka.

Sedangkan hasil penggamatan pada ikan lele(Clarias gariepinus) pada menit ke 5 ikan bergerak aktif, menit 20 ikan bergeak ke dasar, menit 30 ikan bergerak kepermukaan dengan posisi badan yang tegak, menit 65 ikan lele (Clarias gariepinus) dengan posisi miring di dasar, menit 70 ikan mati dengan kulit mengelupas dan pucat. Ikan lele (Clarias gariepinus) memiliki sifat stenohalin yaitu kisaran salinitas sempit sehingga menyebabkan ikan lele (Clarias gariepinus) tidak mampu bertahan hidup dalam waktu yang lama. Beda dengan ika nila (Oreochromis niloticus) yang memiliki sifat eurohalin yaitu kisaran salinitas yang luas dan menyababkan ikan mampu beradaptasi dan mampu bertahan dalam air laut.
Ikan nila pada konsentrasi 15 ppt untuk memasuki kadar garam yang leih tinggi masih mampu bertahan hidup, walaupunlama kelamaan akan mati. Hal ini menunjukkan bahwa ikan nila termasuk ikan air tawar yang mempunyai osmoregulasi yang tinggi. Artinya ikan akan melakukan aktifitas berupa terus menerus minum air, penguapan air dengan osmosis, garam-garam diekskresi secara aktif melalui insang, sedikit urin, urin
pekat (Fernando, 2010).
Seiring meningkatnya kadar garam dalam tubuh ikan yang melakukan mekanisme proses pengaturan regulasi eurihalin, sedankan yang tidak melakukan mekanisme prose pengaturan regulasi disebut
stenohalin (Wibowo,2009).
Sel-sel cairan ekstra sel mengandung berbagai garam mineral yang kationnya terdiri atas natrium, kalium, kalsium dan magnesium (ion bermuatan positif) dan anion-anion terdiri atas klorida, bikarbonat, fosfat dan sulfat (ion bermuatan negatif) (Villee, 1999).





4.3 Faktor koreksi
Dalam Praktikum Fisiologi Hewan Air tentang Osmoregulasi menggenai toleransi PH, pengamatan empedu dan juga toleransi salinitas, terdapat factor koreksi sebagai berikut:
a. Toleransi PH
• Pada saat menimbang, mata ikan nila (Oreochromis niloticus) tidak ditutupi lap basah, sehingga ikan nila (Oreochromis niloticus) loncat keluar dari nampan dan jatuh ke lanai
• Pada saat menimbang sebagian praktikan masih belum mengerti bagaimana cara menimbang yang baik dan bemar, sehingga data yang diperoleh tidak falid
• Pembuatan larutan basa atau asam, telah disiapkan oleh asisten. Sehingga sebagian besar praktikan tidak mengerti bagaimana pembuatan larutannya
b. Pengamatan Empedu
• Empedu yang digunakan ikatannya tidak rapat, menyebabkan kebocoran dan perlu pengikatan ulang
• Pada pembuatan larutan NaCl, karena tidak ada spatula, maka digunakan penggaris untuk menghomogenkan larutan NaCl dan air
• Refraktometer yang digunaka untuk mengukur salinitas rusak
c. Toleransi Salinitas
• Pada saat penimbangan ikan, mata ikan tidak ditutup dengan lap basah sehingga ikan nila (Oreochromis niloticus) dan ikan lele (Clarias gariepinus) tidak tenang saat ditimbang.
• Pada saat menimbang, sebagian Praktikan masih belum mengerti dan memahami bagai mana cara menimbang yang benar sehingga data yang diperoleh tidak valid
• Refraktometer yang digunakan untuk mengukur salinitas rusak.

4.4 Manfaat di bidang perikana
Dalam Praktiku Fisiologi Hewan Air tentang Osmoreglasi didapat manfaat-manfaat dibidang perikana, diantaranya yaitu:
a. Toleransi PH
• Dengan mengetahui kisaran PH perairan, kita dapat memperkirakan seberapa besar toleransi PH terhadap pertumbuhan ikan nila (Oreochromis niloticus)
• Dapat mengetahui kisaran kualitas suatu perairan, apakah asam netral maupun basa
• Dapat memperkirakan seberapa luas toleransi PH bagi perkembang biakan ikan yang optimal
b. Pengamatan empedu
• Dapat mengetahui proses osmosis,difusi yang tejadi pada tubuh ikan seperti yang diamati pada empedu
• Dapat mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi ketika proses osmosis, difusi pada empedu,sehingga dapat kita ketahui pada tubuh ikan
c. Toleransi Salinitas
• Dapat mengetahui kisaran salinitas terhadap daya tahan hidup ikan tawar maupun laut
• Dapat mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi ketika ikan air tawar dimasukkan ke dalam toples yang berisi air laut dan juga sebaliknya
• Dapat membuat kisaran salinitas yang optimal bagi perubahan dan perkembangan ikan


4.Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan
Dari Praktikum Fisiologi Hewan Air tentang osmoregulasi dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
• Osmoregulasi merupakan upaya hewan airuntuk menggontrol keseimbangan air dari ion antara tubuh dan lingkungannya atau suatu proses pengaturan tekana osmotic
• Difusi merupaka perpindahan dari ruang berkonsentrasi tinggi ke ruang berkonsentrasi rendah
• Toleransi aktif merupakan gerakan ion dari molekul melawan suatu gradient konsentrasi
• Hasil dari praktikum toleransi PH menunjukkan bahwa ikan nila (Oreochromis niloticus) tidak tahan terhadap PH yang terlalu basa dan terlalu asam. Ikan hidup optimal pada PH yang netral
• Hasil dari praktikum tentang pengamatan empedu, menunjukkan bahwa empedu mempunyai konsentrasi yang lebih tinggi yaitu 80 ppt dari pada larutan NaCl. Sehingga terjadi osmoregulasi, proses difusi dan osmosis yang menyebabkan cairan dalam empedu keluar, dan air dari larutan NaCl masuk ke dalam empedu
• Hasil dari praktikum tentang toleransi salinitas, menunjukkan bahwa ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakkan eurihaline (toleransi salinitas luas) karena saat dimasukkan ke dalam toples yang berisi air laut bias bertahan hidup,meskipun lemas. Dan ikan lele (Clarias gariepinus) merupakan stenohaline (toleransi salinitas sempit) karena cepat mati saat dimasukkn ke dalam toples yang berisi air laut
• Transport aktif merupakan gerakan ion dari molekul melawan suatu gradient konsentrasi

• Rumus salinitas
X z - y
Z
Y z – x +
2z – y – x
% S1 = z – y x 100% = %
2z – y – x
S2 = z – x x 100%
2z – y – x
Keterangan: x = besar awal salinitas (ppt)
y = besar salinitas mula-mula (ppt)
z = besar salinitas dalam bentuk (%)
% S1 = besar salinitas dalam bentuk (%)
% S2 = besar salinitas dalam bentuk (%)
S1 = besar salinitas dalam ppt
S2 = besar salinitas dalam ppt

5.2 Saran
Untuk Praktikum Fisiologi Hewan Air diharapkan alat yang digunakan tidak menggalami kerusakan agar para praktikan mudah dalam melakukan praktikum









Daftar Pustaka
• Cahyono, Bambang.2001.Budidaya ikan di perairan Budidaya ikan di perairan umum.http://books google.co.id / books? Id = he_Dhxpam UYC & printsec. Diakses pada tanggal 13 oktober 2010 pukul 19.30 wib.
• Chan.2010. Osmoregulasi. http :// warisman.blogspot.com / 2010.os.io. archive. Html. Diakses pada tanggal 5 okober 2010 pukul 19.30 wib.
• Dwijoseputro,D.1986.Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia : Jakarta.
• Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius : Yogyakarta.
• Fernando, Rudi nando. 2010. Tingkatan salinitas pada air dan pengaruh salinitas. http :// picco.fernando.blog spot.com / 2010/ 01/ tingkatan-salinitas-pada-air-dan-html. Diakses pada tanggal 5 oktober 2010 pukul 19.30 wib.
• Geese, Aithor.C.1966. Cell Physiology,WB Sounders Company London.
• Hazon, Neil. Alan wells, Richard D pillans. Jonathan P.Good, w.Bang Anderson, Craig E.Franklin. 2003. Urea Based Osmoregulation and Endrocrine Control in Flasmobranch fish with special andesson/ Hazon % 20 et % 20 al% @ Bp% 20 vol%.pdf. Diakses pada tanggal 4 oktober 2010 pukul 10.15 wib.
• Kimball, John w. 1994.Biologi. Erlangga : Jakarta.
• Kordi K, M Ghufron. 2008. Budidaya Perairan Buku Pertama. Citra Aditya Bakti : Bandung.
• . 2009. Budidaya Perairan Buku Kedua. Citra Aditya Bakti : Bandung.
• Kordi K, M Ghufron H dan Andi Baja Tancung.2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta : Jakarta.
• Marsland, Dougles. 1964. Principle of Modern Biology. New York Univercity, USA.
• Parasian. 2010. Osmoregulasi ikan. http:// anak-laut. Undip. blogspot.com / 2010 / 04 / Osmoregulasi-ikan, html. Diakses pada tanggal 4 Oktober 2010 pukul 18.03 wib.
• Royan. 2010. Mineral pada ikan. http:// rizal-bb pujang bdee blog spot.com/2009.01.01.archive.html. diakses pada tanggal 2 oktober 2010 pukul 13.00 wib
• Salisbury, Frank B and.cleo w Ross.1995.Fisiologi Tumbuhan. Penerbit ITB : Bandung
• Sanscrainte, Neil Duminic.2006. Mollecular and Functional Charoecterization of Paru Albumin in the Atlantic Sharproses Shark,rhizopkioro dan terraginovae.http://etd.lib.fsu.edu / these lavailable atd 0707.2006 13509 / unrestricted / sans craintethesis pdf. Diakses pada tanggal 4 oktober 2010 pukul 14.00 wib
• Svendsen and Anthony. 1984. An Introduction to Animal Phynology Second Edition. U1 Ppressirmited. England.
• Tang. Cheng –Hao, Lie yuch Huang and Tsung Han Lee. 2009.Chloride chanel CLC. 3 ingills of the Euryhaline Teteost, Tetracdon nigrouridis expression, Localization and the possible rok of chloride absorption.http://jeb.brologists.org / ogi / reprint / 213/ 5 / 681.pdf. Diakses pad 4 oktober 2010.
• Villee .A Cland.1999. Zoologi umum. Erlangga :Jakarta.
• Wibisono, luqman.2009.Osmoregulasi. http://luqman-wibisono.umi blogspot.com/209/05/Osmoregulasi.html. Diakses pada 5 oktober 2010 pukul 10.00 wib
• Yatim, Wildan. 2003. Biologi Modern. Biologi Sel. Tarsito: bandung.
• Yudistira ,Angga, Dwi. Antono,Hendriyanto.2009. Respon Organisme Akuatik terhadap Variabel Lingkungan (PH, suhu, kekeruhan dan detergen. Diakses pada 4 oktober 2010 pukul 15.00 wib
• Yunus, Askal.2009. Osmoregulasi.http:// Askar. Yunus .Umi,blogspot. Com / 2009 / 05 / Osmoregulasi.html. Diakses pada tanggal 5 oktober 2010 pukul10.00 wib

Tidak ada komentar:

Posting Komentar