Kamis, 23 Desember 2010

Syaraf Ikan

1. PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Saraf
Sistem saraf pada kebanyakan hewan menjadi dua bagian utama. Sistem saraf pusat dari berbagai bentuk seperti misalnya planaria, cacing tanah, dan belalang terdiri atas kelompok-kelompok badan sel, yakni ganglia. Pada umumnya ganglia terdapat di bagian-bagian tubuh yang menerima banyak sekali informasi sensori (umpamanya kepala) atau yang memerlukan pengendalian otot yang tepat (umpamanya) di dekat bagian-bagian mulut. Ganglia ini dihubungkan sesamanya oleh satu atau lebih tali saraf yang terutama terdiri atas serabut-serabut (akson) inter neuron (Kimball, 1983).
Di satu sisi, perkembangan ini dapat meringankan tugas sel. Namun, disisi lain evolusi menimbulkan masalah baru yakni hewan harus mengendalikan dan mengoordinasikan berbagai macam aktivitas yang dilakukan oleh jenis sel yang berbeda. Tanpa adanya kemampuan mengendalikan dan mengoordinasikan berbagai macam aktivitas yang dilakukan oleh jenis sel yang berbeda. Tanpa adanya kemampuan mengendalikan dan mengoordinasikan berbagai macam aktivitas, hewan akan sulit bertahan hidu. Sistem organ yang diperlukan untuk menyelenggarakan fungsi kendali dan koordinasi ialah saraf dan sistem hormonal (Isnaeni, 2006).
Sistem saraf adalah sebuah sistem organ yang mengandung jaringan sel-sel khusus yang disebut neuron yang mengoordinasikan tindakan binatang dan mengirimkan sinyal antar berbagai bagian tubuhnya (Force, 2010).





1.2 Morfologi dan Gambar Ikan
Secara umum, bentuk tubuh ikan nila panjang dan ramping, dengan sisik ukuran besar. Matanya besar, menonjol, dan bagian topinya berwarna putih. Gurat sisi (linea lateralis) terputus di bagian tengah badan kemudian berlanjut, tetapi letaknya lebih ke bawah daripada letak garis yang memanjang di atas sirip dada. Jumlah sisik pada gurat sisi jumlahnya 34 buah sirip punggung, sirip perut, dan sirip dubur mempunyai jari-jari lemah seperti keras dan tajam seperti duri. Sirip punggungnya berwarna hitam dan sirip dadanya juga tampak hitam. Bagian pinggir sirip punggungnya berwarna abu-abu atau hitam (Khairuman dan Khairul, 2008).
(Nugrahanto,2010)
Menurut saputra (2007), morfologi ikan sangat berhubungan dengan habitat ikan tersebut di perairan. Sebelum kita mengenal bentuk-bentuk tubuh ikan yang bisa menunjukkan dimana habitat ikan tersebut, ada baiknya kita mengenal bagian-bagian tubuh ikan secara keseluruhan beserta ukuran-ukuran yang digunakan dalam identifikasi.
- Ukuran tubuh ikan : semula ukuran yang digunakan merupakan pengukuran yang diambil dari satu titik ke titik lain tanpa melalui lengkungan badan.
- Sirip ikan : sirip-sirip ikan pada umumnya ada yang berpasangan dan ada yang tidak. Sirip punggung, sirip ekor, dan sirip dubur disebut sirip tunggal atau tidak berpasangan.
- Sisik ikan : sisik ikan mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka macam, yaitu sisik gonod yang merupakan sisik sikloid dan stenoid merupakan sisik kecil, tipis, atau ringan, tinggi sisik placoid merupakan sisik yang lembut.
- Mulut ikan : ikan-ikan yang berada di bagian dasar mempunyai bentuk mulut yang subterminal sedangkan ikan-ikan pelagik dan ikan pada umumnya mempunyai bentuk mulut yang terminal.
- Bentuk tubuh ikan : secara umum, Moyie & Cech (1988) mengategorikan ikan ke dalam enam kelompok, yaitu rovepredator (predator aktif), lie-in wait predator (predator tidak aktif), survace – oriented fish (ikan pelogika), bottom fish (ikan demersal), ikan bertubuh besar, dan ikan semacam belut.

1.3 Morfologi dan Gambar Udang Galah
Tubuh udang galah terdiri atas tiga bagian, yakni cephalothorax, abdomen (tubuh) dan orupada (ekor). Cephalotorax merupakan gabungan dari kepala dan dada udang galah. Bagian ini dibungkus dengan kulit yang keras yang disebut dengan karopas atau cangkang. Bagian depan kepala udang galah terdapat tonjolan karopas yang bergerigi crostum rostum digunakan untuk mengidentifikasi jenis udang galah. Caranya dengan membedakan jumlah gerigi yang terdapat pada rostrum tersebut.
Bagian tubuh udang galah: 1. Rostium, 2. Mata, 3. Antena C, 4. Antena II; 5. Kaki jalan (periopada), 6. Kaki renang (pleopada), 7. Ekor kipas (uropada), 8. Karopas, 9. Badan (abdomen), 10. Telsan (Khairuman dan Khairul, 2000).
(Khairuman dan Khairul,2006)
Menurut Fost E Lester (1992), dalam Sembiring (2008), ciri-ciri morfologi udang mempunyai tubuh yang bilateral simetris terdiri atas sejumlah ruang yang dibungkus oleh kitin sebagai eksoskeleton. Tiga pasang mab-silifed yang terdapat di bagian dada digunakan untuk makan dan mempunyai lima pasang kaki jalan sehingga disebut hewan berkalor sepuluh (decapocla). Tubuh biasanya beruas dan sistem sarafnya berupa tangga tali. Dilihat dari luar tubuh udang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian depan dan bagian belakang. Bagian depan disebut bagian kepala yang sebenarnya terdiri dari bagian kepala dan dada yang menyatu. Bagian kepala tertutup korapak, bagian perut terdiri dari ruas yang masing-masing ruas mempunyai pleupot dan ruas terakhir, terdiri dari bagian ruas perut dan ruas tolson serta uropad (ekor kipas).


1.4 Gambar Otak dan Anatomi Ikan
(Dingo,2009)

Menurut Sakti (2008), ada 10 sistem anatomi pada tubuh ikan:
1. Sistem penutup tubuh (kulit) : antara lain sisik, kelenjar lendir, dan sumber-sumber pewarnaan.
2. Sistem otot (urat daging) : penggerak tubuh, sirip-sirip, insan, organ listrik.
3. Sistem rangka (tulang) : tempat melekatnya otot, pelindung organ-organ dalam dan penegak tubuh.
4. Sistem pernafasan (respirasi) : organnya terutama insang, ada organ-organ tambahan.
5. Sistem peredaran darah (sirkulasi) : organnya jantung dan sel-sel darah, mengedarkan O2, nutrisi, dan sebagainya.
6. Sistem pencernaan : organnya saluran pencernaan dari mulut – anus.
7. Sistem saraf : organnya otak dan saraf-saraf tepi.
8. Sistem hormon : kelenjar-kelenjar hormon, untuk pertumbuhan, reproduksi dan sebagainya.
9. Sistem ekskresi dan osmoregulasi: organnya terutama ginjal.
10. Sistem reproduksi dan embriologi : organnya gonad jantan dan betina.

1.5 Gambar AnatomI Udang Dan Otot Udang
(Fanenbruck,2003)


a) E : Tambahan menunjukkan penciuman
A : Lateral dari pengaturan sistem saraf (kuning), usus (hijau), dan jantung (magenta) dalam ceplotothorax, anterior ke arah kiri.
B : Sistem saraf anterior yang dilihat dari posteridorsal dengan neuropil (kuning dan kelompok neuron stomata.
ORN : A, B, C dari neuron reseptor penciuman
C : Anterior ke kiri
PC : Saraf anterior dan beberapa proto terpilih
T1/MXP : Toracopod atau maxipiled
MX1 : Rahang pertama
MX2 : Rahang kedua
TC : Trito serebrum
DC : Deutro serebrum
b) A : Proto serebrum dengan komponen dari kloroplas pusat, B : perbesaran rendah arrow mengidentifikasi bundel serat. B : perbesaran rendah; Arrow mengidentifikasi dari uterus yang menyerang ON (C) perbesaran agak rendah punggung keb, cluster menunjukkan dari ORNS terkait (AT), (D) OGT memasuki HE (E) Chiasm dan OGTS bilateral (F) protocebrum (PC) dengan B (6) antena lateral, neutropil 2 (LAM2) (Farun Bruck, 2003).
Tubuh udang dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kepala dan bagian badan. Bagian kepala menyatu dengan bagian dada disebut cephalothorax yang terdiri dari 13 ruas, yaitu 5 ruas di bagian kepala dan 8 ruas di bagian dada. Bagian badan dan abdomen terdiri dari 6 ruas, tiap-tiap ruas (segmen) mempunyai sepasang anggota badan (kaki renang) yang beruras-ruas pula. Pada ujung ruas keenam terdapat ekor kipas - 4 lembar dan satu telson yang berbentuk runcing (Monodon, 2009).
Kelompok udang-udangan mempunyai tubuh yang tersusun dari tiga bagian, yaitu kepala, rongga dada, dan abdomen. Pada beberapa jenis, kepala dan rongga dada jadi satu membentuk cephalothorax. Kulit luarnya keras tersusun dari zat chitin dan zat kapur. Kelompok udang-udangan mempunyai lima pasang antena, dua pasang diatas kepala, dua pasang di rahang bawah, dua pasang di rahang atas dan satu di badan yang berfungsi bila bernafas, berenang, berjalan dan lain-lain. Contoh kelompok udang-udangan adalah udang, kepiting dan kutu air (Trisyanto, 2010).

1.6 Fungsi Masing-masing Sirip Ikan
Pada saat berenang memiliki peranan yang penting. Sirip memberikan kendali terhadap pergerakan dengan mengarahkan dorongan, hantaran ke samping dan bahkan berperan sebagai rem. Ikan harus mengendalikan gerakan baling-baling ke depan, gerakan mengoleng dan gerakan menggulung. Hal ini dilakukan dengan bantuan sirip sebagai berikut:
- Sirip ekor memberikan dorongan dan mengontrol arah ikan.
- Sirip pectoral mengontrol gerakan baling-baling ke depan dan menggeleng, juga berperan sebagai rem yang menyebabkan penarikan.
- Sirip pelvik mengontrol gerakan baling-baling ke depan.
- Sirip dorsal dan sirip anal mengontrol gerakan menggulung (Yuwono dan Purnama, 2001).
Menurut Irianto (2005), sirip punggung dan sirip anal berfungsi menjaga keseimbangan, sedangkan sirip ekor berfungsi untuk bergerak maju. Adapun sirip pectoral dan perut berfungsi membantu arah gerakan, berhenti atau keseimbangan.


1.7 Gambar Otak Udang Beserta Fungsi
(Paul et al,2002)

Menurut Sandema, et.al (1992), ada tiga bagian utama dari otak:
 Proto cerebrum
- Optik ganglion, berisi tiga neuropils yang dikhususkan untuk memproses informasi yang diterima fotoreseptor retina.
- Lateral proto serebrum, berisi dua neuropik. Dalam udang karang, kepiting dan lobster berduri yang berduri proto serebrum lateral terletak pada segmen distal.
 Deutro cerebrum
- Olfactory lobe (ON), dijelaskan di setiap sisi otak ini mengandung daerah sinaptik berbentuk kerucut mengatur pencernaan.
 Titro cerebrum
- Antena II neuropil (AnN), merupakan posterior lobus aksesori pada lobster,dan dorsal bagian belakang bagian penciuman. Bentuknya runcing memiliki geometris untuk mengatur jalannya akson dari anterior bagian belakang.
- Tegu mentang neuropil, setiap saraf tegumentang membawa masukan aferen dari dorsal karapas.


1.8 Fungsi Mata, LL, dan Otak Ikan
Linea lateralis merupakan organ sensori yang terdapat pada sisi lakero-lateral tubuh yang terdiri dari kantung-kantung berisi cairan dengan aparatus sensori seperti bulu-bulu yang terbuka untuk kontak dengan air melalui pori-pori. Linea lateralis merupakan organ sensorik utama mengenali arus, pusaran, dan tekanan air serta gerakan dalam air (Irianto, 2005).
Menurut Mantel dan Miller (1954), mata difokuskan bukan oleh perubahan dalam bentuk lensa seperti pada mamalia, tetapi oleh pergerakan lensa sedikit mundur atau maju, ikan yang rabun jauh. Meskipun beberapa memiliki penglihatan yang baik, banyak spesies yang tergantung pada visi dari pada bau dalam memangsa.
Menurut Yawan (2010), fungsi otak dibagi menjadi:
 Senebrum, fungsi :
- Terima utusan saraf implus dan tafsir implus.
- Pusat intelek ingatan, kewarasan
- Pusat kawalan pergerakan
- Pusat kawakan deria : penglihatan, pendengaran, bau, sejuk, sentuhan, panas, tekanan.
 Ser belum :
- Menyelaras pergerakan badan
- Mengawal keseimbangan badan






1.9 Fungsi Organ Pada Udang
Menurut Bachtiar (2007), lobster air tawar memiliki bagian-bagian tubuh seperti berikut:
1. Sepasang antena di bagian depan kepala yang berfungsi sebagai alat peraba, perasa, dan pencium lingkungan sekitar. Alat ini juga membantu lobster mencari mangsanya.
2. Sepasang capit (celiped) yang panjang dan lebar.
3. Ekor tengah (telson) 1 buah, yang dilengkapi dengan duri-duri halus yang menyebar di sepanjang ujungnya.
4. Ekor samping 2 pasang.
5. Kaki renang (pleopod) 5 pasang terletak di tubuh bagian bawah dekat ekor yang berfungsi sebagai alat berenang.
6. Kaki jalan (wallung legs) 4 pasang terletak disamping kiri dan kanan tubuhnya.
Menurut Khairuman dan Amri (2006), tubuh udang teriri atas tiga bagian, yakni cephalothorax abdomen (tubuh), dan uropod (ekor). Cephalothorax merupakan gabungan dari kepala dan dada udang galah. Bagian ini dibungkus oleh kulit keras yang disebut dengan keramas atau cangkang. Bagian depan kepala udang galah terdapat tonjolan karapas yang bergerigi (rostrum). Rostrum digunakan untuk mengidentifikasi jenis udang galah. Kaki renang pada ujung betina agak melebar dan membentuk ruang untuk mengerami telurnya (brood chambers). Uropada berfungsi sebagai pengayah atau yang biasa disebut dengan ekor kipas.

1.10 Sistem Saraf dan Fungsi Pada Ikan
Menurut Yuwono dan Purnama (2001), jika rangsang mengenai sistem saraf akan diubah menjadi gelombang elektrokimia, yang ditransmisikan sepanjang sistem saraf. Dalam berbagai hewan air seperti pada cumi-cumi sistem saraf tersusun dari sel-sel saraf yang disebut neuron. Fungsi saraf telah banyak diteliti dengan menggunakan neuron dari hewan ini. Karena ukuran yang cukup besar. Berdasarkan fungsinya neuron dapat dikelompokkan menjadi :
1. Neuron afferent atau neuron sensori yang berasal dari urea reseptor.
2. Neuron efferent atau neuron motor gain yang menuju baik berupa jaringan otot maupun kelenjar.
3. Neuron internucial atau inter neuron yaitu menghubungkan antara neuron afferent dan neuron efferent.
Menurut Pollar et.al., (2007), struktur jaringan saraf terdiri unit tersambung yang disebut “node” atau “neuron”. Setiap neuron ini menunjukkan kemampuan dalam melakukan perhitungan dalam jaringan, neuron mengambil beberapa nomor sebagai masukan, lalu menterjemahkan sebagai kode yang cukup mirip dan mengembalikannya sebagai output. Nilai output atau neuron yang lain, kecuali neuron yang menghasilkan output terakhir dari seluruh sistem.

1.11 Sistem Saraf Sebagai Fungsi Pada Ruang
Menurut Radiopoetra (1991) sistem nervosium, morfologi susunan syaraf udang dalam banyak hal menyerupai cacing tanah. Systema nervosium control terdiri atas :
1. Satu ganglion cerebrate, di dalam kepala
2. Dua buah commissura ciram-esophageaule, yang melanjutkan diri ke truncus nervosus yang terletak dekat linea mediana permukaan ventral tubuh.
3. Truncus vervosus.
Menurut Mantel dan Miller (1959), sistem saraf sama dengan annelida otak atau ganglion supraesophageal terhubung didorsal sampai esophagus dan terdiri atas gabungan ganglia. Dari situ saraf mengirim sinyal menuju mata dan antena. Circumesophageal menghubungkan otak dan ganglian subeso phageal, dimana gangguan dari 5 atau 6 dari ganglia. Ganglion subesophageal mengirimkan saraf ke bagian mulut dan beberapa organ anterior lain. Ada sepasang ganglia gabungan di setiap segmen 8 sampai 9, dimana dari saraf, dikirim ke organ lainnya.

1.12 Mekanisme Proses Masaknya Rangsangan
1.12.1 Pendengaran
Menurut Villee, et.al., (1984), kenoresptor atau pendengaran adalah hal mengenai deteksi gelombang dan tekanan yang timbul, karena gangguan makanan yang terjadi pada jarak tertentu ikan mempunyai divertikulum yang homologm tetapi lebih kecil yang disebut lagena. Gelombang suara yang sampai pada ikan terdapat dalam air. Dengan demikian gelombang suara dengan mudah masuk ke dalam telinga dalam. Ma.............. ikan adalah menghindari supaya jaringan “transparan” terhadap suara. Banyak ikan menangkap atau menghambat lewatnya gelombang suara dengan otolit yang besar dalam sakulus: yang lain menggunakan gelombang renang sebagai reseptor awal atau hidrogen.
Menurut Royee (1972), organ pendengaran sederhana pada beberapa crustacea adalah reseptor mekanik: kecil, progecting, organ pendengaran berbulu halus yang sensitif pada defleksi. Struktur yang hampir sama terjadi gurat sisi yang terdapat pada kanal ikan, seperti reseptor kulit sensitif hanya pada librasi dengan frekuensi rendah (sampai pada 200 Hz) atau pada arus air. Sebuah organ pendengaran bagian dalam, atau labirin, yang hampir sama pada organ pendengaran mamalia yang tidak terdapat pada ikan untuk mendeteksi frekuensi tinggi lebih dari 50 Hz. Anggota dari cybrimifarmes, sebuah grup ikan-ikan air tawar dengan sebuah koneksi khusus antara alat pendengaran dengan gelembung renang, yang dapat mendeteksi sampai pada 13.00 Hz (batas tertinggi pada manusia sebesar 10.000 Hz).

1.12.2 Peraba
Menurut Rahardjo et.al., (1989), sungut merupakan alat peraba pada ikan yang terdapat di sekitar mulut, pada sungut ini terdapat pemusaran organ peraba. Alat perasa, dan organ perasa pada ikan (taste bud), selain di bagian tersebut organ perasa juga menyebar di lengkung insang, epibranchial dan gigi faring.
Menurut Scheer (1984), stimultan dari reseptor yang berupa sentuhan (misalnya bulu) atau reseptor yang menanggapi gerakan anggota tubuh distimulasi dengan cara menekuk kaki yang menyebabkan makin lamanya jalan impuls rangsangan pada sistem saraf pusat. Di dalam beberapa sisi faring, respons yang dicatat dari rangsangan yang kemudian diterapkan untuk antennate, antenules dan uropad pada kedua sisi dan berupa kaki di sisi yang sama.

1.12.3 Penglihatan
Menurut Svendsen and Anthony (1984), sinar cahaya dari objek difokuskan pada retina untuk menghasilkan gambar terbalik retina mengandung dua jenis reseptor untuk cahaya: kerucut yang membedakan warna, dan batang yang memungkinkan visi pada intensitas cahaya rendah. Rhodopsin adalah pigmen yang terlibat dalam perubahan fotokimia yang menterjemahkan gelombang cahaya menjadi impuls saraf dari barang. Senyawa ini asintesis dari retina dan molekul protein dalam ketiadaan cahaya.
Menurut Villee et.al., (1984), bagian yang peka cahaya pada mata vertebrata adalah retina. Suatu belahan bola yang terdiri atas sejumlah besar sel batang dan kerucut. Disamping itu, retina mempunyai sejumlah neuron sensori dan konektor dengan aksonnya. Untuk sampai pada sel-sel ini cahaya harus melalui beberapa lapisan neuron. Pengaturan yang tampaknya kurang tepat ini disebabkan karena mata berkembang sebagai dibentuk dari otak dan melihat sedemikian rupa sehingga sel-sel yang peka tersebut akhirnya terletak di bagian retina yang terjauh.

1.12.4 Penciuman
Menurut Vitee, et.al., (1984), indera penciuman vertebrata dapat dilayani oleh neuron primer yang terdapat dalam epitel hidung di rongga hidung bagian atas. Masing-masing neuron mempunyai akson pendek yang melalui lempeng kribrifm (ayakan) dari tengkorak dan segera bersinopsis dengan neuron lain dalam otak. Kemungkinan untuk mengolah data alfatori yang datang dari reseptor sebelum mencari celebrum, adalah sangat besar. Jadi reseptor yang telah menjadi tidak peka terhadap suatu zat, akan beraksi normal terhadap zat lainnya.
Menurut (Ganang, 1981), apabila molekul berbau merangsang reseptor timbullah potensial dan reseptor, tetapi mekanisme molekul menimbulkan potensial tidak diketahui. Pada konteks penciuman reseptor terhadap suatu bau adalah perangsangan sel-sel piramidal diikuti oleh penghambatan sel-sel piramidal kemudian merupakan subyek realitisasi melalui akson koloteral yang panjang dan hal ini dapat menerangkan kecenderungan aktivitas kitmis dan serzures pada konteks penciuman.

1.12.5 Pengecap
Menurut Ganong (1981), reseptor pengecap adalah kemoreseptor yang memberi respons pada zat-zat yang larut dalam cairan mulut yang membasahinya. Zat-zat ini nampaknya menimbulkan potensial generator, tetapi bagaimana molekul-molekul dalam larutan saling beraksi dengan sel-sel reseptor untuk menimbulkan potensial ini tidak diketahui. Ada tanda-tanda bahwa molekul menimbulkan pengecupan bekerja pada membran sel reseptor atau ukuran-ukurannya.
Alat perasa, organ perasa pada ikan (taste bud) terpusat pada rongga mulut, yaitu pada lidah dan organ Palatine. Selain di bagian tersebut, organ perasa juga menyebar di lengkung insang. Epibronchial dan gigi faring (Rahardjo, 1989).



















2. METODOLOGI

2.1 Prosedur Kerja
2.1.1 Pada Ikan

















Nb : semua kelompok
Ikan 2 : tidak diberi perlakuan




2.1.2 Pada Lobster Air Tawar (Cherax Quadricarinatus)















Nb : semua kelompok
Udang 2 : tidak diberi perlakuan

2.2 Fungsi Alat
2.2.1 Pada Ikan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum fisiologi hewan air bab saraf pada ikan adalah :
- Gunting : untuk memotong sirip padaikan perlakuan.
- Nampan : sebagai tempat untuk meletakkan alat – bahan, serta alas untuk ikan yang diberi perlakuan.
- Toples kaca kapasitas 2 liter : sebagai tempat media pengamatan ikan nila (Oreochromis niloticus)
- Stopwatch : untuk menghitung waktu adaptasi pada ikan dengan satuan detik.
- Serbet basah : untuk membekap ikan nila (Oreochromis niloticus) pada saat perlakuan.
- Sectio set : sebagai alat bedah dan alat untuk memotong bagian tubuh ikan yang akan diamati, yang terdiri dari gunting, pinset, serta pisau bedah.
- Seser : untuk mengambil ikan nila (Oreochromis niloticus) dari akuarium.
- Aquarium : untuk tempat ikan nilai (Oreochromis niloticus)

2.2.2 Reaksi saraf Pada Lobster Air Tawar
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum fisiologi hewan air adalah sebagai berikut:
- Toples kaca kapasitas 2 liter : sebagai tempat media pengamatan.
- Gunting : sebagai alat untuk memotong tubuh lobster.
- Stopwatch : untuk mengukur waktu adaptasi pada ikan saat pengamatan.
- Nampan : sebagai tempat alat dan bahan serta alas
- Sectio set : sebagai alat bedah dan alat untuk memotong bagian tubuh objek lobster air tawar (cherax quadricarinatus) yang akan diamati, yang terdiri dari gunting, pinset, dan pisau bedah.
- Serbet basah : untuk membekap lobster pada saat perlakuan.
- Seser : untuk mengambil lobster dari akuarium.
- Aquarium : sebagai tempat lobster sebelum perlakuan.







2.3 Fungsi Bahan

2.3.1 Keseimbangan Tubuh Ikan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum fisiologi hewan air bab saraf adalah :
- Air tawar sebagai media untuk tempat hidup ikan pada pengamatan ikan nila (oreachromis niloticus).
- Ikan nila (Oreochromis niloticus) : sebagai obyek pengamatan.
- Kertas label : untuk memberi tanda pada stoples agar tidak tertukar antara ikan kontrol dan ikan pengamatan.

2.3.2 Reaksi Saraf Pada Lobster Air Tawar
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum fisiologi hewan air adalah :
- Lobster air tawar (cherax quadricarinatus) : sebagai obyek pengamatan saraf pada udang.
- Air tawar : sebagai media tempat hidup lobster.
- kertas label : untuk memberi tanda pada toples agar tidak tertukar antara lobster kontrol dan lobster perlakuan.
4. PEMBAHASAN

4.1 Analisa Prosedur
4.1.1 Keseimbangan Tubuh Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Pada praktikum fisiologi Hewan Air (FITA) yang mengenai syaraf ikan. Sebelum melakukan praktikum hendaknya mempersiapkan alat dan bahannya terlebih dahulu. Alat yang digunakan pada praktikum syarat ikan terdiri dari stoples kapasitas 2 liter yang digunakan sebagai wadah dari media yang diamati, nampan yang digunakan sebagai alat untuk memberi perlakuan ikan, gunting yang digunakan sebagai wadah ikan yang diberi perlakuan sectioset yang digunakan sebagai memotong sirip dan organ ikan, serbet atau lap basah digunakan untuk menutup mata ikan ketika diberi perlakuan dan seser yang digunakan untuk mengambil ikan. Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum syarat ikan terdiri dari ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang digunakan sebagai obyek yang diamati sistem syarafnya, air yang digunakan sebagai media obyek yang diamati. Setelah alat dan bahan sudah disiapkan maka lanjutkan ke tahap prosedur kerjanya.
Prosedur kerja dari praktikum syaraf ikan adalah siapkan stoples yang berkapasitas 2 liter, lalu isi stoples dengan air sebanyak ¾ bagian, tujuannya agar pada saat diisi ikan, air tidak tumpah. Selain itu, bertujuan untuk memberi ruang O2 sehingga ikan tidak cepat mati. Kemudian ambil ikan nila (Oreochromis niloticus) dan dimasukkan ke dalam stoples yang sudah diisi air. Alasan dipilih ikan nila (Oreochromis niloticus) sebagai obyek yang diamati. Karena ikan nila (Oreochromis niloticus) memiliki sirip yang sangat lengkap dibanding ikan-ikan lainnya. Sirip yang dimiliki ikan nila (Oreochromis niloticus) yaitu caudal, anal, ventral, poctoral, dan dorsal. Selain itu ikan nila (Oreochromis niloticus) mudah didapatkan.
Dan juga mempunyai organ syaraf yang lengkap yaitu Prosencephaia yang ketika ikan dewasa, otak ikan berdiferensiasi menjadi diencept dan miecephalon yang masing-masing berfungsi untuk hormon da organ pineal (jantung, paru-paru) dan miencephalon untuk keseimbangan. Mesencephalon yang ketika dewasa berdiferensi mesencephalo yang berfungsi sebagai indra penglihatan, Rombencephalon ketika dewasa berdiferensiasi menjadi 2 yaitu lencephalon dan telencephalon yang masing-masing digunakan untuk keseimbangan dan untuk pembau. Kemudian ikan nila (Oreochromis niloticus) yang berada di stoples dan yang sudah diadaptasikan selama 15 menit. Ikan nila (Oreochromis niloticus) disentuh pada bagian linea literalis, kepala, dorsal, dan ekor. Alasan disentuh bagian linea literalis karena ke 4 bagian itu terdapat banyak sistem saraf sehingga memudahkan dalam pengamatannya. Setelah masing-masing diberi sentuhan, dilihat tingkah laku ikan nila (Oreochromis niloticus) terhadap rangsangan yang diberikan. Selanjutnya, pada kelompok 4 memberi perlakuan dengan memotong sirip ventral pada ikan nilai (Oreochromis niloticus), alasannya di potong sirip vential, karena pada daerah tersebut merupakan pusat syaraf yang berperan dalam keseimbangan ikan saat diam, selanjutnya, sehabis siri ventral dipotong. Berikan sentuhan pada linea literalis, dorsal, kepala dan ekor. Alasan disentuh bagian linea literalis karena linea literalis merupakan pusat keseimbangan ikan. Kepala merupakan daerah yang dekat mata dan dorsal terdapat banyak serabut (pembuluh) sehingga banyak saraf, lalu diamati tingkah laku dari ikan nilai (Oreochromis niloticus) setelah dipotong bagian ventralnya.
Pada ikan nilai (Oreochromis niloticus) ke – 2, tidak perlu diberi perlakuan apa-apa. Ikan ini hanya dipakai sebagai variabel kontrol dari ikan nila yang diberi perlakuan sehingga mendapatkan perbandingan dan didapatkan hasilnya.
Setelah ikan nilai (Oreochromis niloticus) di beri perlakuan berupa pemotongan sirip ventral dan diamatis tingkah lakunya. Selanjutnya, bagian sirip ikan dipotong semua, sedangkan pada matanya ditusuk, ditempati ini merupakan indera penglihatan ikan yang bisa rusak dan sangat mengganggu keseimbangan ikan, ditusuk pada line literalis karena pada bagian ini terdapat banyak saraf, pada bagian sirip dorsal dipotong karena bagian ini merupakan sirip yang berfungsi untuk mengatur gerakan naik turun dan menggulung pada ikan dipotong sirip anal karena bagian ini merupakan pusat yang mengatur gerakan naik turun dan menggulung. Dipotong pada bagian pectoral karena bagian ini merupakan pusat keseimbangan dan kemudian dipotong pada caudal karena sirip ini merupakan sirip yang mengatur kecepatan dan alat kemudi pada ikan. Setelah semua sirip pada ikan ikan nilai (Oreochromis niloticus) dipotong, selanjutnya diamati tingkah laku ikan tersebut dan didapatkan hasilnya.

4.1.2 Reaksi Syaraf Pada Lobster Air Tawar
Pada Praktikum Fisiologi Hewan Air tentang Syaraf Ikan yang mengenai reaksi syaraf pada lobster air tawar (cherax quedricarinatus), hal pertama adalah disiapkan alat dan bahan. Alat yang digunakan adalah toples 2l sebanyak 2 buah. Tujuan penggunaan toples sebab mempermudah pengamatan serta mempermudah pemindahan tempat, sebanyak 2 buah karena lobster air tawar (cherax quedricarinatus) yang digunakan sebanyak 2 ekor dan perlakuan yang diberikan berbeda. Nampan sebagai waduh alas lobster air tawar (cherax quedricarinatus) yang diberi lobster air tawar (cherax quedricarinatus) yang diberi perlakuan, lap basah untuk membungkus tubuh lobster air tawar (cherax quedricarinatus) agar tetap hidup saat dipindahkan dan akuarium ke toples dan pada pemberian perlakuan, gunting sebagai alat untuk memotong bagian tubuh lobster air tawar (cherax quedricarinatus). Sedangkan bahan yang digunakan adalah lobster air tawar (cherax quedricarinatus) sebagai bahan yang akan diuji tujuan penggunaan lobster adalah sebagai perwakilan pruskacea. Lobster yang digunakan sebanyak 2 ekor, sebab lobster air tawar (cherax quedricarinatus) pertama adalah yang diberi perlakuan, sedangkan yang kedua tidak diberi perlakuan hanya pembanding saja, dan air yang digunakan sebagai media hidup lobster air tawar (cherax quedricarinatus).
Setelah alat dan bahan sudah siap maka kedua toples diisi dengan air sebanyak ¾ bagian. Tujuannya adalah agar air tidak tampak saat lobster air tawar (cherax quedricarinatus) dimasukkan dalam toples serta ruang sirkulasi oksigen. Kemudian diambil lobster air tawar (cherax quedricarinatus) dan dibungkus dengan lap basah agar tetap hidup dan tenang saat dipindahkan dari akuarium ke toples. Alasan menggunakan lobster air tawar (cherax quedricarinatus) karena udang galah (macrobacium rosenbergli) tidak didapatkan struktur tubuh lobster air tawar (cherax quedricarinatus) sama dengan udang galah (macrobacium rosenbergli). Setelah lobster air tawar (cherax quedricarinatus) sudah diam di akuarium dengan menggunakan seser dan ditutup dengan lap basah maka lobster air tawar (cherax quedricarinatus) dimasukkan masing-masing toples. Dan diadaptasikan selama 15 menit sebab waktu tersebut diasumsikan lobster air tawar (cherax quedricarinatus) sudah mampu beradaptasi kemudian lobster ikan tawar (cherax quedricarinatus) diberi kejutan berupa sentuhan, getaran dan bunyi lalu diamati tingkah laku. Lalu lobster air tawar (cherax quedricarinatus) pada toples satu diberi perlakuan. Perlakuan yang diberikan pada lobster air tawar (cherax quedricarinatus) di tiap kelompok berbeda-beda. Kelompok 1 dipotong 2 capitnya; 2 Dipotong urupod; 3. Dipotong kaki jalan’ 4. Dipotong telsonnya, 5. Dipotong antena; 6. Dipotong kaki renang; 7. Dipotong mata, 8. Dipotong antenula. Tujuan pemberian perlakuan berbeda-beda adalah untuk mengetahui respons apa yang terjadi jika salah satu anggota tubuh lobster air tawar (cherax quedricarinatus) dipotong. Pada toples dua, lobster air tawar (cherax quedricarinatus) tidak diberi perlakuan hanya sebesar pembanding setelah diberi perlakuan maka lobster air tawar (cherax quedricarinatus) pada kedua toples diberi kejutan sentuhan bunyi dan getaran untuk selanjutnya diamati dan sebagai hasil.

4.2 Analisa Hasil
4.2.1 Keseimbangan Tubuh Ikan
Berdasarkan Praktikum Fisiologi Hewan Air pada materi reaksi syaraf pada ikan, didapatkan data hasil pengamatan bahwa rata-rata hampir semua ikan sebelum diberi perlakuan ketika disentuh pada bagian dorsal, sirip dorsal mengembang, dan pada saat disentuh kepala, ikan menghindar dengan cara bergerak maju. Ikan-ikan tersebut umumnya memiliki respons yang cepat.
Pada kelompok 4, setelah diberi perlakuan, yakni dengan dipotong sirip; ventrikelnya, ketika diberi rangsangan ikan justru menunjukkan refleks yang lebih cepat, hal tersebut dikarenakan setelah kehilangan sirip ventralnya sensor syaraf ikan menjadi lebih sensitif, sehingga refleksnya lebih cepat. Selain itu ikan juga tidak dapat berenang menggulung karena sirip ventral yang berperan dalam gerakan tersebut tidak ada, sama halnya dengan Isnaeni (2006) yang menyatakan bahwa reseptor nyeri/sakit merupakan reseptor yang menunjukkan kemampuan beradaptasi tonik merupakan hal tanggapan protektif, yaitu tanggapan yang bertujuan untuk melindungi tubuh. Dan seperti pernyataan Admin (2010) yang menjelaskan bahwa sirip punggung berfungsi mengatur pergerakan ikan ke arah kiri dan kanan ketika bergerak maju. Pengaturan arah pada sirip ini lebih dominan dibandingkan sirip lainnya. Selain itu Pamelasari (2010), juga menyataka bahwa sirip dorsal bersama-sama dengan pinna analis membantu ikan untuk bergerak memutar.
Ketika seluruh sirip ikan dipotong dan ditusuk pada linea literalis dan mata, ikan membutuhkan banyak energi untuk bergerak dan hanya bergerak di dasar gerakan ikan juga menjadi terakut dan saat disentuh pada bagian kepala responsnya kurang, selain itu posisi ikan juga menjadi tidak seimbang (oleng). Hal itu dikarenakan setelah linea literalis ditusuk, maka fungsi linea literalis yang seharusnya sebagai sensor tubuh berkurang dan sirip-sirip yang digunakan sebagai penyeimbang juga tidak ada, selain itu ikan juga lebih membutuhkan banyak tenaga untuk berenang karena sirip-sirip yang berfungsi sebagai alat bantu ketika berenang juga telah hilang sehingga ikan menggunakan seluruh kemampuan ototnya untuk berenang. Kemudian kurangnya refleks ikan saat kepalanya disentuh diakibatkan oleh ditusuknya mata ikan yang syarafnya otak. Sehingga kemampuan syaraf otak terganggu dan berkurang, seperi halnya penjelasan Irianto (2005), yakni sirip merupakan alat tambahan yang berfungsi untuk mengatur kedudukan, gerakan, arah gerakan maupun menjaga keseimbangan pada posisi diam. Itulah sebabnya apabila sirip dipotong kedudukan ikan menjadi tidak seimbang.



4.2.2 Reaksi Syaraf Pada Lobster
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dalam praktikum fisiologi hewan air pada materi reaksi syaraf pada lobster, didapatkan hasil sebelum perlahan saat diberi rangsangan berupa sentuhan. Lobster menghindar dan capitnya terangkat ke atas untuk menyerang, sedangkan latika diberi rangsangan berupa arus, lobster mempertahankan diri dengan melawan arus.
Setelah diberi perlakuan berupa dipotong telinganya ketika diberi rangsangan berupa arus lobster terbawa arus karena telson digunakan sebagai keseimbangan tubuh di bagian belakang. Kemudian sehabis telson dipotong, satu per satu bagian tubuh lobster dipotong. Setelah seluruh alat-alat tubuhnya dipotong lobster tidak tanggap terhadap rangsangan, hal tersebut dikarenakan kehilangan kemampuannya untuk mendeteksi rangsangan di sekitarnya, sesuai pernyataan Honner et.al., (2004) dalam Mega (2010), kemampuan untuk mendeteksi dan mengetahui sumber makanan dengan rangsangan kimia jarak jauh, merupakan proses yang penting untuk kehidupan bentik seperti udang Anthehula dibutuhkan untuk mencari lokasi atau tempat sumber makanan. Setiap antenula tersusun dari 4 segmen dan terbagi pada bagian distal yang bercabang menjadi flagelum lateral dan flagellum medial setiap flagellum tersusun dari antenula yang menghubungkan antara Chemosensory dan mechano sensory. Stoner and Robert (1957) menyatakan bahwa organ peraba memungkinkan digunakan lobster untuk merasakan lingkungan sekitarnya untuk menemukan makanan, sumber rangsangan, pasangan dan untuk menghindari musuh, bagian ini merupakan bagian yang sensitif yakni pada bagian antena, capit (chaliped), bagian mulut, bagian luar abdomen dan ujung felsal.

4.3 Faktor Koreksi
Berdasarkan hasil praktikum fisiologi hewan air mengenai saraf ikan, terdapat beberapa faktor koreksi sebagai berikut:
• Ikan nila (Oreochromis niloticus) yang digunakan terlalu besar, sehingga sulit untuk melihat gerakan responsnya pada stoples yang tidak memadai sebagai tempatnya.
• Lobster yang digunakan ukurannya terlalu kecil, sehingga sedikit susah untuk diamati (ukuran sekitar 3 cm).
• Ada beberapa ikan yang kurang sehat dan stres sehingga perlu diganti karena dikhawatirkan mengganggu pengamatan.
• Beberapa tubuh lobster ada yang cacat (misalnya tidak ada antenanya) sehingga perlu diganti dengan lobster yang baru.

4.4 Manfaat Di Bidang Perikanan
Dalam praktikum fisiologi hewan air bab saraf pada ikan, memiliki beberapa manfaat, seperti :
• Dapat mengetahui fungsi otak pada ikan dan udang serta organ-organ lainnya.
• Dapat mengetahui sistem saraf dan fungsinya pada ikan dan udang.
• Dapat mengetahui mekanisme saraf bekerja.
• Dapat mengetahui macam-macam atau jenis-jenis saraf.
• Dapat mengetahui reaksi yang diterima ketika salah satu organ diberi perlakuan.
• Dapat mengetahui fungsi saraf bagi tubuh ikan dan lobster.



5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dalam praktikum fisiologi hewan air bab saraf pada ikan, maka kesimpulan yang didapat adalah:
• Kemampuan untuk mengendalikan dan mengoordinasikan berbagai macam aktivitas adalah sistem saraf, yang dikendalikan oleh sistem organ.
• Sistem saraf pusat dari berbagai bentuk dan terdiri atas kelompok-kelompok badan sel disebut ganglia.
• Secara umum, tubuh ikan terdiri dari kepala, badan, dan ekor.
• Tubuh udang galah terdiri dari tiga bagian, yakni cephalothorax (gabungan dari kepala dan dada), abdomen (tubuh), dan orupoda (ekor).
• Bagian tubuh udang secara umum adalah rostrum, mata, antena, kaki jalan, kaki renang (pleopoda), ekor kipas (uropoda), karapas, dan telson.
• Macam sirip pada ikan adalah sirip dorsal, sirip anal, sirip pectoral, sirip ventral, dan caudal.
• Pada otak dewasa terdiri dari thelem sepalon berfungsi untuk penciuman, mesensepalon untuk optik, dan dhien sepalon yang berfungsi untuk keseimbangan.
• Bagian-bagian dari otak adalah difactory, dioptik, serebrum, medula oblongata, dan lobus.
• Jalannya ransangan adalah : rangsang diterima oleh alat indra  neuron sensory  otak dan sumsum tulang belakang  neuron motorik  organ yang dituju  otot  neuron bolak balik.
• Pada praktikum saraf pada lobster, diberi kejutan berupa bunyi (suara) dorsal, dan linea lateralis.
• Pada ikan nila (orechromis niloticus) setelah disentuh pada bagian anal, ikan dalam keadaan miring (tidak seimbang) baik dalam berenang, diam, maupun saat menerima rangsangan.
• Pada lobster, setelah dipotong pada bagian antena, kurang peka terhadap bunyi, ketika ada arus, dia mengikutinya.

5.2 Saran
Dalam praktikum fisiologi hewan air bab saraf, yang harus diperhatikan adalah respons yang diterima ketika ada rangsangan, khususnya pada organ lain seperti sirip, antena. Karena ketika ada rangsangan, mereka juga akan memberikan respons.
















DAFTAR PUSTAKA

Amri, Khairuman. 2008. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Bachtiar, Yusuf. 2007. Usaha Budidaya Lobster Air Tawar Di Rumah. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Dingo, 2009. Brain Fish. http://www.google.co.id. Diakses Pada Tanggal 11 November 2010 Pukul 21.05 WIB.
Fanenbruck, Martin, Steffen Horzsch, Johan Wolfgang Wogele, 2003. The Brain of the Remipedia (Crustacea) and an Alternative Hypothesis on Their Phylogeneireselationship. http://www.pnos.org/content/101/4/2868. Diakses Pada Tanggal 10 November 2010 Pukul 20.15 WIB.
Force, Pelta. 2010. Sistem Saraf Manusia. http://grandmall.10.wordpress.com/ 2010/03/02/sistem_saraf_manusia. Diakses Tanggal 9 November 2010 Pukul 18.00 WIB.
Ganang, William F. 1981. Fisiologi Kedokteran. New York.
Irianto, Agus. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Isnaeni, Wiw. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius. Jogjakarta .
Jamaludin, Jalal. 2010. Anatomy of a Fish. http://www.google.co.id. Diakses Pada Tanggal 10 November 2010 pukul 15.00 WIB.
Khairuman dan Khairul Amri. 2006. Budidaya Udang Galah Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Kurniasih, Titin. 2008. Lobster Air Tawar (Paraslacidae: Cherax) Aspek Biologi, Habitat, Penyebaran dan Potensi Pengembangannya. http://isid.pdf.lipid /40.cd/admin/jurnal/31083,35/pdf. Diakses Pada Tanggal 9 November 2010 Pukul 18.00 WIB.
Manter, H.W and D.D Maller. 1959. Introduction to Zoology Harpter And Row. Publisher. New York.
Monoelon. 2009. Morfologi dan Anatomi Udang Windu dan Udang Putih. http://mengenaludangwindu.blogspot.com/search/tabel/fisiologiudang. Diakses Pada Tanggal 8 November 2010 Pukul 15.00 WIB.
Patriono, Enggr. Endri Junaedi, Asri Setiorini. 2009. Pengaruh Pemotongan Sirip Terhadap Pertumbuhan Panjang Ikan Mas (Cyprinus Carpio L).
Paul, Ann Caron, Erin M, Georgen and Barbara, S. Belta. 2002. Exploring Neurogenesis in Crustaceans. The Journal of Under Graduate Neuronscience Education (JUNE) Fall (2002) 1 (1). A.1822. www.funjournal.org/downloads/paul/A18.pdf. Diakses Pada Tanggal 2 November 2010 Pukul 18.00 WIB.
Pollar, et.al., 2007. Morfo Metrie Analysis of Fortam Brad by
Stepwes Diserimant and Neural Networks Analysis. http://www.waret.org/journal.wayet.N33/V33-u.pdf Diakses Pada 7 November 2010 Pukul 18.00 WIB.
Radiopoetro. 1991. Zoologi. Erlangga. Jakarta.
Rahardjo, M. T. 1989. Biologi Ikan I. IPB: Bogor.
Royce, William F. 1992. Introduction to the Fishery Sciences Academic Press. New York.
Sakti, Ares. 2008. Anatomi dan Biologi Ikan. http://smartsains.blogspot.com/2008 /06/anatomi_dan_biologi_ikan.html. Diakses Tanggal 3 November 2010 Pukul 12.00 WIB.
Saputro, Delta. 2007. Sistem Saraf Manusia. http://grandmall.to.wordpress.com /2010/03/02/sistem_saraf_manusia. Diakses Pada Tanggal 9 November 2010 Pukul 18.15 WIB.
Sandeman, David. Renate Sandeman. Charles Derby and Manfeed Schmidt. 1992. Morphologi of the brain of crayfish crabs and spiny lobster: A Common Nonen Clature for Homologous Structure. 183.304.326. www.blobull.org/cgi/reprint/183/2/304. Diakses Pada Tanggal 03 November 2010 pukul 13.00 WIB.
Scheer, T. Bradley. 1984. Comparative Physiology. University of Oregon. New York.
Sembiring, Herlina. 2008. Keanekaragaman dan Distribusi Udang Serta Kaitannya Dengan Faktor Fisik dan Kimia di Perairan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang. http://repository.USU.ac.id /bitslstream/12345678/5809/09E0129.pdf. Diakses Pada Tanggal 7 November 2010 Pukul 18.00 WIB.
Suryaningrum, Dwi. Syamdidi, Diah Ikasari. 2007. Tekhnologi Penanganan dan Transportasi Lobster Air Tawar. http://funjournal.org/lobster/cherax.1989/ transportasi.pdf. Diakses Pada Tanggal 7 November 2010 Pukul 18.00 WIB.
Svendsen, Per and Anthony M. Carter. 1984. An Introduction to Animal Physiology. MTR Presslimited England.
Villee, A Claude. Warren f. 1984. Zoologi Umum. PT Gelora Aksara Pratama. Bogor.
Yawah, Dani. 2010. Sistem Saraf. http://rssp.royako.elity.publishing.org. Diakses Pada 11 November 2010 Pukul 19.00 WIB.
Yuwono, Edi dan Purnama Sukardi. Fisiologi Hewan Air. Sagung Seto. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar