Jumat, 17 Desember 2010

Ekologi Perairan

1. PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan
Ekosistem dibedakan menjadi ekosistem darat dan ekosistem perairan. Ekosistem perairan dibedakan atas ekosistem air tawar dan ekosistem air laut. Ekosistem perairan lotik atau perairan mengalir adalah suatu ekosistem perairaan yang di dalamnya terdapat adanya arus. Ekosistem perairan merupakan ekosistem yang selalu mengalami perubahan kualitas dan kuantitas akibat pengaruh variasi abiotik tersebut. Oleh karena itu, organisme perairan harus dapat beradaptasi dalam mencari nutrisi dan menjalankan kelangsungan hidup dengan menggunakan gas-gas yang terlarut pada perairan tersebut. Pengaruh variasi abiotik ini juga sebagai penunjang lingkungan secara keseluruhan yang memungkinkan adanya perubahan produktivitas biologis (Sony, dkk, 2009).
Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik antara lain suhu, air, kelembapan, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling mempengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan (Alwi, 2009).

1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk melatih dan meningkatkan kemampuan mahasiswa adalah :
a. Keterampilan Kognitif
 Komparansi antasi teori dan kondisi di lapangan
 Pengintegrasian pemahaman sebagai teori
 Penerapan teori pada keadaan nyata lapangan
b. Ketrampilan afektif:
 Perencanna kegiatan secara mandiri
 Kemampuan bekerjasama
 Pengkomunikasian hasil belajar
c. Kemampuan psikomotorik
 Penguasaan pemasangan peralatan
 Penggunaan peralatan dan instrumen tertentu

1.3 Kegunaan Praktikum
Kegunaan dari kegiatan praktikum ini adalah :
1) Mengenal ikan sekaligus menumbuh rasa empati mahasiswa tehadap ekosistem pada kolam atau tambak.
2) Meningkatkan kemampuan teknis dalam mengukur parameter fisika, kimia dan biologi.
3) Bagi peneliti atau lembaga ilmiah Sebagai sumber informasi keilmuan dan dasar untuk penuisan atau penelitian lebih lanjut berkaitan dengan ekosistem kolam.

1.4 Tempat dan Waktu
Pelaksanaan praktikum Ekologi Perairan ini dilaksanakan di Mata Air Sumber Awan Singosari Kabupaten Malang. Pelaksanaan praktikum ini di laksanakan pada hari Sabtu, 20 November 2010, pukul : 09.15 -12.00 WIB. Dan Praktikum di aboratorium dilaksanakan pada tanggal 23 November 2010 pukul 15.00 sampai selesai di Laboratorium Parasit dan Penyakit, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang.



2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ekologi Perairan
Ekologi didefinisikan sebagai ilmu tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungan. Istilah ekologi pertama kali ditemukan oleh Haeckel, seorang ahli biologi pada akhir pertengahan dasawarsa 1960. Ekologi berasal dari bahasa Yunani, oikos yang berarti rumah dan logos yang berarti ilmu, sehingga secara harfiah ekologi berarti ilmu tentang rumah tangga makhluk hidup (Kristanto, 2002).
Ekosistem perairan merupakan suatu unit ekologis yang mempunyai komponen biotik dan abiotik yang saling berhubungan di habitat perairan. Komponen biotik terdiri atas komponen flora dan fauna. Sedangkan komponen atbiotik terdiri atas komponen tidak hidup misalnya air dan sifat fisik dan kimianya. Ilmu yang mempelajari peranan laut terbuka tersebut oceanografi, sedangkan ilmu yang mempelajari perairan tawar dan asin di bawah pesisir disebut hymnologi (Sudaryanti dan Wijarni, 2006).
Ekologi adalah ilmu mengenai hubungan organisme dengan lingkungannya– mempelajari hubungan antara tempat hidup organisme dan interaksi mereka dengan lingkungan secara alami atau linkungan yang sedang berkembang. Ekologi perairan adalah ilmu yang mempelajari hubungan organime dengan lingkungan perairan (Sadish,2010).

2.2. Ciri-ciri Ekologi Kolam
Ekosistem kolam ditandai oleh adanya bagian perairan yang tidak dalam sehingga (kedalamannya tidak lebih dari 4-5 meter) yang memungkinkan tumbuh-tumbuhan berakar dapat tumbuh di semua bagian perairan.Tidak ada batasan tegas yang dapat dibuat antara danau dan kolam. Ada perbedaan kepentingan secara ekologis, selain dari ukuran secara keseluruhan. Dalam danau zona limneti dan profundal relatif besar ukurannya dibandingkan dengan zona litoral. Bila sifat-sifatnya kebalikannya biasanya disebut kolam. Jadi zona limnetik adalah daerah produsen utama untuk danau secara keseluruhan (Syafitrianto, 2009).
Kolam umumnya di definisikan sebagai kumpulan air yang dangkal dan sifat umumnya relatif merupakan air tenang dan kaya akan vegetasi.
Kolam dapat dibagi atas :
1. Kolam berasal dari danau yang luas.
2. Kolam yang tidak berhubungan dengan danau, ukurannya kecil.
3. Kolam buatan manusia
Berdasarkan musim, kolam dapat di bedakan atas :
1.Kolam sementara
Kolam sementar/ temporary hanya ada pada waktu adaair sementara di waktu lain menjadi kering.
2.Kolam permanen
Kolam permanen berisi air sepanjang tahun
(Rifqi's,2008).
Pada ekosistem kolam air tawar terdapat berbagai macam tumbuhan dan hewan yang hidup bersama. Ekosistem tersusun atas populasi makhluk hidup dan lingkungan tidak hidup. Hubungan antar populasi tersebut akan menyusun komunitas dan seterusnya (Metuk, 2010).

2.3. Ciri-ciri Ekologi Sungai
Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatic yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya, sehingga kondisi suatu sungai sangat dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki oleh lingkungan disekitarnya. Sebagai suatu ekosistem, perairan sungai mempunyai berbagai komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi membentuk suatu jalinan fungsional yang saling mempengaruhi. Komponen pada ekosistem sungai akan terintegrasi satu sama lainnya membentuk suatu aliran energi yang akan mendukung stabilitas ekosisten tersebut (Suwondo,2004).
Ekosistem sungai mempunyai sifat aliran yang unidirectional yaitu mengalir satu arah dari hulu menuju hilir. Berdasar sifat fisikanya biota yang dominan hidup di ekosistem sungai adalah organisme heterotrof, artinya tidak dapat membuat makanan sendiri, yaitu makroinvertebrata bentik. Fauna tersebut umumnya hidup di dasar perairan. Setelah itu ikan, alga, bentik dan macrofita. Tentu saja selain biota tersebut masih ditemukan flora fauna yang ditemukan di ekosistem sungai, misalnya makrofita (Sudarjanti, dan Wijarni, 2006).
Salah satu contoh perairan mengalir adalah singai. Sungai di alirkan oleh arus yang rendah dan relatif kencang, dengan kecepatan berkisar antara 0,1-1,0m/s serta sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim dan pola drainase. Pada perairan sungai, biasanya terjadi pencampuran massa air secara menyeluruh dan tidak terbentuk sratifikasi vertikal kolam air, seperti pada perairan lentik. Kecepatan arus, erosi dan sedimentasi merupakan fenomena yang biasa terjadi di sungai sehingga kehidupan flora dan fauna sangat dipengaruhi oleh ketiga varibel tersebut (Effendie, 2003).
Ekosistem sungai sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia di daerah aliran sungai (DAS). Aktivitas manusia di Daerah Aliran Sungai sangat erat kaitannya dengan pemanfaatan air sungai di daerah pemukiman, industri, dan irigasi pertanian. Dengan demikian secara langsung atau tidak, sampah atau limbah pemukiman, industri, dan pertanian masuk ke dalam sungai. Sampah atau limbah tersebut mengakibatkan menurunnya kualitas air dan berubahnya komposisi substrat dasar sungai menyebabkan organisme yang hidup di dalamnya yakni hewan makrobentos terganggu (Muhajir, 2010).
2.4. Siklus Hidrologi Air
Menurut Effendi (2003), siklus hidrologi air tergantung pada proses evaporasi dan prespitasi. Air yang terdapat di permukaan bumi berubah menjadi uap air di lapisan atmosfer melalui proses evaporasi (penguapan) air sungai, danau, dan laut serta proses evapotranspirasi atau penguapan air oleh tanaman. Uap air bergerak ke atas hingga membentuk awan yang dapat berpindah oleh karena tiupan angina. Oleh pengaruh udara dengan pada lapisan atmosfer. Uap air membesar dan akhirnya jatuh sebagia hujan.
Air tawar di bumi berasal dari siklus air yang sudah diatur sangat baik oleh Yang Maha Kuasa melalui proses penguapan. Kemudian terbentuk awan, hujan, selanjutnya menjadi air lonon, air infiltrasi, baru kemudian muncul kembali ke permukaan bumi sebagai sumber atau mata air yang bersih dan jernih karena telah mendapat proses penyaringan alami dan lapisan – lapisan tanah. Dengan demikian manusia dan organisme yang ada di bumi ini dapat dengan mudah menjangkau dan memanfaatkannya (Arfiati, 2009).
Siklus hidrologi adalah pergerakan permanent dari kelembapan di bumi yang membentuk urutan berputar dari lautan, melewati proses penguapan (CE= Evaporasi), kemudian menjadi hujan (P= presipitasi) dan akhirnya melewati sungai mengalir disebut sebagai debit (R= Run off) menuju kembali ke laut (Mulyanto, 1995).
2.5. Rantai Makanan
Menurut Resosoedarmo (1992), rantai pangan adalah pengalihan enzim dalam tumbuhan melalui sederetan organisme yang makan dan di makan. Para ilmuan ekologi mengenalkan 3 macam rantai pokok yaitu :
 Rantai Pemangsa, dimulai dari hewan kecil sebagai mata rantai pertama, kepada hewan yang lebih besar dan berakhir pada hewan terbesar. Landasan permukaan adalah tumbuhan sebagai produsen.
 Rantai Parasit, dimulai dari organisme besar kepada organisme kecil yang hidup sebagai parasit.
 Rantai Saprofit, berjalan dari orgnisme mati ke jasad renik rantai-rantai ini tidak berjalan sendiri-sendiritetapi saling berkaitan yang satu dengan yang lainnya, sehingga membentuk jaring-jaring makanan.
Menurut Kristanto (2004), dalam suatu ekosistem terdapat suatu rantai makanan. Suatu ekosistem tidak hanya mencakup sebagian species hewan dan tumbuhan saja, tetapi segala bentuk materi yang menurunkan siklus dalam sistem tersebut dengan sinar matahari sebagai sumber kekuatannya. Sinar Matahari merupakan sumber energi dalam suatu ekosistem.Energi ini, oleh tumbuhan dapat di ubah menjadi energi kimia melalui fotosintesis. Pembentukan jaringan hidup selanjutnya tergantung pada kemampuan dari tumbuhan menyerap bahan-bahan mineral dari dalam tanah, yang selanjutnya di olah melalui proses metabolisme.
Menurut Anggoro (2010), rantai makanan adalah perpindahan materi dan energy dari individu ke individu lain melalui proses makanan dan dimakan yang menuju ke satu arah.

2.6. Hubungan Interaksi Antar Organisme
Menurut Cailm (1993), terdapat 9 interaksi penting, yaitu :
1. Neutratisme dimana tidak ada satupun populasi yang berpegaruh dalam asosiasi yang lain.
2. Tipe persaingan yang saling menghalang-halangi (mutual inhibition competition type) yang mana kedua populasi dengan aktif saling mempengaruhi.
3. Tipe persaingan menggunakansumber daya di dalam populasi memiliki pengaruh yang mungkin yang lain dalam perjuangannya untuk memproduksi sumber persediaan yang kekurangan.
4. Ameralisme yang mana satu populasi dan yang lain tidak berpengaruh.
5. Parasitisme
6. Comensalisme dimana suatu perairan mengikat yang lain tidak terpengaruh.
7. Pemangsaan, dimana satu populasi merugikan yang lai dengan cara menyerang langsung tetapi bergantung pada yang lain.
8. Protocooperation, dimana kedua populasi memperoleh keuntungan
9. .Mutualisme dimana pertumbuhan dan kehidupan populasi mendapat keuntungan.

Menurut Anggoro (2010), bentuk interaksi antar individu/populasi ialah,
a. Kompetisi : hubungan antar spesies yang mnyebabkan terjadinya persaingan.
b. Netral : hubungan antar spesies yang hidup bersaqma tanpa saling mengganggu
c. Predasi : hubungan antara individu pemangsa (predator) dan yang dimangsa (prey).
d. Simbiosis : hubungan antara dua spesies yang ber bedayang hidup pada suatu tempat dan saling berintgeraksi.


Menurut Alan(2009), Interaksi antar organisme dapat di kategorikan sebagai berikut:
a. Netral, hubungan tidak saling mengganggu antar organisme dalam habitat yang sama yang bersifat tidak rugi dan tidak merugikan kedua belah pihak.
b. Predasi, hubungan antara mangsa dan pemangsa (Predator). Hubungan ini sangat erat karena tanpa mangsa, predator tidak dapat hidup, sebaliknya predator berfungsi untuk mengontrol populasi mangsa.
c. Komensalisme, hubungan antar organisme yang berbeda species daloam bentuk kehidupan bersama sebagai sumber makanan dalam suatu species diuntungkan yang lain tidak dirugikan.
d. Parasitisme, Hubungan antara organisme yang berbeda species salah satu hidup pada organisme mengambil makanan dari inang sehingga bersifat merugikan mangsanya.
e. Mutualisme, hubungan antara dua organisme berbeda species yang sama saling menguntungkan kedua belah pihak.

2.7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekosistem Kolam

2.7.1. Faktor Fisika
Menurut Arfiati (2009), air tergantung yang melarut dalam aliran memberikan tekanan kepada semua benda di dalamnya termasuk ikan. Distribusi cahaya pada air tergenang juga akan makin berkurang dengan bertambahnya kedalaman. Makin jernih air, makin banyak cahya yang dapat menembus perairan sehingga suhu air hangat, untuk perairan keruh, bau disebabkan oleh kepadatan fitoplankton maupun karna parlemen tanah, tingkat kecerahan air sangat rendah, aspek lain adalah kekentalan (Viscositas air).
Menurut Ansori (2006), kekeruhan menggambarkan sifat optis air yang diteruskan banyaknya cahaya yang diserap oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh cahaya bahan organic dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut.
Kecerahan adalah parameter fisika yang erat kaitannya dengan proses fotosintesis pada suatu ekosistem perairan. Kecerahan yang tinggi menunjukkan daya tembus cahaya matahari yang jauh kedalam Perairan.. Begitu pula sebaliknya (Erikarianto,2008).

2.7.2. Faktor Kimia
Menurut Sekarwangi (2008), kolam merupakan suatu ekosistem air (aquatik) sebagai tempat hidup hewan-hewan air, dan vegetasi air. Vegetasi air dan hewan air menjadikan kolam suatu ekosistem yang mempunyai fungsi tertentu. Komponen-komponen kolam terdiri atas senyawa-senyawa abiotik air, CO2, O2, Ca, Nitogen, garam-garam fosfor, asam aminom dan sebagainya. Organisme produsen (Algae atau ganggang), Organisme mikro komsumen (Larva serangga, crustacea dan ikan),dan Organisme saprofit (Bakteri, Flagellata dan jamur).
Oksigen adalah salah satu unsure kimia penunjang utama kehidupan. Dalam air laut, oksigen dimanfaatkan oleh organisme perairan untuk proses respirasi dan untuk mengurangi zat organic oleh mikroorgfanisme. Ketiadaan oksigen dalam suatu perairan akan menyebabkan organism dalam perairan tersebut tidak akan hidup dalam waktu yang lama. Oleh karena itu salah satu cara untuk menjaga kelestarian kehidupan dalam laut adalah dengan cara memantau kadar oksigen dalam perairan tersebut (Hutagalung et-al,1985).
Komponen abiotik yang berupa bahan organik dan anorganik seperti air, karbondioksida, oksigen, kalsium, garam–garam hidrogen dan anorganik, seperti air dan humus dan sebagainya. Hanya sebagian kecil saja hara makanan penting dalam larutan yang tersedia bagi organisme, sebagian besar tersimpan dalam zarah–zarah endapan dan dalam badan organisme itu sendiri (Rososoedarmo, dkk. 1984).
2.7.3. Faktor Biologi
Menurut Syarinanto (2004), organisme pada kolam seperti ini harus dapat bertahan pada stadium Domain selama periode kering atau dapat bergerak keluar atau kedalam kolam seperti amphibi dan serangga air yang dewasa. Mikroba menonjol karena dapat beradaptasi dengan baik dan amat terbatas penyesuaiannya pada kolam sementara.
Menurut Kristanto (2004), komponen pembentuk ekosistem adalah komponen hidup dan koimponen tidak hidup (dua komponen tersebut hidup dalam satu tempat dan berinteraksi membentuk suatu kisaran yang teratur, misalnya pada suatu ekosistem kecil, katakanlah aquarium). Ekosistem dalam air terdiri dari ikan, tumbuhan air, plankton yang melayang dan tergantung dalam air sebagai komponen hidup.
Menurut Arfiati (2009), ekosistem air tawar di ikuti oleh organisme dari tingkat sederhana seperti bakteri, jamur dan lainnya sampai organisme tingkat tinggi.

2.8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekosistem Sungai

2.8.1. Faktor Fisika

Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, karena itu penyebaran organisme baik dilautan maupun diperairan tawar dibatasi oleh suhu perairan tersebut. Suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kehidupan biota air. Secara umum, laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu, dapat menekan kehidupan hewan budidaya bahkan menyebabkan kematian bila peningkatan suhu sampai ekstrim(drastis) (Kordi dan Andi, 2009).
Suhu merupakan salah satu factor pembatas terhadap ikan-ikan atau biota akuatik. Suhu dapat mengendalikan fungsi fisiologis organisme dan berperan secara langsung atau tidak langsung bersama dengan komponen kualitas lainnya mempengaruhi kualitas akuatik. Temperature air mengendalikan spawing dan hatching, mengendalikan aktivitas, memacu atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan menyebababkan air menjadi panas atau dingin sekali secara mendadak . temperature juga mempengaruhi berbagai macam reaksi fisika dan kimiawi di dalam lingkungan akuatik (Souisa, 2009).
Faktor kecerahan ini berhubungan dengan penetrasi cahaya. Kecerahan perairan tinggi memenuhi berarti cahaya yang tinggi dan ideal untuk memicu produktivitas perairan yang tinggi pula (Dedi, 2003).


2.8.2. Faktor Kimia

Oksigen adalah salah satu unsure kimia penunjang utama kehidupan. Dalam air laut, oksigen dimanfaatkan oleh organisme perairan untuk proses respirasi dan untuk mengurangi zat organic oleh mikroorgfanisme. Ketiadaan oksigen dalam suatu perairan akan menyebabkan organism dalam perairan tersebut tidak akan hidup dalam waktu yang lama. Oleh karena itu salah satu cara untuk menjaga kelestarian kehidupan dalam laut adalah dengan cara memantau kadar oksigen dalam perairan tersebut (Hutagalung et-al,1985).
Menurut Susanto (2002), suatu limbah yang mengandung beban pencemar masuk ke lingkungan perairan dapat menyebabkan perubhan kualitas air. Salah satu efeknya adalah menurunnya kadar oksigen terlarut yang berpengaruh terhadap fungsi fisiologis organisme akuatik. Air limbah memungkinkan mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang dapat menyebabkan penyakit infeksi dan tersebar ke lingkungan.
pH air mempengaruhi tangkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan asam akan kurang produktif, malah dapat membunuh hewan budidaya. Pada pH rendah( keasaman tinggi), kandungan oksigan terlarut akan berkurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen menurun, aktivitas naik dan selera makan akan berkurang. Hal ini sebaliknya terjadi pada suasana basa. Atas dasar ini, maka usaha budidaya perairan akan berhasil baik dalam air dengan pH 6,5 – 9.0 dan kisaran optimal adalah ph 7,5 – 8,7 (Kordi dan Andi,2009).

2.8.3. Faktor Biologi
Menurut Muchtar (2002), fitoplankton merupakan salah satu parameter biologi yang erat hubungannya dengan fosfat dan nitrat. Tinggi rendahnya kelimpahan fitoplankton disuatu perairan tergantung tergantung pada kandungan zat hara fosfat dan nitrat. Sama halnya seprti zat hara lainnya, kandungan fosfat dan nitrat disuatu perairan, secara alami terdapat sesuai dengan kebutuhan organisme yang hidup diperairan tersebut.
Air dari alam atau natural water secara foundamental akan berbeda kondisinya dengan air dari tempat budidaya, terutama sistem tertutup yang menggunakan akuarium atau bak, berdasarkan sifat kimia maupun biologi. Jumlah ikan ditempat budidaya umumnya jauh lebih banyak dibandingkan jumlah air. Akibatnya, material hasil metrabolisme yang dikeluarkan ikan tidak dapat mengurai seimbang. Artinya, waktu penguraian metabolit secara alami tidak mencukupi karena jumlahnya cukup banyak. Oleh karena itu, air tidak dapat atau sulit kembali menjadi baik dan cenderung menghasilkan substannsi atau bahan metabolit yang berbahaya bagi ikan (Lesmana,2001).
Untuk melengkapi kekurangan pendekatan fisika kimiawi dapat dilakukan dengan memberdayakan komunitas makroinvertebrata, yaitu hewan – hewan yang tidak mempunyai tulang belakang dan berukuran relatif tidak bergerak mempnyai siklus hidup yang panjang dan mempunayai keanekaragaman tinggi yan tersebar di hulu sampai di hilir sungai. Ditemukan suatu kelompok mikroinvertebrata mencerminkan kondisi air sungai apakah masih baik (tidak mengalami pencemaran organik tertentu), atau telah mengalami pencemaran organik terlarut atau telah mengganggu (Sudaryanti dan Wijarni, 2006).
2.9. Definisi Benthos

2.9.1. Ciri-ciri Benthos
Benthos adalah organisme yang melekat atau beristirahat pada dasar atau hidup didasar endapan binatang benthos dapat dibagi berdasarkan cara makannya menjadi pemakan kenyang (seperti kerang) dan pemakan deposit (seperti sioler) (Odum,1993).
Organisme benthos adalah binatang yang relative besar dan sebagian siklus hidupnya berada didalam atau pada substrat di air. Adapun yang termasuk dalam kelompok ini adalah cacing, serangga air, annelida, mollusca, dll. Beberapa spesies nyamuk, ialah midgnes alan pada umumnya termasuk kelompok yang dapat mengganggu kesehatan (Sutrisno dan Emi, 2004).

Hewan-hewan bentos yang sering ada dalam grup dan mempunyai sifat yang khas dikenal sebagai communities (Masyarakat). Dimana hali ini berhubungan dengan kondisi lingkungan hidup yang spesifik. Communities biasanya didominasi oleh satu atau dua jenis hewan (species) dari mana mereka dikena, yang disertai oleh organisme yang bersifat sub dominan (Sahala,1985).

2.9.2. Peranan Benthos di Perairan
Hewan yang hidup didasar perairan adalah mikrozoobenthos, makrozoobenthos merupakan salah satu kelompok terpenting dalam ekosistem perairan sehubungan dengan peranannya sebagai organisme kunci dalam jarring makanan selain itu tingkat kenea ragaman yang terdapat di lingkungan perairan dapat digunakan sebagai indicator pencemaran. Dengan adanya kelompok bonthos yang hidup melekat (sessile) dan daya adaptasi berfariasi terhadap kondisi lingkungan membuat hewan benthos seringkali digunakan sebagai petunjuk bagi penilaian kualitas air. Jika ditemukan umper air tawar, kijina, kerang cacing pipih, siput memiliki over operkulum dan siput tidak beroperkulum yang hidup di perairan tersebut maka dapat digolongkan ke dalam perairan yang berkulitas sedang (Pratiwi, dkk, 2004 dalam Parjan 2005).
Kominiti benthos sematif pada perubahan kualitas air berbatasan motilitas dan kemampuan yang relative karena merupakan fungsi kualitas perairan yang relative tidak dapat didefinisikan melalui permukaan fisik dan kimia dapat didefinisikan melalui organisme benthos. Dalam mempelajari sifat organisme benthos bermanfaat dalam mendeteksi masalah pencemaran air. Pada dasarnya tidak ada organisme yang memberikan reaksi sama pada pencemaran karena adanya hubungan yang sangat kompleks antara faktor genetik dengan parameter kualitas air. Berbagai tingkat pencemaran air menentukan macam organisme di perairan tersebut (Sutrisno dan Eni, 2004).
Makrozoobenthos merupakan hewan yang sebagian atau seluruh siklus hidupnya berada di dasar perairan, baik yang sesil, merayap maupun menggali lubang. Hewan ini memegang beberapa peran penting dalam perairan seperti dalam proses dekomposisi dan mineralisasi material organik yang memasuki perairan serta menduduki beberapa tingkatan trofik dalam rantai makanan (Odum,1993).


2.9.3. Jenis Benthos di Perairan

Diantara benthos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis-jenis yang termasuk dalam kelompok invertebrata makro. Kelompok ini lebih dikenal dengan makrozoobenthos (Rosenberg, 1993).
Menurut Sahala (1985), bentos dapat dibedakan dengan beberapa cara, salah satunya yaitu dengan cara mengidentifikasi ukuran dari bentos tersebut, pengklasifikasian menurut ukuran mereka dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Microfauna: hewan yang memiliki ukuran lebih kecil dari 0,1 mm, seluruh protozoa masuk dalam golongan ini.
b. Meiofauna: golongan hewan-hewan yang mempunyai ukuran antara 0,1 mm sampai 1,0 mm. Ini termasuk protozoa yang bergolongan besar, cnidaria, cacing-cacing yang berukuran sangat kecil, dan beberapa crustacea yang berukuran sangat kecil.
Selain itu juga bentos dapat diklasifikasikan berdasarkan tempat hidupnya, dalam hal ini bentos dibagi menjasi 2 macam yaitu:
a. Epifauna : hewan yang hidupnya di atas permukaan dasar lautan. Contoh hewan epifauna diantara nya yaitu kepiting berduri Spiny stonecrab, siput laut (Sea slug), bintang laut (Brittlle star).
b. Infauna : hewan yang hidupnya dengan cara menggali lubang pada dasar lautan. Contoh hewan infauna yaitu cacing (Lugworm), tiram (Cockle), macoma, Remis (clam).
Menurut Odum (1993), makrozoobenthos merupakan hewan yang sebagian atau seluruh siklus hidupnya berada di dasar perairan, baik yang sesil, merayap maupun menggali lubang. Makrozoobenthos dapat bersifat toleran maupun bersifat sensitif terhadap perubahan lingkungan.
2.10. Definisi Plankton

2.10.1. Ciri-ciri Plankton
Ukuran plankton sangat beraneka ragam dari yang terkecil yang disebut ultra plankton berukuran < 0,005 mm atau milimikron. Termasuk di sini bakteri dan diatom kecil sampai monoplankton berukuran 60-70 mikron, sebagian bersel dan mikroskopis. Termasuk fillum Chrysophyta (Romimohtarto,2003).
Plankton adalah tanaman (phytoplankton) dan binatang (zooplankton) yang biasanya berenang atau terapung di perairan, dan gerakannya mengikuti arus (Sutrisno dan Eni, 2004).
Menurut Djarijah (1996), plankton terkadang ditemukan terapung di permukaan air, di dasar, ataupun melayang-layang memenuhi kolom air. Plankton ini ada yang bergerak aktif seperti hewan pada umumnya, tetapi ada pula yang bisa melakukan assimilasi (photosynthesis) seperti halnya tumbuhan di daratan.


2.10.2. Peranan Plankton di Perairan
Phytoplankton menghasilkan energi melalui proses photosyntetis menggunakan bahan organik dan sinar matahari sedangkan zooplankton adalah konsumen yang memperoleh energi dan makanan dari phytoplankton siklus hidup phytoplankton yang pendek menyebabkan cepat sekali memberi reaksi (Sutrisno dan Eni,2004).
Berperannya plankton sebagai sumber makanan organisme perairan menjadikan kehadiran plankton di perairan sebagai ukuran keseluruhan perairan yang bersangkutan. Dalam hal ini ditujukan oleh nilai kepadatan plankton sehingga akan menjadi dasar penentuan akan tingkat kesuburan perairan, apakah suatu perairan itu subur atau sebaliknua (Rahman,2008).
Mengingat peranan plankton sebagai penyedia energi maka fitoplankton termasuk dalam golongan autotrop. Energi hasil fotosintetis ini berasal dari CO2 terlarut dengan H2O dan zat nutrien lainnya yang terkena sinar matahari ( Wibisono, 2005).
Fitoplankton merupakan algae yang tergolong autotrof, dimana dengan energi sinar dan klorofil, serta menyerap karbon dioksida dan senyawa nutrien anorganik organisme ini mampu mensintesa senyawa organik yang kompleks melalui proses fotosintesis. Algae autotrof melimpah di daerah eutrofik (zona fotik). Zona ini adalah mulai dari permukaan sampai ke kedalaman tertentu, dimana intensitas sinar matahari masih memungkinkan pembentukan bahan organik oleh tumbuhan melalui fotosintesis tadi (Basmi, 1995).
Perubahan terhadap kualitas perairan erat kaitannya dengan potensi perairan ditinjau dari kelimpahan dan komposisi fitoplankton. Keberadaan fitoplankton di suatu perairan dapat memberikan informasi mengenai kondisi perairan. Fitoplankton merupakan parameter biologi yang dapat dijadikan indikator untuk mengevaluasi kualitas dan tingkat kesuburan perairan (Fachrul,2005).

2.10.3. Jenis Plankton di Perairan

Fitoplankton jenisnya ada yang berupa diatome dan dinoflagellata adalah dominan sekali diseluruh laut sebagai produsen. Diatom di dapat di daerah – daerah beriklim kutub dan sedang, untuk perairan beriklim sub tropic dan tropic dinoflagellata sangat dominan (Sediadi, 1986).
Menurut Goldman dan Alegandra (1983) plankton dibagi menjadi
1) Holoplankton, merupakan plankton yang banyak dijumpai, termasuk ganggang seperti : Asterionella, Fragilaria, dan Tubellaria
2) Meroplankton, merupakan plankton yang cukup banyak yang termasuk golongan ini seperti diatom melosira.
Menurut Horne dan Charles (1994) yang termasuk zooplankton adalah microzooplankton, seperti protozoa, porifera, dan moseplankton yaitu crustacean.

3. METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat dan Fungsinya
a. Parameter Fisika
Alat- alat yang digunakan untuk pengamatan dalam parameter Fisika antara lain adalah sebagai berikut:
 Thermometer Hg : untuk mengukur suhu kolam.
 Stopwatch : sebagai timer pada saat mengukur suhu dan kecepatan arus.
 Penggaris : untuk mengukur kedalaman kolam.
 Tongkat skala : untuk mengetahui kedalaman kolam.
 Secchi disk : untuk mengkur kecerahan kolam.

b. Parameter Kimia
Alat- alat yang digunakan untuk pengamatan dalam parameter Kimia antara lain adalah sebagai berikut:
 pH box : untuk mencocokkan nilai pH pada pH paper.
 Stopwatch : untuk timer pada saat mengukur pH.
 Botol DO : sebagai tempat pengukuran Do dengan metode Winkler.
 Buret : sebagai tempat larutan titran.
 Statif : sebagai tempat buret.
 Pipet tetes : sebagai alat untuk mengambil dan meindahkan larutan.

c. Parameter Biologi
Alat- alat yang digunakan untuk pengamatan dalam parameter Biologi antara lain adalah sebagai berikut:
 Ekman grab : untuk mengambil bentos di kolam atau/perairan yang dasarnya berlumpur.
 Pinset : untuk mengambil bentos di nampan.
 Timba : untuk tempat substrat dan bentos setelah diambil dari kolam.
 Nampan : untuk tempat mengoyak bentos.
 Botol film : untuk tempat bentos.
 Loop : untuk alat bantu melihat bentos.
3.1.2 Bahan dan Fungsinya
a. Parameter Fisika
Bahan- bahan yang digunakan untuk pengamatan dalam parameter Fisika antara lain adalah sebagai berikut:
 Sampel air : bahan yang diamati parameter fisikanya.
 Air kolam : sebagai bahan yang diamati parameter fisikanya.
 Botol aqua : sebagai bahan untuk mengukur kecepatan arus dan sebagai wadah sampel.
 Tali rafia : bahan untuk pengukuran kecepatan arus.

b. Parameter Kimia
Bahan- bahan yang digunakan untuk pengamatan dalam parameter Kimia antara lain adalah sebagai berikut:
 Air kolam : sebagai bahan yang diamati parameter kimianya.
 pH paper : untuk mengukur nilai pH kolam.
 Larutan NaOH+KI : sebagai pembentuk endapan coklat dan mengikat ion I2
 Larutan MnSO4 : sebagai pengikat oksigen bebas.
 Na- Thisulfat 0,025 N : sebagai larutan titran.
 Larutan H2SO4 pekat : sebagai indikator asam, pengencer endapan coklat dan melepas I2.
 Amilum : sebagai indikator basa dan membentuk warna ungu kehitam- hitaman.

c. Parameter Biologi
Bahan- bahan yang digunakan untuk pengamatan dalam parameter Biologi antara lain adalah sebagai berikut:
1. Bentos
 Air kolam : untuk sampel yang akan diamati bentosnya.
 Alkohol 70% : untuk mengawetkan bentos.
 Kertas label : untuk memberi nama pada botol film.

2. Plankton
 Air sampel : untuk bahan sampel kolam yang akan diamati.
 Kertas label : untuk memberi nama pada botol film.
 Lugol : untuk mengawetkan plankton.
 Tissue : untuk membersihkan alat.



3.2 Skema Kerja
3.2.1 Suhu

Thermometer Hg
• Disiapkan thermmometer hg.
• Dicelupkan kedalam air kolam, selama + 3menit hinga air raksa berhenti.
• Dicelupkan dengan membelakangi sinar matahari.
• Diangkat thermometer dari kolam.
• Dicatat hasilnya.


3.2.2 Kecerahan
Secchi disk
• Diturunkan secchi disk pelan-pelan ke dalam kolam.
• Diamati sampai tidak nampak pertama kali.
• Dicatat sebagai d1.
• Diturunkan sechhi disk sampai ke dasar kolam.
• Ditarik sechhi disk pelan-pelan.
• Diamati sampai batas tampak pertama kali.
• Di catat sebagai d2.
• Dihitung rata-rata hasil pengukuran dengan rumus D1+D2/2
• Dicatat hasilnya.




3.2.3 KEDALAMAN

Tongkat skala
• Ditancapkan pada dasar kolam.
• Ditandai pada batas permukaan.
• Diangkat dari permukaan.
• Diukur panjang/kedalaman dengan pengaris.
• Dicatat kedalaman kolam.

Hasil

3.2.4 pH

ph paper
• Dicelupkan pH paper kedalam sampel perairan/kolam.
• Ditunggu ± 2 menit.
• Diangkat dari kolam/perairan.
• Dikipas-kipaskan sampai kering.
• Dicocokkan warnanya dengan pH box.
• Dicatat hasilnya.

Hasil


3.2.5 Substrat

Substrat
• Diambil dari dasar perairan/kolam.
• Diambil tipe substratnya.
• Ditentukan tipe substratnya.
• Dicatat.
Hasil


3.2.6 DO


Diukur dan dicatat volume botol DO
Dimasukkan dalam air yang akan diukur dengan posisi miring agar tidak ada gelembung
Ditutup dalam air
Diangkat ke darat dan dibolak-balik, jika ada gelembung. Diulangi lagi
Dibuka tutup botol DO

Ditambah 2ml MnSO₄ dan 2ml NaOH+KI
Dihomogenkan
Didiamkan sampai terbentuk endapan coklat
Dibuang air bening diatas endapan coklat
Ditambah 2ml H₂SO₄ pekat
Dihomogenkan sampai endapan larut
Ditambahkan 3-4 tetes amilium
Dihomogenkan hingga bewarna ungu kehitam-hitaman
Dititrasi dengan Na-thiosulfat 0,025 N
Dihitung selisih volume titran
Dihitung dengan rumus :



3.2.6 Kecepatan Arus


- diisi dengan air pada salah satu botol
- dihubungkan botol satu dengan botol dua menggunakan tali plastik sepanjang 30cm
- diikat botol satu dengan tali plastik sepanjang 5m
- dijatuhkan ke perairan
- dihitung waktu menggunakan stopwatch
- dicatat waktu
- dihitung kecepatan arus


3.2.7 PENGAMATAN BENTOS
a. Metode Kicking
Jala
• Disiapkan
• Dipegang tiang jala dengan arah melawan arus
• Diaduk dasar perairan
• Digerakkan maju melawan arus
• Diangkat pelan-pelan ke permukaan.
• Dicari benthos yang didapat
• Diletakkan sampel bentos ke dalam nampan.
• Diamati jenis bentos
Botol film
• Bentos dimasukkan.
• Diberi alkohol.
• Diberi label.
• Bentos dikelompokkan berdasarkan jennis.
• Dihitung.
Hasil


b. Metode Ekman grab
Ekman grab
• Disiapkan ekman grab.
• Dibuka penutupnya.
• Dimasukkan kedalam kolam secara tegak lurus sampai ke dasar.
• Dijatuhkan pemberatnya.
• Ditarik pelan-pelan ke permukaan.
• Dibuka penutupnya.
• Diletakkan sampel bentos ke dalam nampan.
• Diamati jenis bentos
Botol film
• Bentos dimasukkan.
• Diberi alkohol.
• Diberi label.
• Bentos dikelompokkan berdasarkan jennis.
• Dihitung.
Hasil

c.Identifikasi jenis benthos
Ekman grab
• Dibuka penutupnya.
• Diletakkan sampel bentos ke dalam nampan.

Bentos
• Ditiriskan pada tanah
• Dicari
• Dimasukkan botol film
• Diberi alkohol.
• Diberi label.
• Bentos dikelompokkan berdasarkan jennis.
• Dihitung.
Hasil

3.2.8 Plankton
a. Pengambilan Plankton (di lapang)


- diambil dengan timba sebanyak 25 liter air
- diangkat ke permukaan


- diikat pada botol film ujung jaring bawah dengan tali
- dimasukkan air sampel
- diputar-putar searah plankton net
- ditutup botol film setelah plankton tersaring
- diberi bahan preservasi ( lugol ) sebanyak 3 tetes
- diberi label
-














b. Identifikasi Jenis Plankton (di Laboratorium)

-
- disiapkan haemocytometer dan cover glass
- dibersihkan dengan menggunakan tissue secara searah
- ditutup haemocytometer dengan cover glass pada bagian tengah
- diambil sampel plankton dengan pipet tetes
- dituangkan pada haemocytometer


- disiapkan dan dinyalakan lampu pada perbesaran 400x
- diamati setelah ditemukan focus
- dibagi menjadi 5 bidang pandang
- dihitung jumlah plankton pada tiap bidang pandang
- dicatat
c. Identifikasi Jenis Plankton
Ekman grab
• Dibuka penutupnya.
• Diletakkan sampel bentos ke dalam nampan.

Bentos
• Ditiriskan pada tanah
• Dicari
• Dimasukkan botol film
• Diberi alkohol.
• Diberi label.
• Bentos dikelompokkan berdasarkan jennis.
• Dihitung.
Hasil



4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Pengamatan
4.1.1 Data Pengamatan Lapang

a. Kolam

Data hasil yang diperoleh dalam praktikum Ekologi Perairan ini adalah :
Pelaksana : Kelompok 14
Tanggal pelasanaan : Sabtu, 20 November 2010
Waktu : 09.15 s/d 12.00WIB
Nama tempat : Mata Air Sumber Awan Singosari Kabupaten Malang
Musim : Panas
Jenis Kolam : Biasa dan Eutrofikasi
Warna air : Hijau bening dan Keruh berlumpur

Data Parameter Kualitas Air
No Parameter Hasil
1 Suhu 23o C
2 pH 7
3 Jenis Substrat Pasir berbatu dan Berlumpur
4 Kecerahan 100%
5 Kedalaman 48 cm

Data Organisme yang Diperoleh
No Organisme Jumlah
1 Branchiura sowerbyi 3
2 Thiara balonnensis 1
3 Potamopyrgus antipodurum 1
4 Actinastrum hantzschii 12
5 Naviculace margalit 3



 Identifikasi pakan Tambahan
 Pakan tambahan adalah pakan yang diberikan sebagai tambahan untuk ikan, sehingga tanpa pakan tambahanpun ikan tersebut masih memiliki nutrisi dalam tubuhnya. Jenis pakan tambahn misalnya adalah daun kelor, daun papaya dan lain sebagainya.

 Identifikasi Jenis Ikan Herbivora
 Ikan herbivore adalah ikan yang memangsa tumbuh-tumbuhan, atau dapat juga dikatakan pemakan fitoplankton. Dalam proses pencernaannya membutuhkan waktu yang lam karena adanya selulosa dalam kandungan pakan. Sehingga usus ikan herbivore cenderung panjang.

 Identifikasi Jenis Ikan Karnivora
 Ikan karnivora adalah ikan yang memakan makanan berupa zooplankton. Kadang juga memakan ikan- ikan kecil yang lain. Ikan kar nivora dalam proses pencernaan cenderung cepat, karena ususnya pendek.

 Identifikasi Jenis Ikan Omnivora
 Ikan omnivora adalah jenis ikan pemakan segala, yaitu bisa memakan zooplankton ataupun fitoplankton. Bentuk ususnya cenderung sedang, karena merupakan kombinasi antara jenis usus ikan karnivora dan jenis ikan herbivora.

 Identifikasi Tanaman Air
• Tanaman air yang ada didalam kolam yaitu lumut jaring.

 Identifikasi Organisme yang Ada Di sekitar Kolam
• Organisme yang ada di sekitar kolam adalah semut, siput, belalang dan ulat.

 Identifikasi Tanaman yang ada di sekitar kolam
• Tanaman yang ada di sekitar kolam adalah rumput, palawija dan pohon-pohon.

Denah Lokasi Stasiun Pengambilan sample
• Kolam Biasa











Outlet Inlet


Gambar Inlet

Gambar outlet
• Kolam Eutrofikasi









b. Sungai

Data hasil yang diperoleh dalam praktikum Ekologi Perairan ini adalah :
Pelaksana : Kelompok 14
Tanggal pelasanaan : Sabtu, 20 November 2010
Waktu : 09.15 s/d 12.00 WIB
Nama tempat : Mata Air Sumber Awan Singosari Kabupaten Malang
Musim : Panas
Jenis sungai : Tenang dan Deras
Station : -
Net Size : Meshsize 0,5
Warna air : Bening
Dept : 48 dan 14

Data Parameter Kualitas Air
No Parameter Hasil
1 Suhu 25 oC
2 Ph 7
3 Jenis Substrat Lumpur berbatu
4 Kecepatan arus 0,33 m/ s


Data Hasil Pengamatan Ekosistem sungai
Denah Lokasi Stasiun Pengambilan sampel
• Sungai Deras


• Sungai Tenang


4.1.2 Data Pengamatan Laboratorium
a. Bentos
No Gambar Literatur Klasifikasi
Kingdom: Animalia
Phylum: Arthropoda
Class: Insecta
Order: Diptera
Family: Chironomidae


Domain: Eukaryota
Kingdom: Animalia
Subkingdom: Bilateria
Phylum: Mollusca
Class: Gastropoda
Subclass: Orthogastropoda
Superorder: Caenogastropoda
Order: Sorbeoconcha
Family: Hydrobiidae
Subfamily: Coliadinae
Genus: Potamopyrgus
Specific name: antipodarum
Scientific name: Potamopyrgus antipodarum

Kingdom: Animalia
Phylum: Annelida
Class: Clitellata
Order: Haplotaxida
Family: Tubificidae
Genus: Branchiura
Specific name: sowerbyi - Beddard, 1892
• Scientific name: - Branchiura sowerbyi


Domain: Eukaryota
Kingdom: Animalia
Subkingdom: Bilateria
Phylum: Mollusca
Class: Gastropoda
Subclass: Orthogastropoda Superorder: Caenogastropoda
Order: Sorbeoconcha
Family: Hydrobiidae
Subfamily: Coliadinae
Genus: Potamopyrgus
Specific name: antipodarum
Scientific name: Potamopyrgus antipodarum



b. Plankton
No Gambar Literatur Klasifikasi

Kingdom: Plantae
Phylum: Chlorophyta
Class: Trebouxiophyceae
Genus: Actinastrum
Specific epithet: hantzschii
Botanical name: Actinastrum hantzschii


Filum : Chrysophyta
Subfilum: Basihario
Ordo : Ponnales
Spesies: Naviculace
Margalit


4.2 Analisa Prosedur

4.2.1 Suhu
Pada pengamatan suhu ini menggunakan thermometer raksa. Pertama-tama termometer dipersiapkan terlebih dahulu. Lalu termometer dimasukkan ke dalam air selama beberapa menit sampai terlihat air raksa termometer stabil. Termometer jangan dipegang pada bagian termometernya tetapi dipegang bagian talinya yang terdapat pada bagian ujung termometer. Tujuan tidak dipegangnya termometer itu adalah supaya termometer tidak terpengaruh oleh suhu tubuh. Setelah 3 menit hal ini dilakukan agar suhu dalam termometer Hg stabil, kemudian termometer diangkat dari perairan dan dicatat suhu yang diperoleh pada termometer tersebut dalam satuan 0C.

4.2.2 Kecerahan
Pada pengukuran kecerahan alat dan bahan yang digunakan yaitu secchi disk dan air kolam yang digunakan. Setelah itu secchi disk disiapkan, secchi disk diturunkan ke dalam air kolam dengan perlahah-lahan sampai tidak nampak pertama kali dan dicatat hasilnya sebagai sebagai D1 lalu ditandai. Kemudian secchi disk diturunkan lebih dalam lagi hingga benar-benar tidak nampak. Kemudian secchi disk ditarik keatas dengan perlahan-lahan hingga nampak pertama kali dan ditandai, ini dicatat sebagai D2. Dan dicatat kedalamannya. Setelah itu dihitung dengan rumus kecerahan D=D2+D2/2 dan dicatat hasilnya dalam data.

4.2.3 Kedalaman
Pada pengukuran kedalaman perairan kolam alat yang digunakan adalah tongkat panjang dan penggaris. Setelah itu alat ddan bahan disiapkan. Pengamatan terhadap kedalaman dilakukan dengan cara memasukkkan tongkat panjang ke permukaan dan diukur menggunakan penggaris lalu catat hasilnya dalam data.




4.2.4 pH
Pada pengukuran pH ini digunakan pH paper. pH paper digunakan untuk mengukur pH disuatu perairan. Pertama-tama pH dipersiapkan lalu dicelupkan pH paper tersebut pada perairan hingga pH paper benar-benar basah. Kemudian pH paper diangin-anginkan sampai kering. Setela itu dicocokkan warnr pH paper dengan garis warna pada pH box untuk mengetahui nilai dari pH perairan tersebut. Setelah diketahui nilainya lalu dicatat hasilnya.


4.2.5 Substrat
Pertama kita ambil substrat yang ada didasar perairan. Setelah itu kita amati tipe substrat yang ada. Setelah diamati lalu ditentukan tipe subtratnya dan dicatat hasilnya.


4.2.6 DO
Pada saat praktikum ekologi perairan dilakukan pengukuran DO. Pertama siapkan alat dan bahan yang digunakan yaitu, botol DO dimasukkan kedalam perairan secara perlahan dengan posisi miring dan jangan sampai terjadi gelembung udara.Botol DO ditutup di dalam air, bila botol telah penuh selanjutnya dilakukan pengujian dengan larutan – larutan kimia. Pertama tutup botol DO dibuka dan diteteskan MnSO4 sebanyak 2 ml/ 44 tetes yang bertujuan mengikat endapan coklat. Selanjutnya botol DO ditutup dan dihomogenkan dengan cara dibolak – balik. Setelah itu di tunggu sampai pemisahan oksigen yang menyatu dengan endapan coklat dan larutan yang bening dibuang secara perlahan atau dengan pipet tetes. Sehingga yang tetinggal larutan yang terdapat endapan coklat. Selanjutnya ditambahkan larutan H2SO4 sebanyak 22 ml/44 tetes yang berfungsi untuk pengenceran endapan coklat dan pengondisian asam dan ditambahkan kembali amylum 2 -3 tetes yang berfungsi untuk indikator warna ungu dan pengondisian basa, lalu di homogenkan. Terakhir dititrasi dengan larutan Na-thiosulfat hingga berubah warna menjadi bening pertama kali. Kemudian volume titran dihabiskan untuk titrasi dan larutan yang sudah dititrasi digoyang – goyang agar homogen. Terakhir dicatat volume titrasi dan dihitung dengan rumus:


4.2.7 Kecepatan Arus
Pada saat praktikum ekologi perairan dilakukan pengukuran kecepatan arus. Pertama siapkan alat dan bahan yaitu, botol plastik 600 ml 2 buah sebagai pemberat dan pelampung, tali rafia 5 m sebagai jarak pengubung antara 2 botol, dan stopwatch sebagai perhitungan selang waktu pengukuran kecepatan arus. Setelah itu dilakukan pengukuran kecepatan arus dengan cara diisi salah satu botol dengan air lokal yang berfungsi sebagai pemberat dan satu lagi sebagai pelampung. Kemudian ke 2 botol yang sudah diikatkan dan dihubungkan dengan tali rafia tersebut di hanyutkan ke perairan bersamaan dengan dinyalakan stopwatch. Lalu stopwatch dimatikan ketika tali rafia pada ke 2 botol meranggang sempurna. selanjutnya data di catat dan dihitung dengan rumus


4.2.8 Bentos

a. Metode Kicking
Pada saat praktikum ekologi perairan tentang pengambilan benthos dengan metode kicking hal pertama yang dilakukan menyiapkan alat seperti planktonnet , jaring planktonnet digerakkan maju dalam air dengan cara di bagian depan jaring di gerak-gerakkan dengan kaki agar benthos yang berada didalam pasir masuk kedalam planktonnet, setelah itu planktonnet diangkat lalu isi yang tersaring tadi dimasukkan dalam nampan dan di cari benthosnya lalu diidentifikasi di praktikum laboratorium.

b. Metode Ekman Grab
Pada saat praktikum ekologi perairan tentang pengambilan benthos dengan metode ekman grab hal pertama yang dilakukan menyiapkan alat seperti ekman grab,kemudian ekman grab dibuka dengan cara menarik kedua tali disamping kiri dan kanan lalu di eratkan pada bagian atas ekman grab kemudian ekman grab dimasukkan sampai dasar perairan lalu pemberat pada ujung tali di lepas dan masuk kedalam air hingga ekman grab menutup dan mendapatkan lumpur sebagai substrat dari benthos , lalu dimasukkan dalam nampan dan di cari benthosnya lalu diidentifikasi di praktikum laboratorium.

c. Identifikasi Jenis Bentos
Pertama-tama alat dan bahan disiapkan diantaranya ekman grap, timba, pinset, nampan, botol film, alkohol 70%, dan kertas label. Langkah pertama diambil ekman grap yang akan digunakan setelah itu dibuka penutup ekman grap dengan cara menarik tali penutupnya. Lalu ekman grap dmasukkann ke dalam kolam dengan perlahan-lahan sampai dasar secara tegak lurus. Setelah itu ekman grapp ditutup dengan cara menjatuhkan pemberat sehingga dapat ditutup dan mengambil bentos yang ada dikolam. Lalu ekman grap ditarik kepermukaan secara pelan-pelan. Setelah ditaruh ditanah ekman grap dibuka penutupnya lalu bentosnya diyaruh dalam ember. Selah itu sampel bentos ditampatkan pada nampan dan disortir, untuk mempermudah mencari bentos dgunakan loop. Setelah bentos didapatkan, lalu dimasukkan kedalam notol film yang sudah diberi alkohol sampai separuh botol film. Setelah itu diberi label agar tidak tertukar. Pada pengamatan di laboratorium IIP bentos yang ada di botol film dikeluarkan lalu dikelompokkan berdasarkan jenis bentos yang telah diambil setelah itu dihitung dengan menggunakan rumus H=Σpi ln Pi dan dicatat hasilnya.

4.2.9 Plankton
a. Pengambilan Plankton
Pertama tama kita siapkan dahulu alat berupa planktonnet kemudian planktonet di beri botol flim pada ujung bawa lalu diikat dan dirapatkan dengan karet gelang , setah itu diambil airt kolam sebanyak 25 liter dengan menggunakan timbah dengan volume 5 nliter, jadi pengambilan dilakukan sebanyak 5 kali , selagi air dimasukkan , planktonnet digoyang – goyang kan agar plankton dapat masuk kedalam botol film, setelah didapat air yang ada didalam botol film ditetesi dengan larutan lugol agar mengawetkan plankton didalamnya.

b. Identifikasi Jenis Plankton
Pada identifikasi plankton hal pertama yang dilakukan adalah dengan menyiapkan alat dan bahan ,pertama – tama obyek glass dan cover glass dikalibrasi terlebih dahulu agar terhindar dari bakteri maupun kotoran yang melekat,kemudian diambil sampel plankton dari botol film dengan menggunakan pipet tetes sebanyak 1 tetes , lalu diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 40 kali , setelah didapat planktonnya lalu diidentifikasi jenis planktonnya dan dicatat hasilnya.





















4.3 Analisa Hasil
4.3.1 Rantai Makanan Yang Terjadi

Rantai makanan yang terjadi antara organisme yang ditemukan dalam praktikum Ekologi Perairan yang dilakukan di Mata Air Sumber Awan Singosari Kabupaten Malang adalah seperti dalam bagan di bawah ini :





















Suatu rantai makanan dapat disusun dalam piramida makanan adalah komposisi rantai makanan yang semakin ke atas jumlahnya semakin kecil (Sumantri, 2009).



4.3.2 Interaksi Antar Organisme Yang Ada

Interaksi antar organisme atau yang biasa disebut dengan simbiosis parasitisme adalah hubungan antara 2 makhluk hidup yang berbeda jenis dan salah satu merugikan jenis yang lain. Dari organisme-organisme yang telah ditemukan, dapat diambil contoh adanya interaksi (simbiosis parasitisme). Simbiosis ini terlihat dari adanya ikan dengan siput dimana siput memakan makanan dari ikan sehingga siput menjadi parasit bagi ikan. Dari interaksi ini dapat terlihat bahwa kolam di Mata Air Sumber Awan Singosari Kabupaten Malang ada interaksi yang salah satu pihak dirugikan.
Parasitisme adalah hubungan antar organisme yang berbeda spesies dan salah satu spesies merugikan jenis lain (Bagas, 2009).

4.3.3 Pengaruh Nilai Faktor Fisika, Kimia Air dengan Makrozoobenthos

Dari praktikum yang dilakukan, faktor fisika meliputi suhu, kecerahan, dan jenis substrat. Sedangkan faktor kimia dapat dilihat dari pengukuran pH air. Dari praktikum yang dilakukan, maka didapatkan suhu sebesar 280C, kecerahan sebesar 100%, substratnya lumpur, dan pH sebesar 7. Selain itu, makrozoobenthos yang didapat juga cukup banyak.
Benthos merupakan organisme yang hidup di dasar perairan . Dengan jenis substrat lumpur memang memungkinkan untuk ditemukannya benthos yang beragam. Selain itu, nilai pH air sebesar 7 juga memungkinkan untuk ditemukannya benthos yang beragam. Hal ini sesuai dengan Effendie (2003) bahwa sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sebesar 7 - 8,5.
4.3.4 Perhitungan Benthos


Dari hasil praktikum pada kolam biasa dan kolam eutrifikasi di dapat 1 jenis bentos yang sama yaitu berupa Chironomous cloacalis. Pada kolam biasa didapat dua organisme sedangkan dikolam eutrifikasi didapat 4 organisme.
DENSITAS
Densitas (md/m2) = total spesies
Luas
= 6
0,0225
= 266,67 md/m2
DIVERSITAS
Pi = n
N
= 6
6
= 1
Diversitas = H = - Epi log2 Pi
= 1 log 1
= 1

Nilai H=1 menunjukkan indeks keragaman yang sedang. Menurut Hdjosuwarno (1990) dalam Djahjah (2005) menyatakan bahwa Indeks Keragaman H terdiri dari beberapa kriteria yaitu
H > 3,0 = Menunjukkan keanekaragaman sangat
H 1,6 – 3,0 = Menunjukkan keanekaragaman tinggi
H 1 – 1,5 = Menunjukkan keanekaragaman sedang
H < 1 = Menunjukkan keanekaragaman rendah
Sedangnya keanekaragaman benthos diperairan kolam tersebut mungkin disebabkan karena pencemaran limbah pertanian seperti peptisida maupun hibrisida mengingat letak kolam dikelilingi sawah pertanian.


4.3.5 Perhitungan Plankton

L.Kotak : 1 mm2
Kedalaman : 0,1 mm
V = 0,1 mm2 atau 0,0001 cm3 (0,0001 ml)

Total kepadatan = n x 104 sel/ml
= 15/4x104 sel/ml
= 3,7x104 sel/ml

4.3.6 Hubungan Antar Parameter
1. Hubungan pH dengan CO2 dan Alkalinitas.
Menurut Modereth et al dalam Effendi ( 2003 ), bahwa pH juga berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas, pada pH < 5 alkalinitas dapat mencapai “ nol “. Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas terlarut yang bersifat asam ( pH rendah ) bersifat korosif.
2. Hubungan pH dengan senyawa amonia
Menurut Effendi ( 2003 ), berpendapat bahwa senyawa amonium yang dapat berionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki pH rendah. Amonium bersifat tidak toksik, namun pada suasana alkalis ( ph tinggi ) lebih berionisasi dan bersifat toksik.
3. -Hubungan DO dengan suhu dan Salinitas.
Hubungan antar kadar oksigen terlarut jenuh dan suhu menggambarkan bahwa semakin tinggi suhu, maka kelarutan oksigen akan semakin berkurang kelarutan oksigen cenderung lebih rendah daripada kadar oksigen di perairan air tawar ( Effendi, 2003 ).
4. Hubungan Orthophospat dengan Suhu dan pH.
Semua poliphospat mengalami hidrolisis membentuk orthophospat perubahan ini tergantung pada suhu yang mendekati titik didih. Perubahan poliphosphat terjadi orthophospat pada air limbah yang mengandung bakteri lebih cepat dibandingkan dengan perubahan yang terjadi pada air bersih ( Effendi, 2003).
5. Hubungan Kecerahan dengan Padatan tersuspensi.
Padatan tersuspensi berkolerasi positif dengan kekeruhan semakin tinggi. Akan tetapi tingginya padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan misalnya air memiliki nilai kepadatan terlalu tinggi, tapi tidak berarti memiliki kekeruhan yang tinggi ( Effendi, 2003 ).
6. Hubungan nitrat nitrogen dengan DO dan Suhu.
Proses oksidasi tersebut akan menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut semakin berkurang terutama pada musim kemarau. Saat curah hujan sangat sedikit dimana volume aliran air di sungai menjadi rendah. Diiringi dengan tingginya temperatur dan apabila volume limbah tidak berkurang akan menyebabkan laju oksidasi tersebut meningkat tajam. Keadaan ini menyebabkan konsentrasi oksigen menjadi sangat rendah. Sehingga menimbulkan kondisi yang kritis bagi organisme air.( Barus, 2001 ).
7. Hubungan Amonia dengan pH
Semakin tinggi nilai pH akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dengan amonia. Semakin bergeser kearah amonia berarti kenaikan pH akan meningkatkan konsentrasi amonia yang diketahui bersifat sangat toksik bagi organisme air ( Barus, 2007 ).
8. Hubungan Karbondioksida dengan pH.
Sebagian kecil karbondioksida yang terdapat di atmosfer larut kedalam uap air membentuk asam karbonat, selanjutnya jatuh menjadi hujan. Air hujan bersifat asam dengan pH 5,6 didalam perairan berbentuk ion H+, sehingga pH perairan menurun ( Effendi, 2003 ).
5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
 Ekologi perairan adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan timbal balik atau interaksi antara organisme perairan dengan lingkungannya.
 Benthos merupakan makhluk yang melekat atau sedang beristirahat pada dasar perairan atau yang hidup didalam sedimen di dasar perairan.
 Suhu kolam 250 C, PH air 7, jenis substrat yaitu jenis lempung
 Menurut Wihm dalam Ardi (2002) menyatakan bahwa berat indeks keragaman zoobentos < dari 1 adalah dalam keadaan tercemar, jika berkisar 1 – 3 air tersebut sedikit tercemar, air bersih indeks keragaman zoobentosnya > 3.



5.2 Kritik dan saran
Dalam pelaksanaan praktikum ekologi perairan sebaiknya pada waktu praktikum di Laboratorium lebih dikondisikan lagi, agar praktikan tidak bingung dan bentrok dengan jam kuliah.




DAFTAR PUSTAKA

Arfiati,D.2009.Startegi Peningkatan Kualitas Sumberdaya pada Ekosistem Perairan Tawar. Universitas Brawijaya.Malang
Angelina,F. 2007. Simbiosis. http://fionaangelina.com/2007/12/23/symbiosis. Diakses pada tanggal 01 desember 2010. Pukul 19.00 WIB
Barus, A. 2002. Pengantar Limnologi. Djambatan. Jakarta
Brotowidoyo,MD; Djaka,T dan Eko,M. 1999. Pengantar Linkungan Perairan dan Budidaya Air. Liberty. Yogyakarta
Effendi,H. 2003. Telah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta
Ermawati,B ; Sri,S dan Endang, Y. 2001. Studi Ekologi Fitoplankton di Waduk Wonorejo Desa Wonorejo Kecamatan Pagerwojo Kabupaten Tulungagung Jawa Timur. Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Malang
Evans.2009. Diagram Siklus Air.http://google.com. Diakses tanggal 1 Desember 2010 pukul 21.45 Wib
Fachrul,Melati Ferianita, Herman Haeruman dan Listari C.Sitepu.2005.Komunitas Fitoplankton sebagai Bio-Indikator Kualitas Perairan Teluk Jakarta. http://api.ning.com/files/zsqyxD FQyLipkNg8HVR0a25dw*ZmljIkQdZDlQ65k44_/KomunitasFitoplanktonsbgBioindikatorPerairandiTelukJakarta.pdf. Diakses tanggal 1 Desember 2010 pukul 13.00 WIB.
Hakim,L. 2009. Makrozoobenthos Sebagai Indikator Pencemaran Lingkungan. http//ilmukelautan.com. Diakses tanggal 01 Desember 2010 pukul 21.43 Wib
Herawati, EY. 1989. Pengantar planktonologi. Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Malang
Mahmudi, M.2005. produktivitas Perairan. Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Malang
Musa dan Yanuhar, U.2006. diktat Limnologi. Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Malang
Nontji, A. 2003. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta
Odum, E. 1993. Dasar Dasar Ekologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Rahman, Abdur.2008.Kajian Kandungan Phospat dan Nitrat Pengaruhnya terhadap Kelimpahan Jenis Plankton di Perairan Muara Sungai Nelayan. Kalimantan Scientiae. No.71 Th.XXVI Vol.April.2008. http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/2671083244.pdf. diakses tanggal 2 Desember pukul 15.00 WIB.
Resosoedarmo, S; Kuswata, K dan Aplilani, S. 1992. Pengantar Ekologi. PT Remaja Rosdakarya. Bandung
Romimohtanto dan Sri. 2001. Biologi Laut. Djambatan. Jakarta
Soemarto. 1983. Pengantar Ilmu Perikanan. Jakarta
Sudarjanti dan Wijarni. 2006. Keanekaragaman dan Kelimpahan Makrozoobenthos. Erlangga. Jakarta
Sumaryam. 2001. Susunan dan Macam Ekosistem. Djambatan. Jakarta
Sutrisno dan Suciastuti. 2004. Studi Ekologi Perairan. Kanisius. Jakarta
Suwondo, Elya Febrita, Dessy dan Mahmud Alpusari.2004. Kualitas Biologi Perairan Sungai Senapelan, Sago dan Sail di Kota Pekanbaru berdasarkan Bioindikator Plankton dan Bentos. Jurnal Biogenesis Vol. 1(1):15-20.2004. http://biologi-fkip.unri.ac.id/karya_tulis/ suwondo.pdf. Diakses tanggal 1 Desember 2010 pukul 20.00 WIB.

syafitrianto,I.2009. ekosistem Kolam. http://pustaka.Ut.ac.id/pustaka/online.php?. Diakses tanggal 11 Desember 2010 pukul 20.47 Wib
wikipedia. 2010. Ekologi.http://id.wikipedia.org/wiki/ekologi. Diakses tanggal 01 Desember pukul 21.22 Wib
Wikub3atbl4ck.blogspot.2010. pada interaksi organisme.http://wikub3atbl4ck.blogspot.com/2010/03/. Diakses tanggal 01 Desember 2010 pukul 21.32 Wib



















LAMPIRAN

Gambar Kegiatan Praktikum

Gambar Inlet Gambar outlet



• Sungai Deras







Sungai deras Sungai Tenang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar