Jumat, 17 Desember 2010

Limnologi

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Limnologi merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang sifat dan struktur dari perairan daratan yang meliputi mata air, sungai, danau, kolam dan rawa-rawa; baik yang berupa air tawar maupun air payau. Selain itu, dikenal oseanologi yang mempelajari tentang ekosistem laut. Limnologi dan oskonologi yang mempelajari tentang ekosistem laut. Limnologi dan oksenologi merupakan cabang ilmu ekologi yang khusus mempelajari tentang sistem perairan yang terdapat dipermukaan bumi (Barus, 2001).
Kualitas air yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup zat, energi, atau komponen lain di dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter, yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan terlarut, dan sebagainya) dan parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri dan sebaainya (Effendi, 2003).

(1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari praktikum limnologi adalah untuk mengetahui dan mengerti tentang jenis-jenis parameter kualitas air suatu perairan.
Tujuan dari praktikum limnologi adalah untuk mengenal komponen dari sistem-sistem perairan, dan untuk dapat mengerti tentang fungsinya dalam dinamika seprosedur keseluruhan.

1.3 Waktu dan Tempat
Praktikum limnologi dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 27 November 2010, pukul 06.00 – 13.00 WIB di Waduk Karangkates, Kabupaten Malang. Dan pada hari Selasa tanggal 30 November 2010 pukul 10.00 WIB – 14.00 WIB di laboratorium reproduksi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya, Malang.

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Limnologi
Limnologi merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang sifat dan struktur perairan daratan yang meliputi mata air, sungai, danau, kolam dan rawa-rawa, baik yang berupa air tawar maupun air payau. Selain itu, dikenal oseanologi yang mempelajari tentang ekosistem laut. Limnologi dan oseanologi merupakan cabang ilmu ekologi yang khusus mempelajari tentang sistem perairan yang terdapat di permukaan bumi (Barus, 2001).
Limnologi dari bahasa Inggris. Limnology dari bahasa Yunani = lymne “danau” dan logos “pengetahuan” merupakan pedalaman bagi biologi perairan darat terutama perairan tawar. Lingkup kajiannya kadang-kadang mencakup juga perairan payau (estuary). Limnologi merupakan bagian menyeluruh mengenai kehidupan di perairan darat, sehingga di golongkan sehingga bagian dari ekologi. Dalam bidang perikanan, limnologi dipelajari sebagai dasar bagi budiaya perairan (akulture) darat (Luarhadson, 2010).

2.2 Parameter Fisika
2.2.1 Suhu
a. Pengertian
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyerapan organisme. Proses kehidupan vital yang sering disebut proses metabolisme hanya berfungsi dalam kisaran suhu yang relatif sempit biasanya 0°C – 40°C (Nybakken 1992 dalam Sembiring, 2008).

Menurut Hardjojo dan Djokosetianto (2005) dalam irawan (2009), suhu air normal adalah suhu air yang memungkinkan makhluk hidup dapat melakukan metabolisme dan berkembang biak. Suhu merupakan faktor fisik yang sangat penting di air.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Pola temperatur ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya, ketinggian geografis dan juga oleh faktor kanopi (penutup oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi (Brehm & Meifering, 1990 dalam Barus, 2001). Disamping itu pola temperatur perairan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor anthropogen (faktor yang diakibatkan oleh aktifitas manusia) seperti limbah panas yang berasal dari pendinginan pabrik, pengetahuan DAS yang menyebabkan hilangnya perlindungan sehingga badan air terkena cahaya matahari secara langsung. Hal ini terutama akan menyebabkan peningkatan temperatur suatu sistem perairan (Barus, 2001).
Faktor-faktor mempengaruhi distribusi suhu dan salinitas di perairan ini adalah penyerapan panas chear fluy, curah hujan (resi protein) aliran sungai (flux) dan pula sirkulasi arus (Hadiksumah, 2008).

2.2.2 Kecepatan Arus
a. Pengertian
Menurut Barus (2001), arus air adalh faktor yang mempunyai peranan yang sangat penting baik pada perairan lotik maupu pada perairan lentik. Hal ini berhubungan dengan penyebaran organisme, gas-gas terkait dan mineral yang terdapat dalam air. Kecepatan aliran air akan bervariasi secara vertikal. Arus air pada perairan lotik, umumnya bersifat tuberlen, yaitu arus air bererak ke segala arah sehingga air akan terdistribusi ke seluruh bagian dari perairan tersebut.
Menurut Hutabarat dan Stewart (2008), arus merupakan gerakan air yang sangat luas terjadi pada seluruh larutan di dunia. Arus-arus ini mempunyai arti yang sangat penting dalam menentukan arah pelayanan bagi kapal-kapal.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Menurut Barus (2001), pada ekosistem lentic arus dipengaruhi oleh kekuatan angin, semakin kuat tiupan angin akan menyebabkan arus semakin kuat dan semakin dalam mempengaruhi lapisan air, pada perairan lotic umumnya kecepatan arus berkisar antara 3 m/detik. Meskipun demikian sangat sulit untuk membuat suatu batasan mengenai kecepatan arus, karena arus di suatu ekosistem air sangat berfluktuasi dari waktu ke waktu tergantung dari flukutasi debit dan aliran air dan kondisi substrat yang ada.
Kecepatan arus sungai dipengaruhi oleh kemiringan, kesuburan, kadar sungai, kedalaman dan keleburan sungai, sehingga kecepatan arus di sepanjang aliran sungai dapat berbeda-beda yang selanjutnya akan mempengaruhi substrat sungai (Odim, 1993 dalam suliati, 2006).

2.2.3 Kecerahan
a. Pengertian
Kecerahan adalah sebagian cahaya yang diteruskan dalam air dan dinyatakan dengan persen (%), dari beberapa panjang gelombang di daerah spektrum yang terlihat cahaya yang melalui lapisan sekitar satu meter, jatuh agak lurus pada permukaan air (Kordi dan Tancung, 2007).
Kecerahan air berkisar antara 40-85 cm, tidak melanjutkan perbedaan yang besar. Kecerahan air pada musim kemarau (Juli – September 2000) adalah 40-85 cm, dan pada musim hujan (November dan Desember 2000) antara 60-80 cm. Kecerahan air di bawah 100 cm, tergolong tingkat kecerahan rendah (Alimi dan Subroto, 2002).

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Menurut Effendi (2003), kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara visual dnegan menggunakan secchidisk. Kekeruhan pada perairan yang tergenang (lentik), misalnya danau, lebih banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi yang berupa koloid dan partikel-partikel halus sedangkan kekeruhan pada sungai yang sedang banjir lebih banyak disebabkan oleh bahan-bahan tersuspensi yang berukuran lebih besar yang berupa lapisan permukaan tanah yang terletak oleh aliran air pada saat hujan.
Kejernihan sangat ditentukan oleh partikel-partikel terlarut dan lumpur. Semakin banyak partikel atau bahan organik terlarut maka kekeruhan akan meningkat. Kekeruhan atau konsentrasi bahan tersuspensi dalam perairan akan menurunkan efisiensi makan dari organisme (Sembiring, 2008).

2.2.4 Kedalaman Perairan
a. Pengertian
Kedalaman air merupakan parameter yang penting dalam memecahkan masalah tertentu berbagai pesisir seperti erosi, pertambakan, stabilitas garis pantai, pelabuhan dan konsekuensi pelabuhan dan konsekuensi pelabuhan, evaluasi penyimpanan pasang surut, pengerukan, pemeliharaan dan lain-lain. Ivte navigasi (Pourawala, et al, 2010).
Batimeteri (dari bahasa Yunani, berarti kedalaman, dan ukuran) adalah ilmu yang mempelajari kedalaman di bawah air dan studi tentang tiga dimensi lantai samudra atau danau sebuah peta batimetri umumnya menampilkan reliet lantai atau dataran dengan garis-garis kontur (counter line) yang disebut kountur kedalaman (dept countours atau sobath Avidianto 2010).

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Menurut Ariana (2002), basimeteri adalah ukuran tinggi rendahnya dasar laut. Perubahan kondisi hidrografi di wilayah perairan laut dan pantai disamping disebabkan oleh fenomena perubahan penggunaan lahan di wilayah sungai. Terbawanya berbagai material partikel dan kandungan oleh aliran sungai semakin mempercepat proses pendangkalan di perairan.
Kedalaman perairan sangat berpengaruh terhadap kualitas air pada lokasi yang dangkal akan lebih mudah terjadi pengadukan dasar akibat dari pengaruh gelombang yang pada akhirnya kedalaman perairan lebih dari 3 m dari dasar jaring (Setiawan, 2010).

2.2.5 Warna Perairan
a. Pengertian
Menurut Marindro (2008), kriteria warna air tambak yang dapat di jadikan acuan standart dalam pengelolaan kualitas air adalah seperti di bawah ini :
1. warna air tambak hijau tua yang berarti menunjukkan adanya dominasi chlorophyceae dengan sifat lebih stabil terhadap perubahan lingkungan dan cuaca karena mempunyai waktu mortalitas yang relatif panjang.
2. warna air tambak kecoklatan yang berarti menunjukkan adanya dominasi diatome.
3. warna air tambak hijau kecoklatan yang berarti menunjukkan dominasi yang terjadi merupakan perpaduan antara chlorophyceae.
Warna air merupakan salah satu unsur dari parameter fisika terhadap gelombang cahaya sejumlah material yang berada dalam air yang tertangkap oleh material-material dalam air dapat berupa jumlah zat tersuspensi (TDS) (Pamuji dan Anthonius, 2010).

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Warna perairan pada umumnya disebabkan oleh partikel koloid bermuatan negatif, sehingga penghilangan warna di perairan dapat dilakukan dengan penambahan koagulan yang bermuatan positif. Misalnya aluminium dan besi (Sawyer dan Melarty, 1978). Warna perairan juga dapat disebabkan oleh peledakan (blooming) Fitoplankton (algae) (Effend, 2003).
Warna air pada kolom dan tambak, baik sistem tradisional semi intensif maupun intensif bermacam- macam. Adanya warna air tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain hadirnya beberapa jenis plankton, baik fitoplankton maupun zooplanktory larutan tersuspensi. Dekompensasi bahan organik, mineral ataupun bahan-bahan lain yang terlarut dalam air (Kordi, 2009).

2.2.6 Substrat
a. Pengertian
Menurut Hamid (2010), bahan tak hidup yaitu komponen fisik dan kimia yang terdiri dari tanah, air, udara, sinar matahari. Bahan lalu hidup merupakan medium atau substrat tempat berlangsungnya kehidupan atau lingkungan tepat hidup.
Menurut Odum 1971 dalam Sahri et al 2000, substrat dasar yang berupa bantuan merupakan habitat yang paling baik dibandingkan substat pasir dan kerikil. Substrat pasir dan kerikil mudah sekali terbawa oleh arus air, sedangkan substrat batuan tidak mudah terbawa oleh air.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Kandungan bahan organik menggambarkan tipe substrat dan kandungan bahan nutrisi di perairan. Tipe substrat berbeda-beda sepreti pasir, lumpur dan tanah liat (Sembiring, 2008).
Menurut Suciati (2006), kecepatan arus sungai dipengaruhi oleh kemiringan, kekasaran kadar sungai, kedalaman, dan kelebaran sungai, sehingga kecepatan arus di sepanjang aliran sungai dapat berbeda-beda selanjutnya akan mempengaruhi jenis substrat dasar sungai.

2.3 Parameter Kimia
2.3.1 pH
a. Pengertian
Menurut Kordi dan tanjung (2007), derajat keasaman lebih dikenal dengan istilah pH. pH (singkatan dari puissane negatif de H), yaitu logaritma dari kepekaan ion-ion H (hidrogen) yang terlepas dalam satu cairan. Derajat keasaman atau pH air menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hidrogen (dalam nol per liter) pada suhu tertentu atau dapat ditulis.
pH = -log (H+) (Kordi dan Tancung, 2007).
Suatu ukuran yang menunjukkan apakah air bersifat asam atau dasar dikenal sebagai pH. lelah tepatnya, pH menunjukkan konsentrasi ion hidrogen dalam air dan didefinisikan sebagai logaritma negatif dari konsentrasi ion hidrogen molar (-log (H+). Air dianggap asam bila pH dibawah 7 dan dasar ketika pH di atas 7. Sebagai besar nilai pH ditemui jatuh antara O sampai 17. pH yang baik adalah budidaya adalah 6,5-90 (Wurts, 1992).
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Peningkatan keasaman air (pH rendah) umumnya disebabkan limbah yang mengandung asam-asam mineral bebas dan asam karbonat. Keasaman tinggi (pH rendah) juga dapat disebabkan adanya FeS2 dalam air akan membentuk H2SO4¬ dan ion Fe2y (larut dalam air) (Manik, 2003).
Perairan laut maupun pesisir memiliki pH relatif stabil dan berada dalam kisaran yang sempat. Biasanya berkisar antara 7,7-8,4. pH mempengaruhi oleh kapasitas penyangga (buffer) yaitu adanya garam-garam karbonat dan bikarbonat yang dikandungnya (Boyd, 1982, Nybakken 1992 dalam Irawan et. al, 2009).

2.3.2 DO
a. Pengertian
Oksigen terlarut (Dissolved oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Di samping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi dan anorganik dalam proses aerobik (Salmin, 2005).
Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam ekosistem akuatik, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme (Juin, 2002 dalam sembiring, 2008).




b. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung dari beberapa faktor, sepreti kekeruhan air, suhu, slainitas, pergerakan massa air dan udara, seprti arus, gelombang dan pasang surut (Salmin, 2005).
Oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosintesis tumbuhan air dan proses fotosintesis tumbuhan air dan dari udara yang masuk ke dalam air. Konsentrasi DO dalam air tergantung pada suhu dan tekanan udara. Pada suhu 20° C tekanan udara satu atmosfer konsentrasi DO dalam keadaan jenuh 9,2 ppm dan pada suhu 50° C (tekanan udara sama) konsentrasi DO adalah 5,6 ppm (Manik, 2000).

2.3.3. CO2
a. Pengertian
Menurut Kordi dan Tancung (2007), karbondioksida (CO2) atau disebut asam arang sangat mudah larut dalam suatu larutan. Pada umumnya perairan alami mengandung karbondioksida sebesar 2 mg/L. karbondioksida (CO2) merupakan gas yang dibutuhkan oleh tumbuh-tumbuhan air renik maupun tingkat tinggi untuk melakukan fotosintesis.
Atmosfir kami mengandung karbondioksida dengan persentase yang relatif kecil, yakni sekitar 0,033%. Akan tetapi, dari tahun ke tahun, kadar karbondioksida memperlihatkan kecenderungan peningkatan, sebagai hasil dari penggundulan hutan dan pembakaran bahan bakar fosil, misalnya minyak bumi dan batu bara. Sekitar setengah dari karbondioksida yang merupakan hasil pembakaran ini berada di atmosfir dan setengahnya lagi tersimpan di laut akan digunakan dalam proses fotosintesis oleh diatom dan algae laut lain. Small (1972) dalam Cole (1988) mengemukakan bahwa 88% hasil fotosintesis di bumi ini merupakan sumbangan dari algae di lautan (Effendi, 2003).
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Adanya arus dan angin diduga menyebabkan bergeraknya massa CO2 terlarut ini. Selain faktor cuaca seperti kecepatan angin, arah angin dan curah hujan, salinitas dan pH juga mempengaruhi konsentrasi karbondioksida terlarut (CO2 terlarut Bakker et al 1996 dalam Suratno dan Bayu, 2010).
Menurut Affandi (2009), karbondioksida yang terdapat di perairan berasal dari berbagai sumber, yaitu sebagai berikut :
1. Difusi dan atmosfer
2. Air hujan
3. Air yang melewati tanah organik
4. Respirasi tumbuhan, hewan dan bakteri aerob.

2.3.4 Alkalinitas
a. Pengertian
Alkalinitas atau yang lebih dikenal total alkalinitas adalah konsentrasi total dari unsur basa-basa yang terkandung dalam air dan biasa dinyatakan dalam mg/L atau setara dengan kalsium karbonat (CaCo3). Dalam air, basa-basa yang terkandung biasanya dalam bentuk ion karbonat dan bikarbonat (Kordi dan Tancung, 2007).
Alkalinitas adalah jumlah asam (ion hidrogen) air yang dapat menyerap (buffer) sebelum mencapai pH yang diinginkan. Total alkalinitas diungkapkan sebagai miligram per liter atau bagian per juta kalsium karbonat (mg/L atau ppm CaCO3. Alkalinitas total 20 mg/l atau lebih banyak diperlukan untuk tambak yang bereproduksi tinggi.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Menurut Kordi (2009), konsentrasi total alkalinitas sangat erat hubungannya dengan konsentrasi total kesadahan air. Di lahan, umumnya tota alkalinitas mempunyai konsentrasi yang sama dengan total kesadahan air. Hal ini disebabkan kesadahan atau yang disebut juga dengan konsentrasi ion-ion logam bervalensi 2, seperti Ca2+ dan Mg2x dipasak dalam jumlah yang sama dari lapisan tanah dengan HCO¬3 dan CO32 yang merupakan unsur pembentuk total alkalinitas.
Di lautan, alkalinitas total akan berubah karena adanya konsentrasi I on Na+ dan ion Ci- dan lainnya (Eris et al. 2003). Selain itu yang dapat mempengaruhi perubahan alkalinitas total adalah adanya proses biogeokimia seperti pengendapan kalsium karbonat atau adanya produksi partikel senyawa organik oleh mikroalga (Wolf. Gladrow et al, 2007 dalam Suratno dan Bayu, 2010).

2.3.5 TOM
a. Pengertian
Menurut Effendi (2003), kalian permanganat (KmnOu) telah lama dipakai sebagai oksidator pada penentuan konsumsi oksigen untuk mengoksidasi bahan organik, yang dikenal sebagai parameter nilai permanganat atau sering disebut sebagai kandungan bahan organik total atau TOM (Total Organik Matter). Akan tetapi, tergantung pada senyawa-senyawa yang terkandung dalam air.
Menurut Mulia (2002), bahan organik dibagi atas dua bagian, yaitu :
- Bahan organik terlarut yang berukuran < 0,5 m.
- Bahan organik yang tidak terlarut yang berukuran > 0,5 m.
Bahan organik terlarut (BOT) atau total organik Mattler (TOM) menggambarkan kandungan bahan organik, total suatu perairan yang terdiri dari bahan organik terlarut, tersuspensi (Particulate) dan koloid (Syafiuddin, 2004).
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Menurut Koesbiono (1985) dalam Syaifuddin (2004) terdapat empat macam sumber penghasil bahan organik pelarut dalam air laut yaitu (1) berasal dari daratan (2) proses pembusukan organisme yang telah mati (3) perubahan metabolik-metabolik ekstraseluler oleh algae, terutama fitoplankton dan (4) ekskresi zooplankton dan hewan-hewan lainnya.
Hampir seluruh organik karbon terlarut dalam air laut berasal dari karbondioksida yang dihasilkan oleh fitoplankton. Konsentrasinya tergantung pada keseimbangan antara rata-rata organik karbnon, rata-rata organik, karbon terlarut yang dibentuk oleh hasil pembusukan, ekskresi dan rata-rata hasil penguraian atas pemanfaatannya (Mulia, 2003).

2.3.6 Orthopospat
a. Pengertian
Orthofospat merupakan bentuk yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuh akuatik. Sedangkan poliposfat harus mengalami hidroisis membentuk orthofosfat terlebih dahulu sebelum dapat dimanfaatkan sebagai sumber fosfor. Setelah masuk ke dalam tumbuhan, misalnya fitoplankton, fosfat organik mengalami perubahan menjadi orgarofosfat (Effendi, 2003).
Ortofosfat merupakan nutrisi yang paling penting dalam menentukan produktivitas perairan. Keberadaan fosfat di perairan dengan segera dapat diserap oleh bakteri, phytoplankton dan makrofita (Sembiring, 2008).
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Ketersediaan unsur untuk tanaman sangat ditentukan oleh pH tanah. Pada tanah masam P diikat oleh Al dengan Fe sehingga tidak dapat digunakan tanaman. Pemberian P pada tanaman sebaliknya tidak disebar, tetapi diberikan dalam tarikan agar kontrak denan Al dengan Fe dapat ditekan (Manik, 2009).
Menurut Fansuri (2009), distribusi bentuk yang beragam dari fosfat di air laut dipengaruhi oleh proses biologi dan fisik. Di permukaan air, fosfat diangkut oleh fitoplankton sejak proses fotosintesis. Konsentrasi fosfat di atas 0,3 mm akan menyebabkan kecepatan pertumbuhan pada banyak spesies fitoplankton.

2.3.7 Nitrat Nitrogen
a. Pengertian
Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses yang penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung aerob (Effendi, 2003).
Nitrat adalah salah satu jenis senyawa kimia yang sering ditemukan di alam, seperti dalam tanaman dan air. Senyawa ini terdapat dalam tiga bentuk, yaitu ion nitrat (ion NO3). Ketiga bentuk senyawa nitrat ini menyebabkan efek yang sama terhadap senyawa nitrat ini menyebabkan efek yang sama terhadap ternak meskipun pada konsentrasi yang berbeda (Stohenow dan Lardy, 1998; Cassel dan Barao 2000 dalam Yuningsih, 2007).
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Dalam kondisi dimana konsentrasi oksigen terlarut sangat rendah dapat terjadi proses kebalikan dari nitrifikasi yaitu proses denitrifikasi dimana nitrat melalui nitrit akan menghantarkan nitrogen bebas yang akhirnya akan lemas ke udara atau dapat juga kembali membentuk amonium/amniak melalui proses amnonifikasi nitrat (Barus, 2001).
Di perairan alami, nitrat (NO2) biasanya ditemukan dalam jumlah sangat sedikit, lebih sedikit dari pada nitrat, karena bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen (Effendi, 2003).

2.3.8 BOD
a. Pengertian
Menurut Effendi (2003), segera tidak langsung BOD merupakan gambar kadar garam organik, yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air (Davis dan Cornwell, 1991). Dengan kata lain, BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh proses respirasi mikroba aerob yang terdapat dalam botol BOD yang diinkubasi pada suhu sekitar 20° C selama lima hari, dalam keadaan tanpa cahaya.
BOD atau Biochemical Oksigen Demand adlaah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik (Umaly dan Luvin 1988, Met calt & Eddy 1991 dalam Hariyadi, 2004).
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Selama pemeriksaan BOD, contoh yang diperiksa harus bebas dari udara luar mencegah kontaminasi dari oksigen yang ada di udara bebas. Konsentrasi air buangan/sampel tersebut yang harus berada pada suatu tingkat pencemaran tertentu, hal ini untuk menjaga supaya oksigen terlarut selalu ada selama pemeriksaan. Hal ii penting diperhatikan meningkat kelarutan oksigen dalam air terbatas dan hanya berkisar = 9 ppm pada suhu 20° C (Salmin, 2005).
Faktor-faktor yang mempengaruhi BOD adalah jumlah senyawa organik yang diuraikan, tersedianya mikroorganisme aerob dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian tersebut (Barus, 1990 dalam Sembiring, 2008).

2.4 Proses Nitrifikasi
(Gambar 1.) Menurut Yuningsih (2007), proses nitrifiksi sebagai berikut :










Amonium dan amoniak yang merupakan produk penguraian protein yang sudah dibahas sebelumnya masuk ke dalam badan sungai akan semakin berkurang bila semakin jauh dari titik pembuangan yang disebabkan adanya aktivitas mikroorganisme di dalam air. Mikroorganisme tersebut akan mengoksidasi amonium menjadi nitrit dan akhirnya menjadi nitrat. Penguraian ini dikenal sebagai proses nitrifikasi (Borneff, 1982, Schwoerbel 1987 & 1994), Hufler 1990 dalam Barus, 2001).

2.5 Pembagian Makanan Menurut Tingkat Kesuburan
Pengertian trofitrofikasi mengacu kepada kandungan zat hara yang didapat dalam suatu ekosistem danau dengan nilai produktivitas suatu danau yang bersifat digotropik (miskin zat hara) akan mempunyai nilai produktivitas rendah. Peningkatan akumulasi zat biota dalam danau dapat mengubah kondisi oligotropik menjadi kondisi eutropik dan itu juga berarti terjadi peningkatan produktivitas (Barus, 2001).
Menurut Effendi (2003), berdasarkan tingkat kesuburan (tropic status perairan tergenang, khususnya danau, dapat diklasifikasikan menjadi lima sebagai berikut :
a. Oligotropik (miskin unsur hara dan produktivitasnya rendah) yaitu perairan dengan produktivitas primer dan biomasa yang rendah.
b. Mesotropik (unsur hara dan produktivitasnya sedang) yaitu perairan dengan produktivitas primer dan biasanya sedang.
c. Eutropik (kaya unsur hara dan produktivitas tinggi) yaitu perairan dengan kadar unsur hara dan tingkat produktivitas primer tinggi.
d. Hyper eutrofik yaitu perairan dengan kadar unsur hara dan produktivitas yang primer sangat tinggi
e. Distofik, yaitu jenis perairan yang banyak mengandung bahan organik (misalnya asam humus dan puluik).

3 METODE KERJA

3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat dan Fungsi
Alat-alat yang digunakan pada praktikum limnologi adalah
A. Parameter Fisika
1. Suhu
Alat yang digunakan untuk mengukur suhu perairan antara lain :
- Termometer Hg: Sebagai pengukur suhu satu perairan dengan satuan O°C
2. Kecepatan Arus
Alat untuk mengukur kecepatan arus perairan antara lain :
- 2 botol air mineral 600 mL : sebagai pelampung dan pemberat
- Stopwatch : sebagai alat pengukur waktu lama
kecepatan arus
- Tali rafia : untuk menghubungkan 2 botol kosong.
3. Kecerahan
Alat untuk mengukur kecerahan perairan antara lain
- Secchi disk :Sebagai alat untuk mengukur kecerahan
suatu perairan
- Tongkat skala 2,5 M: untuk mengukur D1 dan D2
4. Kedalaman air
Alat untuk mengukur dalaman air antara lain
- Tongkat skala 2,5 meter : untuk mengukur kedalaman air
5. Warna Perairan
Alat yang digunakan untuk mengukur warna perairan antara lain yaitu :
- Kamera digital : Sebagai alat untuk mengambil gambar warna perairan.
6. Substrat
Alat untuk mengukur warna perairan antara lain :
- Kamera digital : untuk mengambil foto substrat

B. Parameter Kimia
1. pH
Alat untuk mengukur pH antara lain :
- Kotak standart pH : untuk mencocokkan perubahan warna pH paper
2. DO (Oksigen terlarut)
Alat-alat yang digunakan untuk mengukur DO antara lain :
- Botol DO : sebagai tempat air sampel yang akan diukur
kandungan DOnya
- Pipet tetes 1 ml : untuk mengambil larutan dalam jumlah
sedikit
- Buret : sebagai tempat larutan titran dan titrasi
- Statif : sebagai alat penyangga buret
- Corong : untuk merapatkan memasukkan larutan titran ke
dalam buret
- Klem : untuk merapatkan buret pada statif
3. CO2 (karbondioksida)
Alat-alat yang digunakan untuk mengukur karbondioksida
- Erlenmeyer 250 ml : sebagai tepat larutan yang akan dititrasi atau sebagai tempat sampel yang akan diuji
- Pipet tetes 1 ml : untuk mengambil larutan dalam jumlah sedikit
- Gelas ukur 25 ml : untuk mengukur volume air sampel
- Buret : sebagai tempat larutan titran dan untuk titrasi apabila air sampel mengandung CO2
- Statif : sebagai penyangga buret
- Corong : untuk membantu memasukkan larutan titrasi ke dalam buret
- Klem : Untuk merapatkan bullet pada statif
4. Alkalinitas
Alat untuk mengukur alkalinitas antara lain :
• Erlenmeyer 250 ml : sebagai tempat larutan yang akan dititrasi
• Kotak standard pH : untuk mencocokkan perubahan warna piper
- pipet tetes : untuk mengambil larutan dalam jumlah sedikit
- buret : sebagai tempat larutan titran dan titrasi
- statif : sebagai alat penyangga buret
- corong : untuk memasukkan larutan titran pada buret
- kelm : untuk merapatkan statif pada buret
5. TOM (Total Bahan Organik)
- Erlenmeyer 250 ml : sebagai tempat larutan yang akan dititrasi
- Buret : sebagai tempat larutan titran dan titrasi
- Termometer Hg : untuk mengukur suhu larutan dan alkohol
- Statif : sebagai alat penyangga buret
- Pipet tetes : untuk mengambil larutan dalam jumlah sedikit
- Hotplate : alat untuk memasukkan larutan dan aquadest
- Klem : untuk merapatkan buret pada statif
6. Orthopospat
- Beaker glass 100 ml : untuk menampung sementara larutan yang akan digunakan dan untuk mengukur volume larutan.
- Pipet tetes : untuk mengambil larutan dalam jumlah sedikit
- Spektofotometer : untuk mengukur panjang gelombang dan untuk mengukur kandungan suatu larutan
- Gelas ukur ; sebagai alat untuk mengukur volume larutan.
7. Nitrat Nitrogen
- Cuvet : sebagai alat atau tempat air sampel yang akan
diukur panjang gelombangnya pada
spektofotometer
- Hot plate : alat untuk memanaskan larutan
- Spatula : alat untuk mengaduk larutan
- Beaker glass 100 ml : untuk menampung sementara larutan yang
akan digunakan
- Gelas ukur : sebagai alat untuk mengukur volume larutan
- Spektofotometer : alat yang digunakan untuk menghitung panjang
gelombang suatu larutan
- Pipet tetes : untuk mengambil larutan dalam jumlah sedikit
- Washing bottle : sebagai tempat aquadest
8. BOD (Biochemical Oxygen Demand)
- Botol DO : sebagai tempat air sampel yang akan digunakan untuk mengukur BODnya
- Pipet tetes : untuk mengambil larutan dalam jumlah sedikit
- Buret : Sebagai tempat larutan titrasi
- Statif : sebagai alat penyangga buret
- corong : untuk memasukkan larutan titran
- klem : untuk merapatkan statif pada buret


9. Amonia
- Beaker glass 100 ml : untuk menampung sementara larutan yang akan
digunakan
- Pipet tetes : untuk mengambil larutan dalam jumlah sedikit
- Cuvet : sebagai tempat larutan yang akan diukur panjang gelombangnya pada spektofotometer
- Spektofotometer : alat yang digunakan untuk mengukur panjang gelombang suatu larutan
- Kertas saring : untuk menyaring larutan
- Gelas ukur : sebagai alat untuk mengukur volume larutan

10. Turbiditas
- Spektofotometer : alat untuk menghitung panjang gelombang
- Cuvet : sebagai tempat larutan yang akan diukur panjang gelombangnya.

3.1.2 Bahan dan fungsi
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum Limnologi antara lain :
a. Parameter fisika
1. Suhu
- air sampel : sebagai objek pengukuran suhu suatu perairan
2. Kecepatan arus
- air sampel : sebagai objek pengukuran kecepatan arus suatu perairan
3. Kecerahan
Air sampel : sebagai objek pengukuran kecerahan suatu perairan
4. Kedalaman air
- Perairan : sebagai objek pengukuran kedalaman air suatu perairan
5. Warna perairan
- Perairan : sebagai objek yang dilihat warna airnya
6. Substrat
- Dasar perairan tawar : sebagai objek pengukuran substrat perairan
b. Parameter Kimia
1. pH
- air sampel : sebagai objek pengukuran pH perairan
- pH paper : sebagai bahan untuk mengukur pH
2. DO (oksigen terlarut)
- Air sampel : sebagai bahan yang akan diukur DOnya
- Larutan MnSO4 : untuk mengikat O2
- Larutan NaOH+KI : untuk membentuk endapan coklat dan melepas iodida
- Larutan H2SO4 : untuk melarutkan endapan coklat dan sebagai indikator suasana asam
- Amilum : sebagai indikator warna ungu dan suasana basa
- Na-thiosulfat : sebagai larutan titran dan untuk membentuk larutan bening.


3. Karbondioksida (DO2)
- Air sampel : sebagai bahan untuk diukur kadar karbondioksidanya
- Indikator PP : sebagai indikator waktu pink dan untuk suasana bas
- Na2CO3 : sebagai larutan titran dan untuk mengikat O2
4. Karbondioksida (CO2)
- Air sampel : sebagai bahan yang akan diuji alkalinitas
- pH paper : untuk mengukur air sampel
- Indikator PP : sebagai indikator warna ungu/pink dan sebagai suasana basa
- Indikator MO : sebagai indikator warna orange dan pengkondisian suasana asam
- Larutan HCI : sebagai larutan titran dan penyuplai ion H+
5. TOM (Total Bahan Organik)
- air sampel : sebagai bahan yang akan diuji TOM
- larutan KMNO4 : sebagai bahan untuk titran dan sebagai oksidator
- larutan H2SO4 : untuk mempercepat reaksi dan pengkondisian asam
- Na oxalat : sebagai pereduksi
6. Orthopospat
- Larutan omonium : molybdate – asam sulfat : untuk mengikat fosfat
- Larutan SnCI2 : sebagai indikator suasana basa dan indikator warna biru
- Air sampel : sebagai bahan yang diuji orthopospatnya
- Aquadest : sebagai kalibrasi agar alat tidak terkontaminasi dengan larutan sebelumnya dan untuk mengencerkan larutan.
7. Nitrat nitrogen
- Air sampel: sebagai bahan yang akan diuji
- Larutan asam fenol disulfonik : untuk melarutkan kerak
- Aquadest : sebagai bahan kalibrasi agar terkontaminasi dengan larutan sebelumnya dan pengencer larutan
- Larutan NH4OH : sebagai pengkondisian suasana basa
- Tissue : untuk mengelap
8. BOD (Biochemical Oxygen Demand)
- Larutan MnSO4 : untuk mengikat oksigen
- NaOH+KI : membuat endapan coklat dan mengikat iodida
- Amilum : sebagai indikator warna ungu dan sebagai indikator basa
- H2SO4 : sebagai indikator suasa asam dan melarutkan endapan coklat
- Air sampel : sebagai bahan yang akan diuji BODnya
- kertas koran : untuk membungkus botol DO
- Nathiosulfat : sebagai larutan titran dan membentuk larutan bening
- plastik hitam : untuk membungkus botol DO
- Tissue : untuk membersihkan alat


9. Amonia
- Air sampel : sebagai bahan yang akan diukur kadar amoniaknya
- Nestler : untuk mengikat kandungan amonia
- Aquadest : sebagai kalibrasi agar tidak terkontaminasi dengan larutan dan untuk mengencerkan larutan
- Kerta ssaring : untuk menyaring larutan
10.Turbiditas
- Air sampel : sebagai bahan yang diukur turbiditasnya

3.2.2 Skema kerja
1. Suhu






2. Kecepatan arus







3. Kecerahan








4. Kedalaman air





5. Warna perairan





6. Substrat




b. Parameter kimia
1. pH





2. DO (oksigen terlarut)


















3. Karbondioksida









4. Alkalinitas















5. TOM (Total Bahan Organik)












6. Orthofosfat












7. Nitrat nitrogen

8. BOD (Biochemical Oxygen Demand)

- disiapkan air sampel dalam botol DO gelap dan terang
- diukur O2 terlarut pada botol terang pengambilan sampel
- dicatat sebagai DO 1
- diukur O2 terlarut pada botol gelap yang telah diinkubasi selama 7 hari
- dicatat sebagai DO 2
- dihitung BOD dengan rumus :
BOD = ( DO 1-DO2 )


9.Amonia

- diukur air sampel sebanyak 25 ml
- dimasukkan dalam beaker glass
- diendapkan ( ditunggu sampai mengendap )
- diambil larutan bening
- diukur panjang gelombang

- Ditekan power
- Ditunggu hingga “method”
- Ditekan panjang gelombang dan disesuaikan dengan bahan
- Dienter
- Dimasukkan aquadest 10 ml
- Ditekan zero sampai 0,0
- Diisi dengan larutan amonia
- Dienter









10. Turbiditas

- Dihitung panjang gelombang dengan spektofotometer


- Dihitung spektofotometer
- Ditekan power
- Ditunggu hingga “method”
- Ditentukan apa yang akan dicari
- Ditekan angka yang diketahui
- Diambil cuvet dari spektofotometer
- Dikalibrasi dengan aquadest
- Itekan “zero”
- Dibuang aquadest
- Dituang larutan sampel
- Ditekan enter
- Ditunggu beberapa saat















2.2.3 Analisa Prosedur
2.2.3.1 Parameter Fisika
a. Suhu
Dalam pengamatan suhu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah disiapkan alat dan bahan. Lalu disiapkan termometer Hg yang berfungsi untuk mengetahui suhu perairan. Pertama-tama posisikan tubuh membelakangi cahaya matahari agar tidak mempengaruhi suhu pada termometer, lalu termometer dimasukkan dalam perairan dan ditunggu 2 – 3 menit. Setelah itu dilihat skalanya di dalam perairan dan dicatat hasilnya.
b. Kecepatan arus
Dalam pengamatan kecepatan, langkah pertama adalah disiapkan alat dan bahan. Selanjutnya botol aqua diikat dengan tali rafia dengan jarak 30 cm antar botol aqua yang lainnya. lalu dihubungkan dengan tali rafia lain yang panjangnya 2 m. langkah selanjutnya salah satu botol aqua diisi dengan air lokal untuk menyamakan berat jenisnya. Setelah itu botol agua yang sudah diisi air dimasukkan dalam perairan dengan dihitung waktunya mulai awal botol aqua dimasukkan sampai tali rafinya meregang dan dihitung waktunya sebagai t. selanjutnya dihitung kecepatan arusnya dengan digunakan rumus v = dengan
V = Kecepatan
S = panjang tali
T = waktu
Kemudian dicatat hasilnya.

c. Kecerahan
Dalam pengamatan kecerahan, langkah pertama yang harus dilakukan adalah disiapkan alat dan bahan. Selannytnya, sechi disk dimasukkan ke dalam perairan hingga tidak terlihat pertama kali dan nilainya dicatat sebagai D1, lalu secchi disk diturunkan hingga tampak sama sekali. Setelah itu dinaikkan secchi disk sampai terlihat pertama kali dan ditandai sebagai d2. selanjutnya dihitung masing-masing yang sudah ditandai dengan menggunakan penggaris kemudian dihitung nilai kecerahan dengan rumus ; D lalu dicatat hasilnya.
d. Kedalaman air
Dalam pengamatan kedalaman air, langkah pertama yang dilakukan yaitu dimasukkan tongkat skala sepanjang 2 – 2 meter ke dalam perairan sampai menyentuh dasar, lalu dilihat batas air permukaan dari dasar perairan pada tongkat skala kemudian dicatat nilai yang didapat.

e. Warna air
Dalam pengamatan warna air, langkah-langkah yang dilakukan yaitu diamati warna perairan secara seksama. Kemudian dicatat jenis plankton yang tumbuh diperairan tersebut berdasarkan warna perairan yang diamati.





2.2.3.2 Parameter kimia
a. pH
Langkah pertama yang dilakukan dalam pengamatan pH yaitu dimasukkan ke dalam air kemudian ditunggu selama ± 10 menit, setelah itu diangkat dan dikibas-kibas sampai setengah kering agar airnya terserap ke dalam pH paper selanjutnya dibandingkan dengan letak pH standar. Dan dicatat hasilnya.
b. DO
Dalam pengamatan DO, langkah awal yang dilakukan yaitu diukur volume botol DO, dan dicatat volumenya. Kemudian botol DO dimasukkan ke dalam perairan dengan sudut 45° sampai tidak ada gelombang, karena gelombang udara menandakan adanya O2 masuk dari udara sehingga dapat mempengaruhi nilai DO, selanjutnya ditutup botol DO di dalam air.
Lalu dari sampel di dalam botol DO ditambahkan 2 mL MnSO4 yang berfungsi mengikat oksigen dan 2 mL NaoH + KI untuk membuat endapan coklat dan melepas I2. dibolak-balik botol DO agar merata. Didiamkan ± 30 menit untuk menunggu terjadi endapan coklat pada dasar botol DO. Setelah terjadi endapan coklat, dibuang bagina air yang bening karena bagian air yang bening tidak mengandung oksigen.
Selanjutnya endapan coklat ditambahkan 2 mL H2SO4¬ yang berfungsi untuk mengondisan asa dan melarutkan endapan coklat, serta dikocok agar endapan coklat larut. Lalu ditambah 3-4 tetes amilum yang berfungsi sebagai indikato0r warna ungu dan pengondisian basa serta dihomogenkan. Setelah itu dihiasai dengan Na thiosulfat hingga bening pertama kali dan dihitung dengan rumus DO (mg/2) =
Dimana V titran yaitu banyaknya Na. thiosufat yang digunakan N titran adalah normalitas larutan titran (0.025 N), V botol DO sebagai volume botol DO yang digunakan 4 diasumsikan banyaknya sampai air yang tumpah. 8 adalah Mr dan H2O. dan 1000 adalah konvensi dari Ml ke liter, dicatat hasil yang didapat.
c. CO2
Hal pertama yang dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan lalu diambil air sampai sebanyak 25 mL dan dimasukkan dalam Erlenmayor 250 mL dan ditambahkan 1 – 2 tetes indikator PP yang bertujuan sebagai indikator warna pink dan membentuk warna pink serta dihomogenkan dan jika air berubah warna pink maka air tersebut tidak terdapat CO2. jika sudah ditambahkan indikator PP, air tidak berubayh pink maka ditritrasi dengan Na CO3 ¬ sebanyak 0.0454 N sampai berubah warna pink dan dihitung kadar CO2 dengan rumus CO2 =
Dimana Vtitran adalah banyaknya Na CO2 yang digunakan N titran adalah normalitas larutan titran (0.054 N) 22 adalah Mr dari CO2. 1000 adalah konveksi dari Ml ke liter, Ml sampel adalah banyaknya air sampel yang digunakan dan dicatat hasilnya.


d. Alkalinitas
Langkah pertama yang dilakukan yaitu diukur air sampel 50 ml dengan gelas ukur, kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer ukuran 250 ml dan diukur pH larutan dengan pH paper. ;lalu dimasukkan indikator 2 tetes sampai berubah warna jika pH < 8.3 lalu ditambah indictor 2 – 3 tetes oksigen indikator Mo = 3 tetes jika pH > 8.5 selanjutnya ditunggu hingga berubah warna,. Dicatat volumenya lalu dititrasi dengan Hci 0.02 N sampai berubah warna. dihitung alkanilitias dengan rumus alkanilitas total (mg/s) =

Dan dicatat hasilnya.

e. TOM (Total Bahan Organik)
Air sampel di ukur sebanyak 15 ml dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer ukuran 250 mL. ditambahkan 9.5 mL KMnO4 dari bunet an ditambahkan 10 mL H2¬SO4 (1:4) kemudian dipanaskan pada suhu 70° - 80° (diatas hot plate dan diangkat apabila sudah mencapai suhu 70° - 80° ditambahkan 1 Ml No. oxalate 0.01 N suhu 60° - 70° (lalu dititasi dengan KMN O4 hingga berwarna merah muda V titran disaat sebagai X mL selanjutnya disiapkan 50 mL aquadest dan dilakukan prosedur yang sama dengan air sampel. Dicatat volume KMn O4 yang digunakan sebagai y Ml dihitung dengan rumus TOM (mg/L)

Dicatat hasilnya

f. Orthofasfat
Langkah awal yang dilakukan yaitu dimasukkan ke dalam gelas ukur hingga 50 mL dan dimasukkan ke dalakm Erlenmeyer 250 mL. lalu ditambahkan 5 tetes larutan SnCL2¬ lalu dikocok sampai berubah warna biru 10 – 12 menit sesuai kadar fosfonya kemudian ditambahkan 40 tetes (2 mL) amonium dan dikocok agar merata selanjutnya diukur di spektrofotometer dengan panjang gelombang 50 m diambil awet dan spektrofotometer dan diberi aquades sebanyak 10 mL sebagai pengkalibrasi cara menggnakan spoktrofotometer ditelan tombol power untuk menghidupkan spektrofotometer lalu dimasukkan panjang gelombang yang akan diukur setelah itu di enter selanjutnya dimasukkan cuvet yang berisi aquadest dan ditutup juga ditekan tombol zero agar angka pada layar kembali 0.0 setelah itu dibuang aquadest dan dimasukkan air sampel 10 ml dalam cuvet ditekan enter dan didapat hasilnya.
g. Nitrat nitrogen
Langkah pertama yang dilakukan adalah dituangkan air sampel dalam beaker glass dipanaskan sampai timbul kerak pada dasar beaker glass dengan menggunakan hot plate. Lalu didinginkan dan ditetes 0.2 ml atau 4 tetes asam fenol dissulfonik sebagai indikator warna kuningan melarutkan lemak dan diaduk dengan spatula/ kemudian diencerkan dengan 1 mL aquadest, kemudian ditambahkan NH4OH(1:1) sebagai indikator basa sampai terbentuk warna, kemudian dipindahkan ke dalam tabung nester dan diencerkan dengan aquadest sampai 10 mL kemudian diukur kadar nitrogen dgan menggunakan spectrometer. Cara menggunakan spectrometer adalah ditekan tombol power untuk menghidupkan spectrometer dan ditunggu hingga “method” kemudian di tekan panjang gelombang dan disesuaikan dengan bahan lalu dienter dan dimasukkan aquadest 10 mL sebagai engkelibrasi. Selanjutnya ditekan zero sampai 0.0 pada layar. Lalu diisi dengan larutan nitrat nitrogen selanjutnya dienter dan didapatkan hasilnya.
h. BOD
Dalam praktikum limnologi materi pengukuran BOD, langkah pertama adalah disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan lalu disiapkan air sampel dalam botol DO gelap dan terang. Kemudian diukur O2 terlarut pada botol terang dan dicatat sebagai DO2 dan botol DO gelap yang sudah dinkubasi selama 7 hari dibuka ditambahkan MnSO4 sebanyak 2 mL untuk mengikat O2 dan NaOH + KI untuk melepas I2 dan membentuk endapan coklat. Botol DO dikocok secara perlahan untuk menghomogenkan larutan dan ditunggu ± 30 menit. Lalu dibuang larutan bening karena tidak mengandung O2. selanjutnya endapan l coklat ditambahkan H2 SO4 sebagai pengondisi an asma dan melarutkan endapan coklat sebanyak 2 mL juga ditambahkan amilum sebanyak 3 – 4 tetes sebagai indikator warna ungu. Dan dititrasi dengan larutan Na- thiosulfat sebagai larutan titran. Dan dihitung DO dengan rumus:
DO ( mg/ 2)
Dimana V titran adalah volume titran yang digunakan N titran adalah normalitas nathio sulfat 0.025 N. 1.000 konveksi dan Ml ke liter 8 adalah Mr. H2O V botol DO adalah volume botol DO yang digunakan 4 adalah diasumsikan air sampel yang tumpah setelah di dapat hasil dihitung BOD dengan rumus:
BOD = (DO1 – DO2) dan didapat hasilnya.
i. Amnonia
Dalam praktikum limnologi materi pengukuran amnonia langkah pertama adalah disiapkan alat dan bahan langkah selanjutnya dukur air sampel sebanyak 25 mL dan dimasukkan ke dalam beaker glass, kemudian diendapkan (ditunggu sampai mengendap)kemudian diambil larutan bening dan diukur panjang gelombang dengan spektrofotometer. Cara menggunakan spektrofotometer adalah ditekan power pada spektrofotometer untuk menghidupkan dan ditunggu hingga “method” dan ditekan panjang gelombang dan disesuaikan dengan bahan dan dienter, kemudian dimasukkan aquadest 10 ml dan ditekan zero sampai 0.0 dan diisi dengan larutan amonia dan kemudian dienter maka didapat hasilnya.
j. Turbiditas
Pada pengukuran turbiditas pertama – tama dinyalakan spektofotometer dan ditunggu sampai ada tulisan “METHOD” lalu ditentukan apa yang akan dicari kemudian ditekan angka yng akan diketahui, selanjutnya dikalibrasi cuvet dengan menggunakan aquadest yang bertujuan agar cuvet tidak terkonkontaminasi larutan lain,kemudian aquadest dibuang dan di ganti dengan air sampel yang akan di uji turbiditasnya ,selanjutnya cuvet yang berisi air sampel dimasukkan kedalam spektofotometer ditutup dan ditekan enter kemudian ditunggu beberapa saat dan dicatat hasilnya.



4 PEMBAHASAN
4.1. Data Hasil Praktikum dan Perhitungan.
Panometer Fisika Kelompok
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Suhu
370C 290c 300C 300C 290C 290C 310C 300C 290C 310C
Kecepatan arus
0,024 m/s 0,02 m/s 0,02 m/s 0,025 m/s 0,0085 m/s 0,00278 m/s 0,000625 m/s 0,097 m/s 0,0085 m/s 0,03 m/s
Kecerahan
58 cm 51 cm 41 cm 79,5 cm 129 cm 76,5 cm 82,5 cm 74 cm 42,5 cm 67 cm
Kedalaman air
93 cm 100 cm 80 cm 102 cm 145 cm 148 cm 175 cm 171 cm 133,5 cm 100 cm
Warna perairan
Kehijauan Coklat kehijauan Coklat kehijauan Hijau Hijau Hijau kekuningan Coklat Hijau kekuningan Hijau kecoklatan kehijauan
Substrat Liat bepasir Liat berpasir Paris berbatu Liat berpasir Pasir berlempung Liat berbatu Lumpur Lumpur berbatu Lempung berpasir Lumpura berbatu






Panometer Kimia Kelompok
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
pH
8 8 7 8 7 7,5 8 8 8 8
DO (Mg/l)
9,27 8,69 29,67 16.423 12,586 13,65 13,3 14,308 20,89 10,975
Karbohidrat (CO2)
Tidak ada CO2 bebas Tidak ada CO2 bebas Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
TOM
2,7176 0,5056 1,453 2,53 2,528 2,022 2,528 0,2528 1,45
Orthofosfat
0,021 0,14 0,028 0,002 0,003 0,025 0,002 0,001 0,014 0,001
Nitrat nitrogen
0,01 0,01 0,02 0,02 0,02 0,03 0,01 0,02 0,010 0,01
BOD
4,51 2,1 21,3 3,659 4,68 9,035 7,72 9,43 9,1 3,686
Turbiditas (mg/l) 8 8 9 31 8 4 11 49 7 5
Amonia (mg/l) 0,32 0,26 0,22 51,6 0,11 0,78 0,24 0,015 0,14 0,28

Perhitungan
• Parameter Fisika
a. Kecerahan
Diketahui : D1 = 52
D2 = 64
Ditanya : Kecerahan perairan ?
Jawaban :




b. Kecepatan Arus
Diketahi : Panjang tali (s)= 2 cm
Waktu (t) = 82 detik
Ditanya : Kecepatan Arus?
Jawaban :



• Parameter Kimia
a. DO
Diktahui : V awal = 15,3
V akhir = 1,3
V titrasi = 15,3-1,3 = 14,3
Ditanya : DO?
Jawaban :




b. Alkalinitas
Diketahui : V HCl = 6,4 – 4,4 = 2 ml
V MO =
Ditanya : Alkalinitas?
Jawaban:












c. TOM



d. BOD




















4.2 Analisa Data Tiap Parameter
4.2.1 Parameter Fisika
a) Suhu
Suhu yang didapatkan oleh kelompok 1 adalah sebesar 310C. faktor-faktor yang mempengaruhi suhu antara lain musim, cuaca, waktu, kedalaman perairan dan kegiatan perairan manusia (Nybakken, 1992 dalam Syaifudin, 2004).
Berdasarkan data yang didapatkan bila dibandingkan dengan literatur terdapat hubungan kesesuaian. Karena pada waktu pengukuran suhu dilakukan pada siang hari yang akan menyebabkan suhu perairan menjadi tinggi.
b) Kecepatan Arus
Pada pengukuran kecepatan arus , pada kelompok 1 didapatkan hasil 0,024 m/s. Menurut Hutabarat dan Steward (2008), arus merupakan gerakan air sangat luas terjadi pada seluruh lautan di seluruh dunia. Arus-arus mempengaruhi air yang sangat penting dalam menentukan arah pelayaranbagi kapal-kapal. Berdasarkan data hasil dari kelompok 1 tentang pengukuran kecepatan arus dibandingkan dengan data literature yang didapatkan terdapat kesesuaian.
Kecepatan arus sangat dipengaruhi oleh kemiringan,kesuburan, badan sungai, kedalaman dan kelebaran sungai sehingga kecepatan arus sepanjang aliran sungai dapat berbeda-beda yang selanjutnya akan mempengaruhi jenis subtract sungai (Odum, 1993 dalam Suliati, 2006).
c) Kecerahan
Pada pengukuran kecerahan, didapatkan nilai pada kelompok 1 adalah 58 cm. Menurut Akimi dan Subroto, (2002), kecerahan air berkisar antara 40-85 cm, tidak melanjutkan perbedaan yang besar. Kecerahan air pada misim kemarau (Juli-September, 2000) adalah 40-85 cm dan pada musim hujan (November-Desember, 2000) antara 60-80. Kecerahan air di bawah 100 cm tergolong tingkat kecerahan rendah. Menurut Sembiring (2008), kejernihan sangat ditentukan oleh pertikel terlarut dan lumpur. Semakin banyak atau bahan organic terlarut maka kekeruhan akan meningkat. Kekeruhan atau konsentrasi bahan tersuspensi dalam perairan akan menurunkan efisiensi makan dari organisme.
Berdasarkan data yang diperoleh dari kelompok 1 tentang pungukuran kecerahan jika dibandingkan dengan literature yang didapatkan derdapat kesesuaian yaitu besarnya nilia kecerahan sebesar 58 cm.
d) Kedalaman Air
Pada pengukuran kedalaman air di daerah inlet, didapatkan hasil pada kelompok 1 adalah 93 cm atau 0,93 m. Menurut Hutabarat dan Evans (2000) dalam Syaiuddin (2004), bahwa kedalaman mempunyai hubungan yang erat terhadap stratifikasi suhu vertikal, penetrasi cahaya, densitas dan kandungan oksigen serta zat-zat hara. Menurut Nybakken (1992) dalam Syaiuddin (2004) menambahkan bahwa kedalaman air mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap biota. Hal ini berhubungan dengan tekanan yang diterima biota dalam air, sebab tekanan dalam air bertambah seiring dengan bertambahnya kedalaman.
Berdasarkan data yang didapatkan dari kelompok 1 tentang pengukuran kedalaman air bila dibandingkan dengan literature yang di dapatkan terdapat kesesuaian data.


e) Warna Perairan
Warna perairan yang terlihat di kawasan inlet adalah warna kehijauan. Menurut Marindo (2008), kriteria warna tambak yang terdapat dijadikan sebagai acuan standar dalam pengelolaan kualitas air. Warna perairan tambak kehijauan tua yang berarti menunjukkan adanya dominansi chorophyceae dengan sifat lebih stabil terhadap perubahan lingkungan dan cuaca karena mempunyai waktu mortalitas yang relatif panjang.
Warna perairan pada umumnya disebabkan oleh partikel koloid bermuatan negatif Sehingga penghilangan warna di perairan dapat dilakukan dengan penambahan koagulasi yang bermuatan positif, misalnya alumunium dan besi (Sowyer dan Mclary, 1978).
Berdasarkan data yang diperoleh dari kelompok 1 tentang penetapan warna perairan bila di bandingkan dengan literatur yang telah di dapat, terdapat kesesuaian yaitu warna perairan yang didapatkan adalah kehijauan, diduga warna kehijauan didapatkan oleh kelimpahan fitoplankton.
f) Subtrat
Jenis subtrat yang ditemukan pada kawasan inlet adalah jenis subtrat liat berpasir . Menurut Sembiring (2008), menyatakan bahwa kandungan bahan organic menggambarkan 6 tipe subtrat dan kandungan nutrisi di dalam perairan tipe subtrat berbeda-beda seperti pasir, lumpur, dan tanah liat. Selanjutnya menurut Suciati (2006), menyatakan bahwa kecepatan arus sungai dipengaruhi oleh kemiringan, kekerasan kadar sungai, kedalaman dan kelebaran sungai sehingga kecepatan arus disepanjang aliran sungai dapat berdeda-beda yang selanjutnya akan dipengaruhi oleh subtrat dasar sungai. Berdasarkan data dari pengukuran tentang subtrat pada kelompok 1 bila dibandingkan dengan literatur yang didapatkan terdapat kesesuaian yaitu jenis subtrat liat berpasir.

4.2.2 Parameter Kimia
a) pH
Hasil pengamatan pH pada kelompok 1 adalah sebesar 8, menurut Soulisa (2009) menyatakan bahwa jika pH antara 1 dan 7 ini merupakan kisaran asam dan kisaran alkalin adalah ph 7-14. Air permukaan biasanya berkisar antara 6,0-9,0. Menurut Parkins (1974) dalam Syafiuddin (2004) menyatakan bahwa nilai pH dapat dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesa, suhu, serta buangan industry dan rumah tangga. Berdasarkan data yang didapat tentang pengukuran ph diperairan bila dibandingkan dengan dengan literatur yang didapatkan terdapat kesesuaian yaitu nilai ph berkisar antara 06-9,0.
b) DO (Dissolved Oxygen)
Pada praktikum pengukuran DO di dapatkan hasil sebesar 9,27 mg/l . menurut Warsoyo (1975) dalam Syafiuddin (2004) menyatakan bahwa oksigen terlarut atau Dissolved Oxygen )DO) adalah sebagai parameter hirobiologis dianggap sangat pentingkarena keberadaannya menentukan hidup matinya organism. Kadar oksigen terlarut dalam suatu perairan berbeda-beda sesuai dengan kedalamannya potensi cahaya, tingkat kecerahan, jeniscdan jumlah tumbuhan hijau.
Menurut Soulisa (2009), menyatakan bahwa oksigen terlarut merupakan parameter kualitas air yang sangat umum di gunakan. Kelarutan oksigen atmosfer dalam air tawar atau segar berkisar antara 14,6 mg/l pada temperature 0oC hingga 7,1 mg/l pada temperature 350C pada tekanan atmosfer.
Berdasarkan dari data yang didapatkan tentang pengukuran kandungan DO diperairan bila dibandingkan dengan literatur yang didapatkan terdapat kesesuaian kandungan DO berkisar antara 7,1-14,6 mg/l.
c) Karbon dioksida
Pada praktikum pengukuran kadar karbon dioksida, didapatkan pada kelompok 1 adalah tidak terdapat kandungan karbon dioksida. Adanya arus dan angin di duga menyebabkan bergerakknya massa CO2 telarut ini, selain faktor cuaca seperti kecepatan angin, curah hujan, salinitas dan ph juga dapat mempengaruhi konsentrasi karbondioksida terlarut (CO2 laut) (Bakker.et.al (1996) dalam Sufatho dan Bayu, 2010). Berdasarkan data yang didapatkan tentang pengukuran kandungan karbondioksida bila dibandingkan dengan literatur yang didapatkan tidak sesuai.
d) Alkalinitas
Pada pengukuran alkalinitas pada kelompok 1 didapatkan hasil 42,8 mg/l . Konsentrasi total akan berubah karena adanya konsentrasi ion Na+ dan ion Cl- dan lainnya. (Eris et.al, 2002). Serta yang mempengaruhi alkalinitas total adalah proses geokimia seperti pengendapan kalsium karbonat atau adanya produksi partikel senyawa organic oleh mikro alga. (Wolf. Bladrowe.al, 2002 dalam Sunarto dan Bayu, 2010). Berdasarkan data yang di peroleh dari hasil pengukuran alkalinitas bila dibandingkan dengan literature terdapat kesesuaian.



e) TOM
Pada pengukuran kualitas air TOM yang didapatkan pada kelompok 1 adalah 2,7176 mg/l. menurut Koerbiono (1985) dalam Syafiuddin (2004), menyatakan terdapat empat macam sumber penghasil bahan organic terlarut dalam air yaitu (1) berasal dari daratan (2) proses pembentukan organism yang telah mati (3) perubahan metabolik-metabolik elektro seluler oleh algae terutama fitoplankton dan (4) ekspresi zooplankton dan hewan-hewan lainnya. Berdasarkan data yang diperoleh tentang pengukuran kandungan TOM dibandingkan dengan literatur yang didapatkan, terdapat kesesuaian.
f) Orthoposphat
Pada pengukuran kualitas air tentang pengukuran orthoposphat yang didapatkan oleh kelompok 1 adalah 0,021 mg/l. orthoposphat merupakan bentuk phosphor yang dapat dimanfaankan secara langsung oleh tumbuhan akuatik. Sedangkan polifosfor harus mengalami hidrolisis membentuk orthofosfhat terlebih dahulu sebelum dapat dimanfaatkan sebagai sumber fosfor. Setelah masuk ke dalam tumbuhan, misalnya fitoplankton, fosfat anorganik mengalami perubahan menjadi organofosfat (Effendi, 2003). Berdasarkan dari data hasil pada kelompok 1 dibandingkan dengan literatur terdapat kesesuaian.
g) Nitrat dan Nitrogen
Pada pengukuran nitrat dan nitrogen didapatkan nilai sebesar 21 mg/l. Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrient bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan oleh proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi ammonia menjadi nirit dan nitrat adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung aerob. (Effendi, 2003) berdasarkan data kelompok 1 tentang pengukuran nitrat dan nitrogen dibandingkan dengan literatur yang didapatkan kesesuaian.
h) BOD
Pada pengukuran BOD didapatkan nilai 4,51 mg/l. BOD sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh populasi mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai respon terhadap masuknya bahan organik yang dapat diurai. (Ways, 1996). Berdasarkan data hasil yang diperoleh pada kelompok 1 tentang pengukuran kandungan BOD dibandingkan dengan literatur yang didapatkan terdapat kesesuaian.
Faktor-faktor yang mempengaruhi BOD adalah jumlah senyawa organik yang diuraikan ketersediaannya. Mikroorganisme aerob dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses tersebut. (Barus, 1990, dalam Sembiring 2008).

4.3. Hubungan Antar Parameter Kualitas Air.
4.3.1. Hubungan pH dengan CO2 dan Alkalinitas.
Menurut Modereth et al dalam Effendi ( 2003 ), bahwa pH juga berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas, pada pH < 5 alkalinitas dapat mencapai “ nol “. Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas terlarut yang bersifat asam ( pH rendah ) bersifat korosif.

4.3.2. Hubungan pH dengan senyawa amonia
Menurut Effendi ( 2003 ), berpendapat bahwa senyawa amonium yang dapat berionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki pH rendah. Amonium bersifat tidak toksik, namun pada suasana alkalis ( pH tinggi ) lebih berionisasi dan bersifat toksik.

4.3.3. Hubungan DO dengan suhu dan Salinitas
Hubungan antar kadar oksigen terlarut jenuh dan suhu menggambarkan bahwa semakin tinggi suhu, maka kelarutan oksigen akan semakin berkurang kelarutan oksigen cenderung lebih rendah daripada kadar oksigen di perairan air tawar ( Effendi, 2003 ).

4.3.4. Hubungan Orthophospat dengan Suhu dan pH
Semua poliphospat mengalami hidrolisis membentuk orthophospat perubahan ini tergantung pada suhu yang mendekati titik didih. Perubahan poliphosphat terjadi orthophospat pada air limbah yang mengandung bakteri lebih cepat dibandingkan dengan perubahan yang terjadi pada air bersih ( Effendi, 2003 ).

4.3.5. Hubungan Kecerahan dengan Padatan tersuspensi.
Padatan tersuspensi berkolerasi positif dengan kekeruhan semakin tinggi. Akan tetapi tingginya padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan misalnya air memiliki nilai kepadatan terlalu tinggi, tapi tidak berarti memiliki kekeruhan yang tinggi ( Effendi, 2003 ).

4.3.6. Hubungan nitrat nitrogen dengan DO dan Suhu.
Proses oksidasi tersebut akan menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut semakin berkurang terutama pada musim kemarau. Saat curah hujan sangat sedikit dimana volume aliran air di sungai menjadi rendah. Diiringi dengan tingginya temperatur dan apabila volume limbah tidak berkurang akan menyebabkan laju oksidasi tersebut meningkat tajam. Keadaan ini menyebabkan konsentrasi oksigen menjadi sangat rendah. Sehingga menimbulkan kondisi yang kritis bagi organisme air.( Barus, 2001 ),

4.3.7. Hubungan Amonia dengan pH
Semakin tinggi nilai pH akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dengan amonia. Semakin bergeser kearah amonia berarti kenaikan pH akan meningkatkan konsentrasi amonia yang diketahui bersifat sangat toksik bagi organisme air ( Barus, 2007 ).

4.3.8. Hubungan Karbondioksida dengan pH.
Sebagian kecil karbondioksida yang terdapat di atmosfer larut kedalam uap air membentuk asam karbonat, selanjutnya jatuh menjadi hujan. Air hujan bersifat asam dengan pH 5,6 didalam perairan berbentuk ion H+, sehingga pH perairan menurun ( Effendi, 2003 ).

4.4 Kelayakan kualitas air terhadap budidaya dan Usaha Recovery
Menurut Asmawi (1986), kualitas perairan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap survival dan pertumbuhan makhluk-makhluk yang hidup yang baik tumbuh-tumbuhan renik yang mempu berasimilasi. Agar tumbuh-tumbuhan renik dapat berasimilasi air harus:
• Mempunyai suhu yang optimum untuk mendorong proses hidup
• Menerima cahaya matahari yang cukup
• Mengandung gas karbondioksida yang cukup
• Mengandung mineral-mineral yang cukup
Suhu air yang optimal untuk selera makan ikan adalah 250C-270C perairan yang mengandung 5 mg/l. oksigen pada suhu 20-300C masih dipandang sebagai air yang cukup baik untuk kehidupan ikan kadar amoniak yang baik untuk kehidupan ikan dan organisme perairan lainnya adalah kurang dari 1 ppm.
Menurut Andayadi (2005) pH antara 7-9 sangat memadai bagi kehidupan air tambak. Dalam keadaan normal pH air terletak antara 7-10 karena air laut merupakan buffer yang baik. namun pada keadaan tertentu dimana tanah dasar tambak memiliki potensi kemasaman, pH air tambah dapat turun mencapai 4.
4.5 Aplikasi Limnologi dalam Usaha Budidaya Ikan
Menurut Yudha (2005), suhu yang sesuai untuk kehidupan udang berkisar antara 28-320. jika suhu terlalu tinggi udang akan mengalami kram (kejang). Jika suhu dibawah 200C udang bersifat pasif (diam) dan tidak mau makan. Alkalinitas diperlukan sebagai buffer terhadap pengaruh pengasaman atau pencegahan terjadinya fluktuasi pH yang besar.
Menurut Andayani (2005), hewan jarang mati oleh ammonia pada sistem budidaya. Tetapi yang pasti ammonia adalah faktor penting dalam mengatur kesehatan dan pertumbuhan hewan air dalam sistem kultur semi intensif. Meade (1985) dalam Andayani (2005) menyatakan level amoniak 0,012 mg/ l untuk budidaya ikan.




5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Pada praktikum Limnologi didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
 Limnologi adalah ilmu yang mempelajari air tawar berdasarkan parameter fisika, kimia, dan biologi.
 Parameter fisika yang diukur dan diamati pada praktikum limnologi adalah suhu, kecepatan arus, kecerahan, kedalaman air warna perairan, dan substrat. Sedangkan parameter kimia yang diukur adapah pH, DO, karbondioksida, alkalinitas TOM, orthofosfat, nitrat nitrogen BOD, ammonia dan Turbiditas
 Faktor-Faktor yang mempengaruhi suhu diantaranya adalah intensitas cahaya matahari, pertukatan panas antara air dengan udara dan ketinggian geografis
 Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan arus diantaranya kekuatan angin, kemiringan, kedalaman dan keleburan sungai
 Faktor-Faktor yang mempengaruhi kecerahan diantaranya adalah partikel terlarut, bahan organik terlarut dan warna perairan
 Faktor-faktor yang mempengaruhi kedalaman perairan adalah tinggi rendahnya dasar laut dan pengendapan di bagian dasar
 Faktor-faktor yang mempengaruhi warna perairan adalah partikel koloid dan peledakan (blooming) algae
 Faktor-faktor yang mempengaruhi substrat adalah kandungan bahan organik di dalam perairan, kedalaman dan kelebaran perairan,
 Faktor-faktor yang mempengaruhi pH adalah limbah yang mengandung asam-asam mineral
 Faktor-faktor yang mempengaruhi DO adalah kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara
 Faktor-faktor yang mempengaruhi CO2 adalah arus dan arah angin
 Faktor-faktor yang mempengaruhi TOM adalah berasal dari kandungan CO2 dari fitoplankton
 Faktor-faktor yang mempengaruhi Orthofosfat adalah arah aliran sungai dan pengendapan
 Faktor-faktor yang mempengaruhi nitrat nitrogen adalah maonia yang terkandung dalam air
 Faktor-faktor yang mempengaruhi BOD adalah jumlah senyawa organik yang diuraikan
 Proses nitrifikasi adalah proses perubahan nitrit menjadi nitrat oleh bakteri nitrobacter dan nitrosemonas
 Pembagian perairan menurut kesuburan perairan yaitu digotropik, mesotropik, eutrofik, hiper eutrofik dan distropik
 Data pengukuran parameter fisika dan kimia

Parameter Fisika Parameter Kimia
Suhu 310C pH 7
Kecepatan arus 0,027 m/s DO 8,27 mg/l
Kecerahan 58 cm CO2 -
Kedalaman air 93 cm Alkalinitas 94,8 mg/l
Warna perairan Kehijauan TOM 0,5056 mg/l
Substrat Liat berpasir Orhtofosfat 0,014
Nitrat nitrogen 0,01
BOD 4,51
Turbiditas 8
Amonia 0,32

5.2 Saran
Pada praktikum limnologi saat berada di laboratorium diharapkan dibagi menjadi shift per shift, agar pada setiap materi tidak terlalu banyak praktikum, sehingga praktikan dapat menyimak dengan baik materi yang diberikan oleh asisten.
DAFTAR PUSTAKA

Affandi. 2009. Pengaruh CO2 (Karbondioksida) Murni terhadap Pertumbuhan Mikroorganisme pada Produk. Diambil dari www.repository.usu.ac.id pada 27 November 2010.

Akrimi, dan Subroto. 2002. Engantar Limnologi. Gramedia, Jakarta.

Andayani, Sri. 2005. Manajemen Kualitas Air untuk Budidaya Perairan fakultas Perikanan Universitas Brawijaya, Malang.

Aridianto. 2010. Kecepatan Arus di Perairan. Diambil dari www.aridianto.blogspot.com pada 28 November 2010.

Ariana. 2002. Pemetaan Batimetri dan Karakteristik Dasar Perairan dangkal di Perairan Pulau dasar. Diambil dari www.irc.ipb.ac.id pada 13 November 2010.

Asmawi, S. 1986. Pemeliharaan Ikan dalam Karamba. PT. Gramedia, Jakarta.

Barus. 2001. Pengantar Limnologi. . Swadaya Cipta, Jakarta

Darmayanto. 2009. Penggunaan Serbuk Tulang Ayam sebagai Penurun Intensitas Warna Air Gambut. Diambil dari www.repository.ac.id pada 27 November 2010.

Effendie, 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius, Yogyakarta.

Fansuri. 2009. Fosfat. Diambil dari www.aosanyustory.blogspot.com pada 4 November 2010.

Ghufron, dan Kordi. 2005. Budidaya Ikan laut di karamba. Rineka Cipta, Jakarta.

Hamid. 2010. Sistem Koordinasi Organisme. Diambil dari www.zaifbio.wordpress.com pada 25 November 2010.

Hadikusumah. 2008. Pengantar oceanografi. UI Press, Jakarta.

Hariyadi. 2004. BOD dan COD sebagai Parameter Pencemaran Air dan baku Mutu Air Limbah. Diambil dari www.rudget.com pada 28 November 2010.

Hutabarat, dan Stewart. 2008. Pengantar Oceanografi. UI Press, Jakarta.

Irawan. 2009. Faktor-Faktor Penting dalam Proses Pembesaran Ikan di fasilitas Nursery dan Pembesaran. Diambil dari www.sith.ipb.ac.id pada 28 November 2010, pukul 17.00 WIB.
Irianto. 2005. Patologi Ikan Telestoi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Kordi, M.G.; dan Andi T. 2002. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta, Jakarta.

Ivanhadgson. 2010. Laporan Praktikum Limnologi. Diambil dari www.ivanhadgson. Diakses pada 2 Desember 2010 pukul 21.00 WIB.

Mahmudioto.wordpress.com pada 28 November 2010.

Manik. 2003. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Djambatan, Jakarta.

Marindro. 2008. Karakterisitik Perairan. Diambil dari www.marindro.wordpress.com pada 22 November 2010.

Mulia. 2002. Bahan Organik Terlarutdan Tidak Terlarut. Diambil dari www.reository.usu.ac.id pada 18 November 2010.

Pamuji, dan Anthonacas. 2010. Ketika Kelimutu Berubah Warna. Diambil dari www.lipi.go.id pada 28 November 2010.

Ponawala, et.al. 2010. Bahan Organik dalam Organik dalam Perairan. Diambil dari www.punawala.wordpress.com pada 20 November 2010.

Roonawale, et. al. Studi Kualitas air. Diambil dari www.e-journal. blogspot.com pada 22 November 2010.

Sahri, et. al. 2000. Keragaman makrobentos pada Berbagai Substrat Buatan di Sungai Cilagak Cilacap. Diambil dari www.scribde.com pada 28 November 2010.

Salmin. 2005. Oksigen Terlarut dan Kebutuhan Oksigen untuk Penentuan Kualitas Perairan. Diambil dari www.images.ouox.content.com pada 28 November 2010.
Sembiring.2008. Keanekaragaman dan Kelimpahan Ikan serta Kaitannya dengan faktor Fisik Kimia. Diambil dari www.repository.usu.ac.id pada 28 November 2010.

Setiawan. 2010. Pemetaan laju Perubahan Arus Lahan Huatn Mongrove di sebagian Taman nasional Bali Barat. Diambil dari www.firmman08.wordpress.com pada 28 November 2010.

Suciati. 2006. Pengaruh Suhu Air terhadap Kecepatan Regenerasi Cacing Planaria di Aliran Sungai Semirang Kabupaten Semarang. Diambil dari www.digiblib.ub.ac.id pada 28 November 2010.

Suratno dan Bayu. 2010. Distribusi Temporal Karbon Organik di Perairan Gugus Pulau Pari. Diambil dari www.limnologi.lipi.go.id pada 28 November 2010.

Syaifuddin. 2004. Kandungan Hara, Telaah Kualitas air. Diambil dari www.upi.ac.id pada 23 November 2010.

Yudha. 2005. Aplikasi Sistem Sirkulasi terhadap Peng elolaan Kualitas Air Tambak. Diambil dari www.lipi.go.id pada 28 November 2010.

Yuningsih. 2007. Keracunan Nitrat-Nitrat pada Ternak Ruminaria dan Upaya Pencegahannya. Diambil dari www.pustaka.litbang-deptan.go.id pada 28 November 2010.

3 komentar: