Kamis, 23 Desember 2010

Sperma ikan

1. PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Sperma
Sel-sel sperma sebenarnya hanya merupakan inti yang berflegelum. Sperma dihasilkan dalam testis oleh sel-sel khusus yang disebut sperma togenia. Spermatogenia yang bersifat diploid ini dapat membelah diri secara mitosis membentuk spermatogenia atau dapat berubah menjadi spermatogosit. Meiosis dari setiap spermatosit menghasilkan empat sel haploid ialah spermatid. Spermatid ini dalam proses tersebut kemudian kehilangan banyak sitoplasma dan berkembang menjadi sel sperma (Kimball, 1983 dalam Rustidja, 2000).
Menurut Harvey and Hoar (1979), sperma di definisikan sebagai larutan spermatozoa yang berada di dalam larutan seminal dan dihasilkan oleh hidrasi testis, atau salah satu bagian dari alat reproduksi ikan.

1.2 Pengertian Spermatozoa
Menurut Evans (1993), spermatozoa ikan biasanya immotile dan tidak aktif ketika berada di dalam testis. Motilitas dari sperma dimulai setelah spermaiasi di dalam lingkungan air atas di dalam sistem reproduksi betina dengan demikian aktivitas dari sperma mungkin terjadi ketika faktor tekanan dicairkan, pH menjadi alkalin dan osmolalitas menjadi hipotonik, secara berturut-turut.
Proses spermatogenik dapat dibagi menjadi 3 tingkatan utama. Spermatosiyenesis adalah perkembangan dari spermatogonium menjadi spermatosik primer dan sekunder. Dua tahap terakhir meiosis, yang mana pembagian dua sel terjadi dan jumlah dari kromosom di spermatid adalah perbedaan dari spermatid menjadi spermatozoa. Waktu yang dilewati dari pembuatan sperma menjadi ejakulasnya biasanya sekitar 59 hari (Svendsen and Anthony, 1974).

1.3 Anatomi Sperma
Bentuk sel sperma pada berbagai hewan bervariasi, tetapi pada prinsipnya dapat dibedakan menjadi bagian kepala, bagian tengah dan ekor. Pada kepala sperma bagian depan terhadap akrosama, yang mengandung enzim untuk melisiskan bungkus telur (pada sperma manusia enzim tersebut dinamakan hialuronidase). Di pusat kepala sperma terdapat inti sperma, yang menyimpan mitokondria. Mitokondria sangat penting dalam pembentukan ATP yang merupakan sumber energi bagi sperma. Sementara bagian ekor sangat diperlukan untuk membantu pergerakan sperma (Isnaeni, 2006).
Sebuah sel sperma terdiri atas (1) kepala, yang mengandung kromosom suatu keadaan kompak dominaktif, (2) dua sentriol dan (3) ekor. Salah satu dari sentriol, merupakan badan dari flogelum dan menyediakan energi untuk gerakan pukulan cambuk (Kimball, 1983).

1.4 Morfologi Spermatozoa dan Gambar
Menurut Romer (1952), spermatozoa termasuk dalam struktur kecilnya kecuali kepada, yang mengandung material nuclear dan ekor martil yang panjang. Spermatozoa sangat kecil tetapi sangat banyak bahkan pada hewan kecil total reproduksinya dapat diukur dalam milyar.

Gambar 13.6 Spermatozoa berbagai spesies hewan yang menggambarkan perbedaan dalam ukuran dan bentuk 1. Gatropoda; 2. Asetina; 3. Kepiting hernes; 4. Slaamander; 5. Kapak ayam; 7. Tikus; 8. Domba; 9. Manusia
(Villee, et al, 1984).

1.5 Fisiologi Spermatozoa
Setiap spermatozoa terdiri atas sebuah kepada, sebuah bagian tengah dan sebuah ekor. Nucleus meluas melalui seluruh kepada dan mengandung materi genetik yang dibutuhkan untuk fertilisasi dari ovum. Sebagai sebuah hasil meiosis, inti sperma mengandung setengah dari asam dioksiribonukleat (1) NA yang banyak sebagai inti dari spermatogonium. Bagian tengah terdiri atas mitokondria yang mana sistem enzim yang berhubungan dengan aktivitas metabolic ditemukan mereka menyediakan energi untuk motilitas sperma. Ekor sperma sangat panjang seperti cambuk. Dua sentriol terletak pada bagian tengah dari yang fibril pusat dikelilingi oleh cincin dari sembilan pasang, fibril ini bertanggung jawab untuk motilitas sperma dan dengan demikian merupakan memfasilitasi pergerakan sperma melalui saluran alat kelamin betina (Svendsen and Anthony, 1984).
Kemampuan spermatozoa hidup secara normal setelah keluar dari testis hanya berkisar antara 1-2 menit. Menurut suguest (1994) dalam Cosson et al (1999) bahwa di alam durasi motilitas terjadi dalam periode yang sangat pendek pada ikan air tawar. Billard dalam Jamierson (1990) menyatakan bahwa motilitas spermatozoa ikan dibatasi pada periode detik dan menit karena adanya omsotic injung (Hidayaturrahmah, 2007).



1.6 Spermiasi
Spermiasi didefinisikan sebagai pengeluaran sperma motic dari lubang genetal (Genetal pare) oleh tekanan yang kuat dari dinding perut. Spermiasi pada ikan terjadi di bawah pengawasan hormonal (Rustidja, 2001).
Setiap spermatid akan membedakan menjadi spermatozoa (sperma). Prises pertumbuhan disebut spermiasi. Spermatid menjadi sperma ketika pertama kali dibentuk spermatid, spermatic memiliki bentuk seperti sel-sel apitel, namun setelah spermatid mulai memanjang menjasi sperma akan terlihat bentuk yang terdiri dari kepala dan ekor (Anastasya, 2010).

1.7 Proses Pembentukan Spermatozoa
Pembentukan spermatozoa dari spermatogenia di dalam testes disebut spermatogenesis. Proses ini meliputi proliferasi spermatogenia melalui pembelahan mitosis yang berulang dan tumbuh membentuk spermatocyte sekunder. Spermatocyte sekunder membelah menjadi gamet yang dinamakan spermatozoa. Proses metamorfase spermatid sering dinamakan spermatogenesis (Hoarm 1969 dalam Rachman, 2003).
Proses pembentukan spermatozoa terjadi di dalam testes. Testes ikan berbentuk memanjang dalam rongga badan di bawah gelembung renang di atas usus, jaringan mengikat yang disebut mesenterium (mesorchium) menempelkan testes ini pada rongga badan di bagian depan gelembung renang (Sumanto dinata, 1981 dalam Rustidja, 2000).

1.8 Proses Perkembangan Spermatozoa dan gambar
Menurut Matthey, dkk (1990), reproduksi dari spermatozoa dari spermatogenia melalui beberapa proses pembelahan secara berturut-turut dan differensiasi berkembang menjadi spermatogonia tipe A sebelum pubertas. Pembelahan dan tipe A menghasilkan tipe A1, spermatogoneia. Spermatogenesis dimulai dari spermatogonia tipe A1, tipe A1 membelah berturut-turut menjadi tipe A2, tipe A3 dan tipe A4 spermatogonia. Spermatocyte primer mengalami pembelahan meiosis (pembelahan reduksi) sampai berturut-turut spermatocyte sekunder yang haploid dan spermatid. Setelah proses spermatogenesis dimulai pada proses spermatogenesis tidak didapatkan proses pembelahan lagi, hanya terdapat transformasi perubahan morologi tersebut adalah pernafasan dari spermatozoa dari dinding tubuli seminiferus ke lumennya. Hal tersebut dinamakan spermiasi.
A 1:Spermatogonia
A2 :Spermatogonia
A3:Spermatogonia
A4 :Spermatogonia


Perkembangan spermatozoa ikan mas secara umum hampir sama dengan jenis ikan teleost lainnya. Spermatogonia membelah secara mitosis menjadi spermatocyte primer. Selanjutnya pembelahan lagi akan terbentuk spermatosit sekunder. Hasil dari pembelahan spermatosit sekunder adalah spermatid. Spermatid ini akan bermatafase menjadi gamet yang bergerak aktif disebut dengan spermatozoa (sel sperma). Proses metamorfase dari spermatid ini sering disebut dengan spermiogenesis (Rustidja, 2000).

1.9 Kualitas Sperma
1.9.1 Mikroskopis dan Gambar
Menurut pengestuningtyas (1993) dalam Azzura (2009), sperma yang berkualitas baik terlihat seperti susu kental berwarna putih susu, penuh dan membayar dengan mudah ketika diteteskan dalam air tawar atau garam fisiologis. Di bawah mikroskop terlihat sperma dengan bepatan tinggi dan semuanya berbentuk normal serta pergerakannya sangat aktif.
Menurut Darmawan (2009), kualitas sperma yang baik secara mikroskopik adalah didapatkan konsentrasi lebih dari 20 juta sel bening dalam tiap ml sairan sperma. Apabila spermatozoa lebih dari 50% mampu bergerak cepat dan lebih 50% punya bentuk sel normal, morfologi dan motilitas spermatozoa baik sperma bisa disebut baik.

1.9.2 Mikroskopis
Secara mikroskopis sperma yang baik jika volumenya lebih dari 2 ml dalam sekali ejakulasi, berwarna agak keputihan terdapat gumpalan seperti lapofit (Darmawan, 2009).
Menurut Rustidja (2000), berdasarkan hasil pengamatan mikroskopis dan mikroskopis terdapat sperma segera hasil striping dari induk donor ikan mas (Cyprinus carpio) yang digunakan untuk pembukuan memiliki kualitas yang bagus dengan itilitus tinggi yaitu 80-85%.

1.9.3 Biokomiawi
Penilaian konsentrasi sperma (juta sel/ml) sangat penting karena faktor inilah yang menggambarkan sifat-sifat semen dan dipakai sebagai salah satu faktor penentuan kualitas sperma (Toelihere, 1981 dalam Rustidja, 2000).
Menurut Darmawan (2000), jika sperma berwarna kemerahan mungkin ada perdarahan sedangkan sperma yang berbau tidak seharusnya mungkin karena adanya infeksi koagulan berisi zat gula (fraktosa) yang berfungsi sebagai sumber energi spermatozoa.

1.10 Viabilitas Sperma
Kemampuan hidup (viabilitas) spermatozoa sangat dipengaruhi oleh suhu dan secara umum akan hidup lebih lama dalam suhu rendah. Penurunan suhu dari suhu kamar ke suhu dingin dan suhu beku perlu dilakukan secara bertahap untuk menghindari card shock (Teoli here, 1981 dalam Rustidja, 2000).
Yomagimochi dalam Harvey dan Hear (1979), mengemukakan bahwa sperma ikan kering (Dupea hereoneus) masih dapat bergerak 4-5 menit, selanjutnya dikatakan oleh Gunzburg (1972) bahwa sperma ikan mas hanya hidup selama 30-60 detik dalam menit (Arie, 2010).

1.11 Motilitas Sperma
Menurunnya motilitas, menentukan bahwa terjadi kematian sebagian dari spermatozoa yang bisa dilakukan antara lain oleh kejutan dingin (cold shock) yang menyebabkan terjadinya perubahan fisika kimia. Spermatozoa terutama pada proses pembukuan dan pencairan kembali (Rustidja, 2000).
Menurut Rustidja (1999), ukuran spermatozoa yang besar maka kecepatan pengendapan akan lebih besar dibandingkan spermatozoa dengan ukuran yang lebih kecil dengan ukuran yang besar, energi motilitasnya yang dimiliki akan mampu memperbesar daya motilitasnya dalam menembus lapisan dengan gradien konsentrasi yang besar dibawahnya.

1.12 Cara Pengawetan Sperma
Pengawetan sperma untuk beberapa lama perlu dicampur dengan bahan pengencer yang mampu menjamin kebutuhan fisik dan kimianya. Pemakaian bahan pengencer dimakduskan untuk mengurangi aktivitas spermatozoa sehingga menghambat pemakaian energi dan dapat memperpanjang hidup spermatozoa tersebut. Berkurangnya aktivitas spermatozoa menyebabkan produksi asam laktat menurun sehingga penurunan pH menjadi terlambat, akibatnya mengurangi pengaruh negatif terhadap kehidupan spermatozoa (Hardjopranjoto, 1995 dalam Rustidja, 2000). Menurut Tuelihere (1981) dalam Rustidja (2000) dalam penyimpanan sperma harus dihindarkan dari pemanasan yang tinggi atau penurunan suhu secara mendadak, kontaminasi dengan air, urina dan bahan-bahan kimia, goncangan yang berlebihan dan dinar matahari, berlangsung agar daya fertilisasi optimumnya terjaga.
Sperma segar yang mau dikeringkan disedot ke dalam tabung 0,25 ml sehingga melumuri dinding bagian dalam tabung kemudian gas nitrogen dihembuskan ke dalamnya sambil tetap ditutupi dengan gas nitrogen tabung itu dimasukkan ke dalam tabung yang lebih besar (0,5 ml). lalu ditutupi menggunakan pemanasan (heart seal) agar lebih aman, tabung itu dimasukkan ke dalam kantung alumunium foil kedap udara dan diisi dengan gas nitrogen bisa dipakai untuk 1700 tabung plastic. Kalau sperma awetan hendak digunakan maka tabung itu dikeluarkan dari kantungnya lalu dipotong ujung-ujungnya. Agar sperma bisa mengalir keluar, tabung dialiri medium bisa berupa medium M2 (untuk menangani embrio), MT-6 untuk sperma atau garam fisiologis sperma akan hanyut bersama medium itu. Dan siap dipakai embuahan (Biomo, 2008).

1.13 Hormon yang Mempengaruhi Sperma
Reproduksi pada ikan dikontrol oleh hipotalamus-hipofisis-gonad. Kondisi lingkungan meliputi temperature, cahaya, cuaca, diterima oleh reseptor dan diteruskan ke sistem saraf. Kemudian hipotalamus melepaskan hiofisis untuk melepaskan yonadotropic hormone (G) yang mengontrol perkembangan dan pemasakan gonad serta pemijahan (Yunon, 1995 dalam Yuwono dan Purnama, 2001).
Gonadotropic dibagi menjadi 2 bagian yang kaya akan karbodhidrat dan mungkin berperan dalam proses sreroldogenesis (spermiasi, maturasi, oocyt dan ovulasi) sedangkan yang miskin karbohidrat secara fisiologis berperan dalam proses vitellogenesis seperti produksi kuning telur (Rustidja, 2000).


1.14 Ekstender
1.14.1 Fungsi Ekstender
Menurut Toelihere (1985) dalam Rustidja (1999), menyebutkan beberapa fungsi pengencer yaitu:
1. Menyediakan zat-zat makanan sebagai sumber-sumber energi bagi spermatozoa
2. Melindungi spermatozoa terhadap “cold shock”
3. Menyediakan suatu penyanggah untuk mencegah perubahan pH akibat pembentukan azam laktat dari hasil metabolism
4. Mempertahankan tekanan osmotik dan keseimbangan elektrolit yang sesuai
5. Mencegah pertumbuhan kuman.
Proservasi adalah pengawean pemeliharaan, penjagaan atau perlindungan, sedangkan prioproserasi adalah penyimpanan sel-sel hidup dalam jangka waktu pendek maupun panjang dengan menggunakan dry ice maupun nitrogen cair sebagai bahan pembeku konsep priopservasi bisa juga digunakan dalam preservasi sperma dengan mempertahankan viabilitas sel melalui reproduksi atau interupsi fungsi-fungsi metabolic bahan biologis (Wira, 2007).


1.14.2 Syarat Ekstender
Persyaratan untuk bahan pengenceran yang akan dipergunakan untuk menyimpan sperma adalah harus mampu menjamin kebutuhan hidup spermatozoa namun tidak menyebabkan spermatozoa aktif bergerak, bersifat isotonic serta mampu berfungsi sebagai penyangga untuk meniadakan keasaman dan kebebasan sperma (Harvey dan Hear, 1979 dalam Rushtidjo, 2000).
Menurut Iksan (1992) dalam Rustijdo (1999), mengemukakan bahwa sebaiknya pengenceran memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Bahan pengencer hendaknya murah, sederhana dan preaktis diberat namun mempunyai daya preservasi tinggi
2. Pengenceran harus mempunyai unsur-unsur yang hampir sama sifat fisik dan kimianya dengan semeni dan tidak boleh mengandung zat-zat yang bersifat racun, baik terhadap sperma maupun terhadap betina.
3. Pengenceran harus tetap mempertahankan dan tidak membatasi daya fertilisasi sperma, pengenceran tidak boleh terlalu kental sehingga menghalangi pertemuan antara sperma dan menghambat fertilisasi.
4. Pengencer harus memberi kemungkinan penilaian sperma sesudah pengenceran, dimana sperma masih dapat terlihat agar dapat ditentukan kualitasnya.
1.14.3 Macam-macam Ekstender
Toelihere (1985) dalam Rustidja (1999), menulis beberapa pengencer yang bisa digunakan adalah pengencer penyanggah kuning telur (fosfat kuning telur san sitrat kuning telur), pengencer air susu, pengencer yang mengandung gliserol dan pengencer air kelapa kuning telur serta penyencer terus.
Menurut Winarsih (1996) dalam Rustidja (2000), telah melakukan pembukuan sperma ikan mas dengan menggunakan beberapa macam larutan NaCl fisiologis dengan waktu penyimpanan sperma. Menurut Rustidjo (2000), larutan ringers merupakan bahan pengencer paling baik dibandingkan dengan larutan fruktosa dan larutan NaCl fisiologis dalam mempertahankan motilitas spermatozoa, fertilitas dan daya tetas telur ikan mas.

1.15 Perbedaan Sperma Ikan Sakit (Stress) dan Ikan Sehat
Spermatozoa abnormal merupakan spermatozoa berbentuk lain dari biasa, terdapat baik pada individu fertil maupun infertile. Hanya saja pada individu fertile kadarnya lebih sedikit. Bentuk abnormal terjadi karena berbagai gangguan hormonal, nutrisi, obat, akibat radiasi, atau oleh penyakit (Yatim, 1992 dalam Megaspace 007, 2010).
Menurut Zulfa (2006), dalam keadaan normal, spermatozoa memiliki fungsi regulasi antara lain fungsi kapasitas, reaksi okrosom dan fungsi spermatozoa membrane oosit. Namun pada kondisi patologis, misalnya pada keadaan infeksi, akibat radiasi sehingga menganggu keseimbangan sistem produksi dan antioksidasi dan menimbulkan stress aktidolif seminal spermatozoa dapat mengalami kerusakan oleh stress onsidatif karena membrane prasmonya mengandung banyak pefo’s dan sitoplasmanya mengandung sedikit enzim antioksidan.


2. METODOLOGI

2.1 Prosedur Kerja
2.1.1 Pewarnaan sperma

- distriping
- diambil sperma dengan spuit 1 ml

-

- ditekan pada obyek glass
- diberi pewarna easin 1 tetes
- ditutupi dengan cover glass
- diamati mortilitasnya dibawah mikroskop




2.1.2 Pergerakan dan Daya Hidup Sperma

- di striping
- diambil sperma dengan spuit 1 ml

-

- diteteskan pada obyek glass bergantung
- ditutupi cover glass
- diletakkan di bawah mirkoskop
- ditetesi air dari samping
- diamati viabilitasnya menggunakan stopwatch
- Diamati motilitas





2.1.3 Pengawetan Sperma

- distriping
- diambil sperma dengan spuit 1 ml


- dimasukkan dalam tabung reaksi
Kelompok
1 dan 5 : Ringe laktut
2 dan 8 : Air kelapa
3 dan 7 : fluktosa
4 dan 6 : tanpa perlakuan
- dicampur sperma + pengencer dengan perbandingan 1: 3
- dibungkus dengan alumunium foil
- disimpan dalam refrigerator salam 30 menit
- diamati viabilitasnya dan motilitas spermatozoa
- disimpan dalam refrigerator 24 jam
- diamati biabilitas dan motilitas spermatozoa

- diamati viabilitas dan motilitas spermatozoa

- disimpan dalam refrigerator selama 24 jam

- - diamati viabilitas dan motilitas spermatozoa



2.2 Fungsi Alat dan Bahan
2.2.1 Fungsi Alat
2.2.1.1 Pewarnaan Sperma
Alat yang digunakan dalam praktikum fisiologis Hewan air tentang pewarnaan sperma antara lain adalah:
- Spuit 1 ml : untuk mengambil sperma ikan
- Mikroskop : alat untuk mengamati mertilitas sperma
- Obyek glass : sebagai tempat sperma diamati
- Cover glass : sebagai penutup obyek glass
- Seser : alat untuk mengambil ikan agar lebih mudah
2.2.1.2 Pergerakan dan Daya Hidup Sperma
Alat yang digunakan dalam praktikum fisiologis Hewan air tentang pergerakan dan Daya Hidup Sperma antara lain adalah sebagai berikut:
- Spuit 1 ml : untuk mengambil sperma ikan
- Mikroskop : alat untuk mengambil motilitas
- Obyek glass bergantung: sebagai tempat sperma yang diamati
- Cover glass : untuk penutup obyek glass tergantung
- Stopwatch : untuk mengamati viabilitas sperma
- Pipet tetes : untuk meneteskan air pada obyek glass
- Nampan : sebagai tempat saat ikan distriping

2.2.1.3 Pengawetan Sperma
Alat yang digunakan dalam praktikum Fisiologi Hewan Air tentang Pengawetan Sperma antara lain adalah sebagai berikut:
- Spuit 1 ml : untuk mengambil sperma ikan
- Mikroskop : alat untuk mengamati viabilitas dan motilitas sperma
- Tabung reaksi : sebagai tempat ekstender dan sperma
- Refrigerator : sebagai tempat menyimpan sperma + ekstender pada suhu rendah
- Stopwatch : untuk menghitung viabilitas sperma
- Nampan : sebagai tempat sperma diamati
- Obyek glass bergantung: sebagai tempat sperma diamati
- Cover glass : sebagai penutup obyek glass
- Seser : alat untuk mempermudah dalam pengambilan ikan

2.2.2 Fungsi Bahan
2.2.2.1 Pewarnaan sperma
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum fisiologis Hewan Air tentang Pewarnaan sperma antara lain adalah sebagai berikut:
- Ikan mas (Cypunus Corpio): ikan yang diamati spermanya
- Pewarna eosin : untuk memperjelas sperma yang diamati
- Sperma ikan mas (Cypunus Corpio): bahan yang diamati mortalitasnya
- Lap basah : sebagai penutup mata ikan agar tetap tenang

2.2.2.2 Pergerakan dan Daya Hidup Sperma
Bahan- bahan yang digunakan dalam praktikum Fisiologi Hewan Air tentang Pergerakan dan Daya Fisiologi Hewan Air adalah sebagai berikut:
- Ikan mas (Cypunus Corpio): ikan yang diamati spermanya
- Air : sebagai pelarut sperma dan pengaktif sperma
- Lap basah : sebagai penutup mata ikan agar tetap tenang.

2.2.2.3 Pengawetan sperma
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum tentang Pengawetan Sperma:
- Sperma ikan mas (Cypunus Corpio): bahan yang diamati mortalitasnya
- Alumunium foil : bahan yang digunakan untuk menutup tabung reaksi
- Ekstender : pengencer dan pengawet sperma
- Kertas label : sebagai penanda pada tabung reaksi
- Lap basah : sebagai penutup mata ikan agar tetap tenang
- Tissue : untuk mengeringkan tabung reaksi


4. PEMBAHASAN

4.1 Analisa Prosedur
4.1.1 Pewarnaan Sperma
Pada praktikum Fisiologi Hewan Air tentang Pewarnaan Sperma, langkah pertama yang harus dilakukan adalah disiapkan alat dan bahan. Alat-alat yang digunakan antara lain adalah spuit 1 ml, mikrosloop, obyek glass, cover glass dan pipet tetes. Sedangkan bahan yang digunakan antara lain adalah sperma ikan mas (Cyprinus carpio), lap basah dan pewarna eosin, ikan mas jantan fungsi spuit 1 ml adalah untuk mengambil sperma ikan, mikroskop sebagai alat untuk mengamati mortalitas sperma, obyek glass sebagai tempat sperma diamati, cover glass sebagai penutup obyek glass dalam pembuatan preparat, pipet tetes sebagai alat untuk mengambil larutan eosin, nampan sebagai tempat saat ikan di striping, dan seser sebagai alat untuk membantu mempermudah dalam pengambilan ikan. Sedangkan bahan yang digunakan antara lain adalah ikan mas sebagai bahan yang akan di striping dan diambil sperma, sperma ikan mas jantan sebagai bahan yang diamati mortilitasnya, lap basah sebagai penutup mata ikan agar tetap terang saat di striping dan pewarna eosin sebagai bahan yang digunakan untuk memperjelas sperma yang diamati.
Setelah alat dan bahan dipersiapkan, pengambilan ikan dilakukan didalam kedalam dengan bantuan seser, lalu diletakkan di bank sebagai tempat sementara, langkah selanjutnya ikan mas jantan distriping yaitu dengan menjual pada bagian perut mulai bagian dekat sirip ventral ke belakang, sampai sperma keluar dan diambil spermanya dengan digunakan spuit 1 ml sebanyak 1ml yang pada bagian ujungnya di lepas. sperma yang didapatkan diteteskan pada obyek glass sebanyak 1 tetes lalu diberi pewarna eosin yang bertujuan agar memperjelas saat pengamatan pada sperma sebanyak 1 tetes. Selanjutnya ditutup dengan cover glass secara perlahan agar tidak timbul gelembung air yang dapat mengganggu pengamatan. diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 100x, yaitu mortalitas spermanya atau tingkat kematian sperma. Jika yang mati berwarna merah dan yang hidup tetap putih. Dan dicatat hasilnya pada dulu hasil pengamatan.

4.2.1 Pergerakan dan Daya Hidup Sperma
Pada praktikum Fisiologi Hewan Air tentang Pergerakan dan Daya Hidup Sperma, langkah pertama yang harus dilakukan adalah disiapkan alat dan bahan. Alat yang digunakan antara lain adalah spuit 1 ml, mikroskop, obyek glass bergantung, cover glass, stopwatch dan pipet tetes. Sedangkan bahan yang digunakan antara lain adalah ikan mas jantan (Cyprinus carpio), air, lap basah. Fungsi spuit 1 ml adalah untuk mengambil sperma ikan, mikroskop sebagai alat untuk mengamati motilitas dan viabilitas sperma, obyek glass bergantung sebagai tempat sperma diamati, cover obyek glass bergantung sebagai penutup obyek glass bergantung pada saat pembuatan preparat, stopwacth sebagai alat untuk menghitung viabilitas sperma. Pipet tetes untuk memberi air pada obyek glass dari samping, nampan sebagai tempat saat ikan distriping, dan seser sebagai alat untuk mempermudah dalam pengambilan ikan. Sedangkan bahan yang digunakan antara lain adalah ikan mas jantan sebagai bahan yang akan distriping dan diambil spermanya, sperma ikan mas sebagai bahan yang diamati viabilitas dan motilitasnya.
Setelah alat dan bahan disiapkan, langkah selanjutnya adalah ikan mas diambil dulu dalam kolam dengan bantuan seser, ikan mas yang diambil adalah yang jantan. Ikan mas jantan distriping yaitu dengan memijat pada bagian perut mulai bagian dekat sirip ventral ke belakang dekat lubang urogenital. Selanjutnya sperma diteteskan pada obyek glass bergantung yang memudahkan saat pengamatan pergerakan dan daya hidup sperma. ditutup dengan cover glass dan diletakkan dibawah mikroskop untuk diamati. Setelah itu pada obyek glass bergantung ditetesi air dari samping yang berfungsi untuk melarutkan sperma dan agar sperma tersebut aktif atau bergerak. Selanjutnya diamati viabilitasnya dengan digunakan stopwatch yaitu pada saat mulai aktif dan mati. Lalu diamati motilitasnya yaitu berupa pergerakannya. Pergerakan dapat berupa gerak zig- zag ataupun yang lainnya. Selanjutnya dicatat hasilnya pada data hasil pengamatan.

4.2.2 Pengawetan Sperma
Pada praktikum Fisiologi Hewan Air tentang Pengawetan Sperma langkah pertama yang harus dilakukan adalah disiapkan alat dan bahan. Alat-alat yang digunakan antara lain adalah spuit 1 ml, mikroskop, tabung reaksi, refrigerator, dan stopwatch. Sedangkan bahan yang digunakan antara lain ikan mas jantan (Cyprinus carpio), aluminium foil, ekstender, kertas label dan lap basah. Fungsi spuit 1 ml adalah untuk mengambil sperma ikan, mikroskop sebagai alat untuk mengamati viabilitas dan motilitas. Sperma, tabung reaksi sebagai tempat ekstender dan sperma, rerfirgerator sebagai tempat penyimpanan sperma dan ekstender pada suhu rendah, stopwatch untuk menghitung viabilitas sperma, nampan sebagai tempat saat ikan distriping, obyek glass bergantung sebagai tempat pengamatan viabilitas dan motilitas sperma, cover glass sebagai penutup obyek glass, seser sebagai alat untuk pengambilan ikan. Sedangkan bahan yang digunakan antara lain adalah ikan mas jantan sebagai bahan yang akan distriping atau diambil spermanya, sperma ikan mas bahan yang diberi ekslender atau pengawetan, ekslender sebagai pengecer atau pengawet sperma, kertas label sebagai penanda pada tabung reaksi, lap basah sebagai penutup mata ikan saat distriping agar tetap tenang, air sebagai pengaktif atau pelarut sperma dan tissue untuk mengeringkan tabung reaksi.
Setelah alat dan bahan disiapkan langkah selanjutnya adalah ikan donor, yaitu ikan mas diambil dulu dari dalam kolam dengan bantuan seser dan dipilih ikan jantan yang bagian perutnya membesar, menandakan sudah matang gonad. Langkah selanjutnya adalah ikan donor yaitu ikan mas jantan yang akan diambil spermanya distriping dengan memijat pada bagian sirip ventral menuju lubang urogenital, kemudian sperma yang telah keluar dimasukkan dalam spuit sebanyak 1 ml. Pengambilan sperma sebanyak 1 ml dengan tujuan untuk mempermudah saat perbandingan volume sperma dan ekstender. Selanjutnya ekslender dimasukkan ke dalam tabung reaksi yaitu (fruktosa sebanyak 3 ml). karena perbandingannya 1 : 3 dengan sperma yang hanya 1 ml. Ekstender yang digunakan adalah pada kelompok 1 dan 5 digunakan yang digunakan ringer laklat, kelompok 2 dan 8 air kelapa, kelompok 3 dan 7 adalah fruktosa, dan pada kelompok 4 dan 6 tanpa perlakuan. Perbedaan perlakuan ekstender yang berbeda pada setiap kelompok adalah agar dapat dibedakan ekstender yang paling efektif dalam pengawetan sperma berdasarkan pengamatan viabilitas dan motilitasnya. dicampur sperma dan ekstender, fungsi ekstender adalah sebagai pengecer dan pengawet sperma lalu selanjutnya tabung reaksi tersebut dibungkus dengan alumunium foil yang bertujuan agar air dalam tabung reaksi tidak tumpah dan menjaga suhunya tetap stabil. Setelah itu disimpan dalam refrigeralor selama 30 menit, disimpan selama waktu 30 menit lalu diamati dengan tujuan untuk melihat reaksi dari perlakuan dan waktu maksimal sperma beradaptasi dengan ekstender. Refrigerator adalah tempat penyimpanan sperma pada suhu rendah. Setelah selang waktu 30 menit sperma dan ekstender diamati viabilitas dan motilitasnya. Selanjutnya disimpan selama 24 jam lagi diamati lagi selama 24 jam dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh ekstender tersebut terhadap sperma, apakah bisa maksimal dalam pemberian nutrisi terhadap sperma. Setelah selang waktu 24 jam sperma dan ekstender diamati viabilitas dan motilitasnya. Kemudian dicatat hasilnya.

4.2 Analisa Hasil
4.2.1 Pewarnaan Sperma
Pada praktikum fisiologi hewan air materi pewarnaan sperma mendapatkan data hasil tertinggi pada kelompok 6 setelah diberi warna eosin tingkat kematianya sebelum disimpan didalam refrigerator sebesar 30 % sedangkan hasil mortalitas setelah penyimpanan 30 menit di dalam refrigerator nilai refrigerator didapatkan hasil mortalitasnya sebesar 800 c. Hal ini berbeda jauh dengan hasil kelompok 8 dan 2 diman hasil mortalitasnya100%. Hasil dari kelompok 8 dan 2 diperkuat dengan pernyataan Hidayahturahman (2007),bahwa kelimpahan spermatozoa hidup secara normal setelah keluar dari testis hanya berkisar antara 1 – 2 menit.
Sehingga lam waktu dan sperma dikeluarkan dari tubuh ikan hingga diletakan diatas preparat tidak cukup hanya 2 menit, oleh karenanya sperma 100% mati. Gambar di mikroskop di dapatkan hamper seluruh media pengamatan bewarna merah. Warna merah diakibatkan oleh pewarnaan eosin yang bersifat asam. Jika sperma yang masih hidup tersebut diberi eosin maka laerutan tidak bias masuk kedalam tubuh sperma, karena sma – sama bersifat asam. Namun pada sperma yang telah mati maka lapisan luar sperma akan rusak dan sperma bersifat basa sehingga sperma bewarna merah,
Dari hasil analisa diatas, dapat disimpulkan sesuai dengan pernyataan Hidayatullah (2010), apabila membrane plasma spermatozoa sudah mengalami kerusakan, maka metabolisme spermatozoa akan terganggu dan mulai kehilangan mortilitasnya sehingga mengakibatkan kematian spermatozoa.
4.2.2 Pergerakan dan Daya Hidup Sperma
Pada praktikum fisiologi hewan air materi pergerakan sperma mendapatkan data hasil tertinggi pada kelompok 6 dengan pelakuan aquadest di dapatkan viabilitas 5 menit dengan mortilitas 70%, sedangkan setelah dimasukan dalam refrigerator 30 menit diperoleh vibilitas selama 5 menit dengan motilitas 70%dan selanjutnya disimpan lagi didalam refrigerator 24 jam diperoleh viabilitasnya. Selama 1 menit dengan motilitas sebesar 30%. Hal ini dapat terjadi karena suhu di bagian tabung reaksi tidak terpengaruh oleh suhu, maka tingkat motilitasnya akan 0 % sperti hasil pada kelompo 2 dan 8 paling rendah, ini diperkuat dengan pernytaaan Toeliern (1981) dalam Rustidja (2000), kemampuan hidup (viabilitas) sperma tozoa sangat dipengaruhi oleh suhu, secara umum akan hidup lebih lama dalam suhu rendah.
Sedangkan nilai motilitas sperma pada kelompok 4 didapatkan hasil nilai motilitas sebesar 0 % yang menunjukkan tidak adanya pergerakan, dibandingkan dengan kelompok 6 yang tanpa diberi perlakuan, nilai motilitasnya yaitu 70 %, pada hal kedua kelompok ini sama-sama tidak menggunakan ekstender. Seharusnya, sperma yang tanpa diberi ekstender waktu motilitasnya singkat, ini diperkuat dengan pernyataan Zaenab (2007) dalam Rini dkk (2010), menyatakan bahwa proses penyimpanan sperma membutuhkan bahan pengencer dan kropotektan yang dapat mempertahankan motilitas spermatozoa.













4.3 Faktor Koreksi
Faktor koreksi dalam praktikum fisiologi Hewan Air tentang Teknik Pengawetan dan Pewarnaan Sperma antara lain adalah sebagai berikut :
- Sperma ikan mas (Cyprinus carpio) yang diamati kualitasnya kurang begitu bagus.
- Mikroskop untuk pengamatan banyak yang rusak sehingga saat pengamatan menjadi lama.
- Peletakkan sperma di refrigerator kurang begitu rapi sehingga setelah 24 jam banyak tabung reaksi yang posisinya miring, hal itu menyebabkan isi sperma dan ekstender tumpah.
- Kualitas sperma yang tidak begitu baik, menyebabkan sperma sulit diamati.

4.4 Manfaat di Bidang Perikanan
Manfaat di bidang perikanan dalam praktikum fisiologi hewan air tentang teknik pengawetan dan pewarnaan sperma antara lain adalah sebagai berikut:
- Diaplikasikan dalam penulisan bibit ikan, sehingga di dapatkan kualitas ikan yang unggul.
- Rekayasa genetika pada telur dan sperma untuk didapatkan spesies baru yang lebih unggul kualitasnya.
- Mempercepat proses reproduksi dengan adanya penggunaan hipofisa untuk memacu pematangan gonad.
- Pemberian ekstender untuk mengawetkan sperma.

5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari praktikum Fisiologi Hewan Air tentang materi pewarnaan dan pengawetan sperma di dapat kesimpulan sebagai berikut :
 Fungsi dari sperma adalah untuk membuahi sel telur sehingga terjadi fertilisasi.
 Fruktosa, Ringer laktat, air kelapa berfungsi memberikan nutrisi pada sperma.
 Motilitas adalah daya hidup sperma, mortalities adalah jumlah kematian sperma dan viabilitus adalah pergerakan sperma.
 Eosin berfungsi untuk memberikan warna pada sperma agar jelas saat diamati.
 Daya tahun sperma dilingkungan luar tanpa nofis sekitar 1-2 menit.
 Keadaan fisiologis ikan mempengaruhi kualitas dan sperma.
 Pada pengambilan kelompok 4 didapatkan hasil bahwa :
- Dalam pengamatan pewarnaan, diketahui morfolitasnya adalah 70% jadi semua sperma mati.
- Dalam pengawetan sperma setelah tanpadiberi ekstender diketahui :
a. Setelah 30 menit
Viabilitas : 3 menit, Mortalitas : 70%, dan Motilitas : 30%
b. Setelah 24 jam
Viabilitas : 3 menit, Mortalitas : 0%, dan Motilitas :3 0%.

5.2 Saran
Agar dalam praktikum selanjutnya menjadi lebih baik lagi dalam pengamatan sperma, yaitu dengan perbaikan mikroskop yang digunakan
DAFTAR PUSTAKA

Anastasya R. 2010 Peraturan dan Sistem Reproduksi. Diakses pada tanggal 2 Desember 2010 pukul 19.00 WIB.

Arie, Ustu. 2010. Sperma ikan mas. http://arie-usnl.blogspot.com/ Diakses pada tanggal 30 November 2010 pukul 17.00 WIB.

Azzura. 2009. Transportasi Ikan . Diakses pada tanggal 30 November 2010 pukul 18.00 WIB.

Bioma. 2008. Mengawetkan Sperma secara Murah Meriah. http://mybioma.wordpress.com. Diakses pada 1 Desember 2010 pukul 18.00 WIB.

Dermawan, 2009. Kualitas Sperma Baik. http://dermawan.2009wordpress.com. Diakses pada tanggal 1 Desember 2010 pukul 17.00 WIB.

Erans.D.H 1993. The Physiology of Fishes . CRC. Press London.

Hidayaturrahmah 2007 . Waktu Motilitas dan Viabilitas Spermatozoa dan Peningkatan Volume Semen dan Kualitas Spermatozoa Ikan belutu Melalui Kombinasi Penyuntikan HCG dan Ekstrak Hipofisa Ikan Mas http://jurnalpdn.irpi.co.id diakses pada 28 November 2010 pukul 17.00 WIB.

Rini et.al 2010. Motilitas dan Viabilitas Sperma pada Ikan Mas. http://iph.irc.ac-id./spui.bitstream. diakses pada tanggal 30 November 2010. Pukul 18.00 WIB.

Rustidja, 1999. Pemisahan Spermatozoa x dan y Ikan Mas (Cyprinus Carpio). Universitas Brawijaya. Malang

____2000. Prospet Pembekuan Sperma Ikan . Universitas Brawijaya Malang.

____2001. Feromon Ikan . Universitas Brawijaya Malang

Svenclsen and Anthony MC. 1984 An Introduction to Animal. Phsycology. MTP Press. Limited USA.

Ville AL.C. 1984. Zoology Umum . Erlangga : Jakarta

Wira, Mas. 2007. Pengamatan Histologi Reproduksi, Preservasi dan Uji Motilitasi. http://mas-wira.blogspot.com//. Diakses 30 November 2010 pukul 16.00 WIB.

Yuwona, Edy dan Purnama S. 2001. Fisiologi Hewan Air. Sugeng Seto : Jakarta.

Zulfa 2006. Perbedaan Sperma Ikan. http://zulfa.blogspot.com//. Diakses pada tanggal 29 November 2010. Pukul 17.00 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar